Minggu, 30 Januari 2011

RANCNGAN PENGJARAN IBADAH KELUARGA, Rabu - 02 Pebruari 2011


RANCANGAN PENGAJARAN
HARI RABU, 02 PEBRUARI 2011


I. POKOK UTAMA
KARYA ALLAH
TUJUAN UTAMA
TUHAN, Allah kita,  ada serta senantiasa bekerja sesuai rencana dan  maksudnya, sebelum  alam semesta dan isinya diciptakan sampai segala sesuatu diakhiri-Nya.-
II. POKOK BAHASAN
DIPANGGIL DAN DIUTUS UNTUK MEMBERITAKAN PEKERJAAN ALLAH
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
TUHAN, Allah kita, bekerja menyelamatkan dengan tujuan, agar orang percaya pergi memberitakan pekerjaan pembebasan yang dilakukan-Nya

III. SUB-POKOK BAHASAN

LIHATLAH PEKERJAAN TUHAN

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Pengajaran ini dijadwalkan untuk diajarkan dalam pertemuan ibadah Jemaat sebagai KELUARGA ALLAH, agar

1.   Tiap warga jemaat sebagai anggota mengetahui dan mengerti, bahwa TUHAN, Allah kita, telah menyelamatkan dan mengumpulkan kita menjadi satu KELUARGA ALLAH.

2.   Tiap warga jemaat memahami dan menghayati maksud dari rencana Allah atas Keluarga-Nya, yaitu : memberitakan (pelayanan) dan mengajarkan (kesaksian) perbuatan-perbuatan besar dari Dia yang telah menyelamatkan kita.

3.   Warga jemaan menjalankan kehidupan keluarganya sesuai dengan kesaksian Alkitab yang berintikan firman Allah, sehingga semua orang yang melihatnya memuliakan Allah dan diselamatkan.

PERIKOP BACAAN

KITAB MAZMUR. 66 : 1 – 5

MEDAN – SUMATERA UTARA

Senin, 31 Januari 2011

disusun oleh

PDT. ARIE A. R. IHALAUW

-----oooo000oooo-----

PENGANTAR

Perjalanan panjang sedang dilakukan tiap individu secara berkelompok maupun sendirian. So pasti, meski baru saja berjalan, namun telah menemukan berbagai kondisi yang menghambat dan menantang, serta berbagai kendala yang mengancam gerakan maju ke depan.  Hal seperti itu bisa melemahkan semangat, menimbulkan pengembara untuk melanjutkan perjalanan. Mungkin ada di antaranya bertanya : apakah maksud dan tujuan TUHAN di balik masalah yang menerpa kehidupanku ? Apakah makna pemeliharaan yang diberitakan dalam Ibadah Tutup dan Buka Tahun 2011 ? Mengapa masalah tidak bergeser dari kehidupanku ? Masih banyak pertanyaan lain yang tersirat dalam pikiran dan perasaan siapapun, ketika ia berhadapan dengan masalah.

Pemazmur menuliskan pengalaman perjalanannya bersama TUHAN, katanya : “PERGILAH DAN LIHATLAH PEKERJAAN ALLAH, IA DAHSYAT DALAM PERBUATAN-NYA TERHADAP MANUSIA” (Maz. 66:5). Mar kita belajar !

1.   Siapakah Penulis Mazmur 66 ?

1.a. Menurut redaksi yang membukukan Mazmur-Mazmur, pasal 66 ini tidak ada pengarangna, alias ANONIM (nama pengarang tidak diketahui).

1.b. Mazmur ini dituliskan oleh seorang komposer (pencipta/penggubah), dan ditujukan / diberi kepada pemimpin biduan (dirigen) untuk dinyanyikan dalam Baith Allah (Maz. 66:1).

1.c.  Mazmur 66 ini bukanlah tulisan Raja Daud. Jika ia dikelompokkan ke dalam Kitab Mazmur, disebabkan kesamaan gaya penulisan yang sejajar (jenis puisi lama berbentuk SYA’IR)

2. Ukuran apakah yang dipakai untuk menyatakan, bahwa Mazmur adalah Firman Allah ?

     Di dalam tradisi Agama Israel, ada ukuran untuk menyebut sebuah pernyataan adalah Firman Allah. Ukuran itu sangat ditentukan oleh kata-kata kerja yang dipakai. Kata-kata kerja itu umumnya telah dikenal oleh masyarakat Israel, seperti : berkata, bersabda dan berfirman (dalam Bahasa Indonesia). 

2.a. Kata kerja berkata, dalam bahasa Indonesia, umumnya dikenakan kepada semua orang dalam status apapun (istilah pasaran).

2.b. Kata kerja bersabda, pada masa lampau dikenakan kepada Raja. Panditha atau orang-orang dalam status sosial tertentu. 

2.c.  Kata kerja berfirman tidak pernah dikenakan kepada manusia tetapi kepada Yang Ilahi. Kata ini tidak pernah dikenakan kepada manusia. Tidak juga kepada Raja, Panditha atau orang-orang tertentu. 

     Begitu pula dalam Bahasa Ibrani (Israel), orang mengenakan kata berfirman (Ibr. amar, dabar) kepada TUHAN Allah. Memang di dalam beberapa kasus ada kekecualian, tetapi jika  kata amar dan dabar berhubungan dengan ucapan nabi, maka selalu diikuti oleh subjek atau objek pelaku : TUHAN, Allah Israel. 
 
     Jikalau kita menggunakan pemahaman yang telah diuraikan di atas, maka kita menyimpulkan, bahwa Mazmur tidak tergolong ke dalam Firman Allah; oleh karena, di dalam Kitab Mazmur, jarang ditemukan kalimat : Allah berfirman, atau berfirmanlah Allah.

     Bagaimanakah kita menyebutkan MAZMUR adalah  Firman Allah ?

Kata kerja adalah mempunyai arti dan konotasinya.

a)    Kata adalah bisa berarti sama dengan ( = ). Jika kita katakana : “Mazmur adalah Firman Allah”, maka hal itu berarti Mazmur sama dengan Firman Allah, dan atau Mazmur itu Firman Allah.

     Pengertian itu dapat menimbulkan kesulitan, karena kalimat : Allah berfirman, atau berfirmanlah Allah, jarang ditemukan di dalam Kitab Mazmur. 

b)   Kata adalah dapat berkonotasi menjadi. Jika kita menggunakan kata menjadi sebagai sinonim (atau konotasi) dari kata adalah, maka artinya sedikit berbeda dari butir 1 di atas. 

     Kata kerja menjadi menunjuk pada sebuah proses menjadi ada; yang tidak ada menjadi ada. yang tidak terdengar menjadi terdengar. Proses itu berlangsung dalam peristiwa / kejadian penting dari kehidupan seseorang atau sekelompok orang (bangsa). 

     Allah adalah (=) Roh yang tak bisa diinderai (dipikirkan akalbudi, diraba oleh tangan, didengar kuping, dikecap lidah, dan dilihat oleh mata) manusia. Akan tetapi manusia bisa menangkap getaran/gerakan (kekuatan) ilahi melalui berbagai kejadian alam maupun peristiwa sejarah. Melalui cara itu manusia meresapi (internalisasi) kehadiran-Nya, sekaligus menyimpulkan bahwa Allah itu nyata-nyata ada, kekuatan-Nya ada meski tak kelihatan. Inilah yang disebut perasaan keagamaan. Perasaan ini lahir karena  secara bathiniah manusia berjumpa dengan kondisi keselamatan dalam kejadian / peristiwa sejarah dan alami.

c)    Secara umum saya berpendapat, MAZMUR dituliskan berdasarkan pengalaman batin si penulis tentang pekerjaan Allah dalam peristiwa sejarah maupun alam (misa. : natural disaster – bencana alam).

3. BACAAN PERIKOP -> MAZMUR 66 : 1 – 5

     Pengajaran yang dijadwalkan Gereja untuk disampaikan dalam pertemuan Jemaat sebagai KELUARGA ALLAH adalah Mazmur 66 : 1 – 5. Pemahaman ini sama persis dengan pandangan Agama Israel tentang persekutuan orang percaya atau umat TUHAN {dalam sifat dan tugas fungsional ->Ibr. am JHWH; Yun. laou tou Theou, juga institusional -> Ibr. qahal; Yun. ekklesia, kuriake)}. 

     Untuk memudahkan pembaca menyusun sebuah pengajaran yang akan disampaikan dalam pertemuan ibadah KELUARGA ALLAH, maka saya akan menuliskan pokok pokok pengajaran ini :

3.1. Pengalaman iman penulis Mazmur 66.

Pemazmur memiliki segudang pengalaman sepanjang perjalanan hidupnya  bersama Allah. 

a.    Jika penulis mazmur ini adalah Raja Daud, maka kita dapat membaca seluruh pengalaman yang dijalaninya. Daud menuliskan perasaannya dalam mazmur-mazmur ini :

1)   Mazmur 52 : 1 – 2 -> pengalaman Daud ketika Doeg, orang Edom, datang memberitahukan kepada Saul, bahwa Daud telah sampai ke rumah Achimelek;  

2)   Mazmur 54 : 1 – 2 -> pengalaman Daud ketika orang Zifi datang mengatakan kepada Saul : Daud bersembunyi kepada kami”;

3)   Mazmur 56 : 1 – 2 -> pengalaman Daud ketika orang Filistin menangkap dia di Gat;

4)   Mazmur 57 : 1 – 2  -> pengalaman Daud ketika ia lari dari pada Saul, ke dalam Gua;

5)   Mazmur 59 : 1 – 2 -> pengalaman Daud ketika Saul menyuruh orang mengawasi rumahnya untuk membunuh  dia;

6)   Mazmur 62 : 1 – 13 -> pemahaman iman Daud yang dituliskan dalam bentuk mazmur pujian kepada Allah, karena pertolongan yang diberikan-Nya, sehingga perasaannya tenang menghadapi ancaman Saul.

b. Jika mazmur ini dituliskan seorang penulis yang tidak diketahui namanya (anonim), maka ia ingin menyusun mazmur nyanyian untuk memuji-muji Allah yang bekerja membebaskan orang dari kesusahan (simaklah ayat 13 – 25), sekaligus mengajak pembaca / pendengarnya memuliakan TUHAN Allahnya. 

3.2. Pekerjaan (Karya) Allah

a)     Ia mengubah laut menjadi tanah kering, dan orang-orang berjalan kaki menyeberang sungai” (Maz. 66 : 6). 

Kalimat ini merupakan tradisi lisan yang bercerita tentang Allah yang membelah sungai Yordan, sehingga Yoshua dan suku-suku Israel dapat menyeberanginya (tradisi dalam Kitab Yoshua psl. 3 -> Menyeberangi sungai Yordan, redaksi LAI ). Pemazmur menuliskan, bahwa pekerjaan itulah yang menjadi alasan bagi umat Israel untuk memuji-muji Allah mereka (bd. Maz. 66:8-12 -> Engkau telah membiarkan orang-orang melintasi kepala kami, kami telah menempuh air dan api; tetapi Engkau telah mengeluarkan kami sehingga bebas -> karya pembebasan).

b)    Karya ibadah ritual dilaksanakan sebagai ungkapan syukur berdasarkan pengalaman sejarah bangsa yang berjalan bersama Allahnya di masa lampau (Maz. 66 : 13 – 15). 

1. Karya ibadah ritual (liturgis) tidak dilakukan karena alasan-alasan ideal. Karya ibadah ritual (liturgis) itu adalah perupaan dari pemahaman iman yang lahir sepanjang perjalanan hidup bersama Allah di dalam sejarah umat Israel sebagai sebuah KELUARGA ALLAH di tengah bangsa-bangsa. 

2.  Karya ibadah ritual pun merupakan sikap dan pernyataan syukur yang terbuka di hadapan semua orang, termasuk bangsa-bangsa, serta bertujuan untuk memberitakan (fungsi kesaksian) apa saja yang baik yang dilakukan Allah. Melalui ritual (liturgi) penyembahan, umat mengundang semua orang untuk memuliakan Allah yang berkarya membebaskan dari kesusahan serta memberikan kemerdekaan ke atas kehidupan manusia (Maz. 66:16).

c)     Bagaimanaah sikap ibadah yang baik-benar dan yang berkenan kepada Allah ?

Menurut pemazmur 66, karya ibadah hidup yang baik-benar lahir dari ketulusan hati serta cinta kepada Allah dan sesama (Maz. 66 : 17 – 19).

Hal ini mengingatkan orang percaya tentang bagaimana sikap umat yang menyelenggarakan ibadah kepada Allah dan sesamanya :

1.  Nabi Yesaya yang menyampaikan firman Allah (Abad VII) di Yerusalem, sesudah masa pemerintahan Daud, mengatakan : “Bangsa ini datang mendekat kepada-Ku dengan mulutnya, dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan…” (Yes. 29:13).

Dengan sengaja nabi Yesaya membuka aib umat Allah. Memang mereka menyelenggarakan ibadah secara regular sesuai aturan-aturan Musa. Akan tetapi ibadahnya itu tidak disukai Allahnya, karena banyak perilaku ibadahnya di bidang pelayanan kemasyarakatan sangat buruk. Mereka hanya mencari-muka di hadapan Allah, supaya kelihatan suci. Munafik. Padahal mereka melanggar perintah-Nya, karena mengikuti pentafsiran dan suruhan alim ulamanya saja. Ibadah Israel dibenci Allah !

2.  Kecaman Yesaya dilanjutkan pula oleh Nabi Amos, se-zaman dengan Yesaya, ketika Allah menyuruhnya menyampaikan firman kepada orang-orang yang menyelenggarakan ibadah di bait Allah Kerajaan Israel-Utara, di Bethel. Katanya: “Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkan dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu Aku tidak mau dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air, dan kebenaran seperti sungan yang selalu mengalir. Apakah kamu mempersembahkan kepada-Ku korban ssembelihan dan korban sajian, selama empat puluh tahun di padang gurun, hai kaum Israel ?” (Amos 5 : 21 – 25). 

3.  Apakah bentuk karya ibadah yang dikehendaki Allah ?

     Ibadah adalah pekerjaan yang dilakukan seorang hamba kepada tuan (Tuhan)–nya. Pekerjaan itu meliputi 2 (dua) sifat : pertama, mencintai tuan (Tuhan)-nya, dan kedua, mencintai sesamanya. Dengan kata lain, pekerjaan ibadah itu perlu diperlihatkan melalui pelayanan rituan (fungsi liturgis) dan pelayanan kemasyarakatan (fungsi sosial). 

Secara tersirat maupun tersurat Rasul Yohanes menyimpulkan makna pekerjaan ibadah umat Allah sebagai berikut : 1). “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimana kasih Allah tetap di dalam dirinya ? Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran      (I Yoh. 3:17-18). 2). “Jikalau kita berkata : “Aku mengasihi Allah” dan ia membenci sasamanya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin ia mengasihi Allah yang tidak dilihatnya” (I Yoh. 4:20). 

Rasul Paulus menyimpulkannya begini : ”Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kol. 3:24); dan lagi katanya “Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur kepada Allah, Bapa kita” (Kol. 3 : 17).

4.   Achirul’kalam

Ibadah itu sempurna, jikalau kita lakukan bersama dalam keluarga. Ibadah secara terpisah dari persekutuan (Keluarga) tidak baik dan tidak benar. Allah menciptakan kita dalam keluarga. Bukan lagi seperti pada masa Adam dan Eva. Allah memakai perempuan sebagai rekan kerja, agar karya penciptaan manusia dapat dilanjutkan (prokreasi). Namun perlu diingat, penciptaan manusia melalu kelahiran (prokreasi) wajib dilakukan berdasarkan perintah Allah terkait kehidupan seksual yang sehat di dalam rumahtangga. 

Pengajar (Pelayan Firman) wajib menegaskan, bahwa ibadah ritual harus dilakukan bersama keluarga (juga dalam peng-arti-an : berjemaat), agar bertumbuh perasaan (self-counciusness) kebersamaan di antara anggota. Sementara ibadah dalam fungsi sosial dapat dilaksanakan secara terpisah, di tempat dan waktu yang berbeda sesuai fungsi sosial anggota keluarga. 

SELAMAT MENYUSUN PENGAJARAN !

Medan – Sumatera Utara
Senin, 31 Januari 2011

SALAM DAN DOAKU

Pdt. Arie A. R. Ihalauw

-----oooo000oooo-----

Sabtu, 29 Januari 2011

RANCNGAN PENGJARAN Minggu, 30 Januari 2011 - ANDALKAN TUHAN


RANCANGAN PENGAJARAN
IBADAH MINGGU, 30 JANUARI 2011
POKOK UTAMA

PEMELIHARAAN ALLAH

TUJUAN UTAMA

Pemeliharaan dan perlindungan diberikan     Allah secara cuma-cuma, karena manusia   adalah ciptaan-Nya

POKOK BAHASAN

MINGGU, 30 JANUARI 2011

MEMAHAMI DIRI DALAM BERBAGAI
PERISTIWA KEMALANGAN DAN KEMENANGAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Manusia perlu mengetahui dan mengerti,
bahwa TUHAN Allah selalu memelihara dan melindungi ciptaan-Nya

SUB – POKOK BAHASAN

MENYADARI DIRI DAN MENGENAL ALLAH
DALAM BERBAGAI PERISTIWA KONDISIONAL

TUJUAN PEMBELAJARAN

MINGGU, 30 JANUARI 2011

Pengajaran ini dituliskan dengan maksud dan tujuan, agar …

1.   Tiap orang percaya mengintrospeksi diri, ketika sedang berada di dalam kondisi terancam bahaya.

2.   Tiap orang percaya mengetahui dan mengerti, bahwa TUHAN Allah tidak pernah bertujuan mencelakai ciptaan-Nya.

3.   Tiap orang percaya mengubah perilku ibadah yang menciptakan bencana bagi diri sendiri.

4.   Tiap orang percaya perlu bersikap rendah hati dan mengasihi Allah serta sesama, ketika sedang berada di puncal kekuasaan.

A.   BELAJAR DARI KASUS

Belajar dari kasus-kasus yang terjadi dalam kehidupan keluarga, Gereja dan masyarakat, saya mengemukakan beberapa kasus supaya kita tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru tentang pemeliharaan (rovidensia) Allah. Saya berharap siapapun dapat menyimak kesaksian Alkitab sejalan dengan fenomena sosial yang sedang berkembang kini dan mendatang. 

A.1. Perubahan kondisi kejiwaan dan status sosial pribadi. Acapkali kita menyaksikan perubahan mendadak dialami banyak orang sepanjang sejarahnya. Dahulu ia seorang pegawai negeri, kemudian pensiun. Dahulu ia seorang berpunya, tiba-tiba jatuh miskin. Dahulu ia seorang penguasa, sekarang menjadi rakyat jelata. Dahulu ia seorang yang dihormati semua orang, kemudian ia lengser dan ditinggalkan orang-orang yang pernah dipimpinnya. Ia dilupakan dan ditinggalkan. Perubahan keadaan itu menimbulkan masalah kejiwaan yang mendalam. Jika tidak ditangani secara benar, orang itu semakin tergoncang bathinnya. Kemanakah manusia akan mencari pertolongan ?
 
A.2. Kadang peristiwa musibah alami (gempa bumi, tsunami, dan sejenisnya) mempengaruhi kondisi kejiwaan. Banyak di antara orang percaya bersungut-sungut kepada Allah, ketika sedang mengalami pendiritaan tidak disangka-sangka itu. Malahan ada yang cenderung menyalahkan Allah. Kemanakah manusia mencari pertolongan ?

A.3. Musibah kematian. Kematian merupakan sebuah kondisi alami yang tak mampu diatasi dan dihindari oleh siapapun. Manusia harus mati. Tak mungkin bisa menolaknya. Bagi orang yang meninggal tidak ada lagi masalah. Akan tetapi mereka yang ditinggalkan akan menjalani masalah baru. Jika musibah kematian terjadi mendadak, maka orang yang ditinggalkan akan mengalami goncangan bathin. Kebimbangan, kekuatiran dan akhirnya ketakutan selalu menghantui. Kemanakah manusia akan mencari pertolongan ?

A.4. Penderitaan yang dibuat sendiri. Apakah Allah penjadi tempat perlindungan yang menenangkan hati serta pikiran seorang Kristen yang menjadi pembunuh sesama, koruptor, perampok dengan kekerasan, suka berselingkuh / berzinah / berbuat cabul, suka memfitnah sesame, berdusta, sombong hati, pengkhianat, ambisius, murtad dan perilaku lain yang bertentangan dengan kehendak-Nya ? Jika demikian halnya, maka alangkah enaknya menjadi Kristen, sebab TUHAN-nya adalah penjahat ! 

       Oleh karena itu, kita perlu menafsir dan menyimak Mazmur 62 ini secara baik-benar. Sesungguhnya, apakah yang dimaksudkan oleh penulis : Allah menjadi tempat perlindungan. Jika kita salah menafsirkan, maka dampaknya dapat mendukung kejahatan yang dilakukan orang Kristen. Satu pertanyaan saja : apakah Yesus-Kristus, yang disembah sebagai Tuhan dan Allah, adalah pelindung bagi Gayus Tambunan ? Hati-hatilah, jangan sesat !

       Oleh karena itu, marilah kita menyimak pengalaman penulis Mazmur 62, supaya kita dapat mengkontekstualisasikan teologinya dalam kehidupan bersama warga jemaat dan masyarakat.

B.   MAZMUR 62

B.1. Mazmur – Mazmur dan Penulisnya 

a)    Kitab Mazmur digolongkan ke dalam sastra lama : puisi berbentuk sya’ir. Redaksi / editor kitab ini tidak diketahui namanya. Mereka (redaksi/editor) mengumpulkan mazmur-mazmur ini secara bertahap dalam masa pemerintahan Raja Daud dan selanjutnya.

b)   Dikarenakan Daud, Raja Israel, adalah seorang pemain kecapi serta senang mengarang mazmur, maka orang Israel cenderung menghubungkan Kitab Mazmur selaku hasil karya sang raja. Padahal tidak semua Mazmur dikarang oleh Daud, seperti :

§  Karangan Daud, Raja Israel -> Mazmur psl. 3–32, 34–41, 51–63, 68–69, 86, 101, 103, 108–110, 122, 124, 131, 133, 138–145.

§  Karangan orang yang tidak diketahui namanya (anonim) -> Maz. 33, 66, 67, 71, 91–100, 102, 104–107, 111–130, 132, 134–137, 146–150.

§  Karangan Bani Korah -> Mazmur psl 42–49, 84–85, 87–88 ,

§  Karangan Asaf -> Mazmur psl 50, 73–83,

§  Karangan Raja Salomo -> Maz. 72,

§  Karangan Ethan, orang Ezrahi -> Mazmur 89,

§  Karangan Musa -> Mazmur 90

Dari 150 buah puisi dalam Kitab Mazmur, Raja Daud mengarang sekitar 69 buah. Akan tetapi jumlah ini pun masih perlu ditelaah secara mendalam, karena ada indikator bahasa (kata) yang cukup signifikan menunjukkan, bahwa mazmur itu dituliskan kepada / untuk (Bhs. Ibr. Mizmor le-Dawid), sedangkan lainnya berasal dari Daud (Bhs Ibr. Mizmor min-Dawid –> bd. psl-psl 1, 14, 16, 18, 144, 145, dll). Ada pula yang diterjemahkan oleh LAI : Mazmur Daud. Seharusnya dalam naskah aslinya berbunyi : Mizmor le-Dawid (diterjemahkan secara harfiah : Mazmur untuk Daud -> bd. psl . 14, 15, dll). Jikalau kita ingin lebih mendalam dan mengetahui alasan-alasan penterjemahan, maka kita perlu melakukan studi khusus.

B.2. Kedudukan Mazmur dalam Kanon Alkitab Perjanjian Lama.

Kita kurang menemukan kalimat langsung (direct sentence) maupun firman yang langsung diucapkan oleh Allah dalam Kitab Mazmur. Yang kita temukan hanyalah kalimat tak langsung (indirect sentence), seperti: 

Maka berkatalah Ia (Tuhan -> dalam ayat 4b) kepada mereka dalam murka-Nya : “Akulah yang melantik raja-Ku, di Zion, gunung-Ku yang kudus !” … Ia berkata kepadaku : “Anak-Ku engkau ! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milikk pusakamu, dan ujung-ujung bumi menjadi kepunyaanmu…” (Maz. 2 : 5 – 8).
Ucapan yang tertulis pada Mazmur 2 : 5 - 8 menunjukkan, bahwa si penulis menyalin kembali kalimat langsung (direct sentence) yang difirmankan Allah ke dalam konteks pemberitaan {Jika ingin mengetahuinya lebih mendalam, anda wajib mengikuti pendidikan teologi bidang Bahasa Ibrani dan Perjanjian Lama, atau sekurang-kurangnya membaca karangan-karangan teolog Perjanjian Lama. Diharapkan para teolog Gereja (Pendeta) dapat menjelaskan kasus ini kepada Penatua-Diaken}. 

Berangkat dari penjelasan itu, maka seharusnya Kitab Mazmur digolongkan kepada tulisan-tulisan spiritual. Muncul pertanyaan : mengapa alim-ulama Israel (masa pra-Yesus) memasukkannya ke dalam kanon Kitab Suci Agama Israel, yang juga dijadikan Kanon Gereja-Gereja secara ekumenis ?

Sejarah Pengkanonan Kitab-Kitab dalam Kitab Suci Agama Israel (Perjanjian Lama). 

Sepanjang sejarah perkembangan Agama Israel sampai Abad I seb. Masehi, Israel belum menetapkan hukum agama mengenai kitab manakah yang dikategorikan “Firman Allah” (bacaan wajib) dan kitab-kitab apa saja yang disebut “bacaan spiritual” (bacaan pendukung). Oleh karena itu, muncul berbagai pentafsiran yang melahirkan aliran-aliran kepercayaan dalam Agama Israel (seperti : Yudaisme Sadukis, Yudaisme Parisi, dan Yudaisme Essenis). Gerakan / aliran kepercayaan ini menyatakan, bahwa ajarannya sungguh-sungguh mengandung kebenaran Allah, karena ditafsirkan berdasarkan ucapan-ucapan ilahi dalam Kitab-Kitab Musa dan Kitab-Kitab Nabi (keadaan yang sama berlaku juga dalam kekristenan sejak Abad I ses. Masehi sampai sekarang ini). Keadaan ini telah menciptakan kesalah pahaman luas di kalangan alim-ulama Agama Israel {simaklah perbedaan ajaran di antara pengikut aliran Saduki dan Parisi tentang kebangkitan orang mati, atau pentafsiran kaum Esseni tentang fungsi dan peran  Raja Mesiah dalam bidang pemerintahan sipil (makna politis) serta pemerintahan Bait Allah (makna religious)}.

Memperhatikan keadaan ini dan demi menjaga iman dan kemurnian ajaran Agama Israel, maka alim-ulama Israel bersidang di Kota Yamnia, pada Abad I seb. Masehi untuk menetapkan tulisan-tulisan manakah yang dikanonkan menjadi kesatuan kitab (menjadi ukuran) yang wajib dipakai dan diajarkan kepada umat Allah (bd. Ul. 6:6-9). Kanon tulisan-tulisan suci itu diberi nama : TA NACH (TAurat, NAvi’im dan CHatubim). Saya melihat kepentingan ini dalam kaitan dengan indoktrinisasi umat. Kanonisasi bertujuan memelihara kemurnian ajaran untuk maksud-maksud pemberitaan, pengajaran dan penggembalaan. 

Mazmur dan Kanon Kitab Suci Agama Israel (TA-NA-CH) dan Kanon Alkitab menurut Sidang Sinode Ekumenis (Konsili) tahun 325 Masehi di Nicea

Mazmur merupakan tulisan-tulisan yang berisikan carita-cerita bersejarah yang bersumber pada pengalaman seseorang (Raja Daud, Raja Salomo, Musa – hamba TUHAN, Asaf, dan Ethan – orang Ezrahi) atau sekelompok orang (Bani Korah, Bani Asaf). Maksudnya, pengalaman itu dilalui bersama TUHAN, Allah Israel, sepanjang perjalanan peristiwa-peristiwa kehidupan. Dalamnya si penulis menikmati pemeliharaan (providensia) Allah. Pengalaman bersama Allah itu dituliskan sebagai kesaksian, yang bertujuan mendidik dan meyakinkan umat Israel tentang TUHAN Allah Abraham, Ishak dan Yakub, yang senantiasa bekerja menolong umat-Nya. Dengan cara demikian anggota-anggota umat Israel pun dipersatukan dan dipersekutukan ke dalam pengalaman yang sama, sekalipun pada situasi peristiwa bersejarah yang berbeda. Jadi, melalui mazmur-mazmur semua orang Israel dapat mengetahui, menghayati dan mengakui : TUHAN itu satu-satunya Allah bagi Israel, sebab Dia-lah Pencipta dan Juruselamat mereka. Dia masih bekerja melakukan penyelamatan terhadap Israel dan semua bangsa-bangsa sejak dahulu sampai selama-lamanya (simaklah teologi nabi-nabi, khususnya Yesaya -> bd. Yes. 45). Bertolak dari pemahaman ini, pada Abad I alim-ulama Israel bersidang dan menetapkan tulisan-tulisan Mazmur dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci Agama Israel (Perjanjian Lama), yang berlaku sampai akhir zaman.  Kanon itulah yang diterima juga dalam Sidang Sinode Ekumenis (konsili) tahun 325 Masehi di Nicea. Sejak saat itu (Abad I seb. Masehi dan Tahun 325 Masehi kanon Alkitab dinyatakan tertutup untuk tidak ditambahkan). Hal ini bergema dalam tulisan Rasul Yohanes : 

Jika seorang menambahkan sesuatu ke dalam perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan kitab ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis dalam kitab ini  (Why. 22:18b-19).
       Tulisan Rasul Yohanes bermakna :

1. Secara eksplisit Wahyu yang dituliskan berdasarkan pengilhaman Roh Allah tidak boleh diubah (ditambahkan maupun dikurangi) oleh siapapun yang hidup sesudah rasul-rasul.

2.  Gereja menggunakan pernyataan rasul Yohanes untuk menegaskan sikap imannya terhadap karya Allah yang diberitakan dalam Alkitab Perjanjian Lama (APB) dan Alkitab Perjanjian Baru (APB). Kitab-Kitab yang dikanonkan itu diilhami oleh Roh Allah (bd. II Tim. 3:16-17; II Pet. 1:20-21); oleh karena itu, tidak boleh seorangpun melakukan perubahan (penambahan dan pengurangan) dari kanon Kitab Suci Kristen yang telah ditetapkan pada tahun 325 Masehi dalam Sidang Sinode Ekumenis di Kota Nicea. 

       Catatan khusus terkait KANON KITAB SUCI KRISTEN (APL - APB) :

a. Oleh beberapa pakar biblika, pernyataan diragukan berasal dari tangan Rasul  Yohanes. Mereka berasumsi, bahwa Wahyu 22 : 18 – 20 merupakan sisipan yang dimasukkan sebagai penutup untuk mempertegas sikap melawan gerakan aliran sesat di dalam Gereja sehubungan dengan pengkanonan APB dan APL (bandingkan kanon yang disusun Marcion, seorang Presbiter di Kota Roma. Ia tidak memasukkan APL dan beberapa tulisan-tulisan dalam APB, seperti Injil Matius, karena berbau yahudiisme).

b.  Kanon Alkitab (APL – APB) merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan terpilahkan, saling mendukung. Tidak dapat ditambah dan dikurangi. Melalui cara ini Gereja menolak tulisan-tulisan lain (tulisan-tulisan rohani, red) yang tidak mendukung pemberitaan dan pengajaran Gereja. 

c.  Sikap Gereja Reformasi dan Sikap Gereja Katolik. Berbeda dari katolisisme, Gereja-Gereja Reformasi hanya mengakui 66 kitab yang dikanonkan sejak tahun 325 sampai hari ini. Sementara Gereja Katolik, meskipun menerima dan mengakuinya, namun memasukkan beberapa tulisan-tulisan rohani lainnya, yang disebut : Deuterokanonika (Kanon yang Kedua). Terletak di antara APL dan APB, seperti Kitab Makabe, dll. 

C. GAGASAN TEOLOGI DALAM KITAB MAZMUR 

     Banyak dan beragam gagasan teologi yang dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan pemazmur. Hal itu berhubungan dengan peristiwa/kejadian sejarah yang dialami penulisnya. Oleh karena itu, jika saya hanya mengemukakan beberapa gagasan, bukan berarti tidak ada gagasan lain yang tersurat maupun tersirat di sana. Siapapun dapat melakukannya asalkan sesuai dengan pakem eksegese yang baik-benar.

C.1. Keselamatan

a)  Sesuai tradisi Agama Israel, pemazmur mengemukakan bahwa penyelamatan / pembebasan manusia dari penderitaan yang dikarenakan perbuatan berdosa (Maz. 51), hanya dilakukan oleh TUHAN Allah semata-mata. Pemazmur melukiskan-Nya dalam pujian : “Terpujilah Tuhan ! Hari demi hari Ia menanggung bagi kita; Allah adalah keselamatan kita. Allah bagi kita adalah Allah yang menyelamatkan, ALLAH, Tuhanku, memberi keluputan dari maut” (Maz. 68:20-21). 

b)  Oleh karena itu, pemazmur menyatakan TUHAN adalah Raja Israel (Maz. 97, 99). Ia menciptakan sejarah. Ia bekerja membebaskan umat-Nya dalam sejarah bangsa-bangsa (Maz. 105)

c)  Pembebasan/penyelamatan itu dikerjakan oleh Allah, ketika Ia menciptakan alam semesta (Maz. 104). 

d)  Pennyelamatan/pembebasan itu dilakukan Allah, sepanjang sejarah eksodus dari Mesir (Maz. 77:16-20; 78; 114; bd. Maz. 107). 

C.2. Kehidupan Manusia

a). Manusia adalah ciptaan Allah (Maz. 8). Ia memiliki keterbatasan dalam berbagai kondisi : usia (Maz. 90:10), pisiknya pun terbatas (Maz. 71). Kondisi seperti itu menyebabkan manusia tidak mampu menghadapi dan mengatasi masalah kehidupan secara pribadi maupun secara berkelompok. 

b). Manusia, karena alasan kondisional (situasional) telah berlaku bobrok / berdosa. Ia berpikir dan bertindak tidak sesuai kehendak Penciptanya (Maz. 14:1-3; bd. 51, 54, 106). Akhirnya manusia dihukum oleh Allah (bd. Maz. 53, 64). Penderitaan pisik maupun psikis dipahami sebagai akibat dari perbuatan manusia yang berlaku fasik. 

C.3. Pemeliharaan Allah

a)  Dari pemahaman tentang pembebasan/penyelamatan, pemazmur memahami dan mengakui TUHAN, Allah Israel, sebagai Penolong dan Penjaga umat-Nya (Maz. 121). Ia dilukiskan bagaikan Gembala yang yang menuntun kawanan domba (Maz. 23). 

b)  Ia menolong orang-orang yang ditindas dan memikul kesengsaraan karena rancangan jahat sesama. Malahan sekalipun ditinggalkan mati, TUHAN Allah memelihara umat (Maz. 68:6-7).

c). Semua sebutan / julukan kepada Allah, seperti : Gunung Batu, Kota Benteng, Gembala dan lain-lain menunjukkan pemahaman iman pemazmur tentang pemeliharaan Allah. 

C.4. Kekuasaan dan Penguasa

`a)  Menurut pemazmur, Israel adalah milik Allah. Dia-lah penguasa tunggal. Bukan raja. Dialah yang memanggil dan mengutus seseorang sebagai wakilnya untuk memerintahi umat-Nya. 

b)   Raja bukanlah pemilik umat / rakyat. Raja mewakili Allah untuk menyelenggarakan pemeliharaan atas umat melalui penatalayanan pemerintahan. Pilihan dan pengangkatan seseorang menjadi raja (Maz. 2:7; bd. 132:11-12). Status istimewa selaku “anak Allah” bukanlah menjadi jaminan, bahwa raja dapat bertindak sesuka hati dalam menyelenggarakan pemerintahan. Status itu dapat diambil seketika, jika raja tidak mengerjakan pekerjaannya sesuai aturan yang diberikan Allah (Maz. 132:12; bd. 119). Pemahaman ini patut dipertahankan dalam penyelenggaraan pemerintahan Gereja kita

C.5. Kesengsaraan dan  Penderitaan

a)   Kesengsaraan dan penderitaan itu bukan berasal dari Allah. Pemazmur menegaskan, bahwa kesengsaran dan penderitaan itu lahir dari kefasikan (berpikir, bertutur dan bertindak) manusia. Hati nurani yang jahat dan pikiran yang kotor mendorong manusia merancangkan kejahatan atas kehidupan sesamanya.

b)   Kesengsaraan dan penderitaan itu disebabkan perilaku sosial seseorang dalam masyarakat. Perbuatan jahat akan menerima akibat/resiko, sedangkan orang yang berperilaku baik akan diberkati.

c)   Kesengsaraan dan penderitaan karena kematian bukan bersumber dari Allah. Akan tetapi kematian merupakan sebuah fenomena kehidupan (biologis/alami) yang dijalani siapapun. Manusia lahir, bertumbuh dewasa dan menjadi tua. Kekuatannya semakin berkurang, karena digerogoti penyakit dan usia. Akhirnya manusia akan meninggalkan dunia. Itu bukan masalah. Itu hukum alam yang melekat erat pada tubuh manusia. Persoalannya  bagaimanakah manusia menghadapi kematian dan, atau, bagaimanakah orang-orang yang ditinggalkan menjalankan kehidupannya tanpa orang yang diharapkan. Pemazmur menyatakan : “Allah menjadi Bapa bagi anak yatim piatu dan Pelindung bagi para janda. Ia memberi tempat tinggal kepada orang-orang sebatangkara. Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga mereka berbahagia, tetapi pemberontak-pemberontak di tanah yang gundul” (Maz. 68:6-7).

          Catatan :
kita mesti hati hati menafsirkan kata benda “tahanan”. Ingatlah, bahwa ada orang yang dipenjarakan karena melakukan kehendak TUHAN. Ada juga yang dipenjarakan karena melakukan kejahatan.  TUHAN pasti membebaskan orang-orang yang dibui, karena melakukan kehendak-Nya. Tetapi orang-orang yang jahat akan menerima hukuman sesuai perbuatannya. 

Hal ini diingatkan, supaya kita tidak terkecoh ketika menilai KASUS GAYUS TAMBUNAN dan orang-orang lain yang melakukan kejahatan yang bertentangan dengan firman Allah

d)   Kebahagiaan bukan ditemukan dalam banyaknya jumlah harta benda yang dimiliki. Kebahagiaan itu hanya dialami siapapun, jikalau ia melakukan Hukum Taurat (Maz. 119). Jika seorang suami mempraktikkan firman Allah (Hukum Taurat) dalam kehidupan keluarganya, ia pasti berbahagia (Maz. 127-128). Jika seorang pekerja bekerja sambil percaya kepada TUHAN, ia akan berbahagia (maz. 128:5-6). Siapapun yang mau menikmati kebahagiaan, biarlah ia :merenungkan Taurat TUHAN siang dan malam” (Maz. 1). 

      Jadi, kebahagiaan itu hanya dinikmati siapapun yang selalu membangun dan memelihara hubungan baik dengan Allah (makna ibadah menurut pemazmur). Allah pasti akan membuatnya berhasil dalam segala pekerjaan. Hidup manusia terletak dalam tangan Allah (Maz. 31:16; 104:27-28). Oleh karena itu, umat perlu menyerahkan hidup ke dalam tangan Allah, agar Ia memelihara (Maz. 31:6), sambil melakukan yang baik dan jangan yang jahat.

C.6. Fungsi Mazmur dalam Ibadah (bd. Efs. 5:18-19; Kol. 3:16)

a). Mazmur memilik fungsi pemberitaan dan pengajaran. Bukan karena bunyi-bunyiannya teratur dan indah, bukan karena harmoni notasinya; melainkan karena inti berita yang dilafaskan. Ia, mazmur, menceritakan pekerjaan Allah (Maz. 66:5). Mazmur berfungsi mendukung firman TUHAN yang diberitakan.

b).  Mazmur memiliki fungsi penghiburan dan pengucapan syukur. Sesuai sifat aslinya yang termaktub dalam Kitab Mazmur, maka tiap-tiap mazmur mempunyai sifat-sifatnya. Di samping berfungsi sebagai sarana pemberitaan dan pengajaran, ia juga dipakai untuk menguatkan / menghibur orang yang sedang dirudung masalah. Ia memberikan kesaksian tentang karya Allah yang menyelamatkan orang percaya. 

      Pembebasan itu dinikmati oleh setiap orang percaya yang melakukan kebajikan, Allah memberkatinya. Oleh karena itu, ia wajib mengucap syukur kepada-Nya, bukan hanya melalui pemberian korban persembahan, tetapi juga melalui nyanyian-nyanyian dan mazmur (bd. Efs. 5:18-19; Kol. 3:16)

c).  Mazmur sebagai Nyanyian Gereja. Dahulu, sekitar era 50 – 60an, Gereja memiliki buku nyanyian yang disebut MAZMUR DAN TAHLIL.  Di dalam Kitab Nyanyian Gereja itu dimuat mazmur-mazmur yang digubah dengan memakai notasi balok. Disadur dalam bahasa yang komunikatif. Dinyanyikan oleh seluruh Jemaat Kristen di Indonesia, termasuk Jemaat-Jemaat GPI (GMIM, GPM, GMIT GPIB, dan lain-lain). Akan tetapi sejalan perkembangan zaman, mazmur-mazmur itu telah ditinggalkan, padahal seharusnya dilestarikan dan terus dinyanyikan dalam ibadah-ibadah jemaat. Mudah-mudahan di waktu mendatang, kita menghidupkan tradisi menyanyikan MAZMUR sesuai Tahun Liturgis. Semoga !

D.  PEMAHAMAN TEOLOGI DAN APLIKASI DARI MAZMUR 62

Jika hanya menyimak perikop bacaan Minggu, 30 Januari 2011 (Maz. 62:1-5), maka kita akan membuat kesalahan dalam pengajaran (pemberitaan) firman pada Hari Minggu. Hal itu dikarenakan munculnya pemahaman seolah-olah Allah menjadi tempat perlindungan bagi orang percaya, tanpa membedakan kefasikan yang dilakukannya. Oleh karena itu, saya menganjurkan kita HARUS menyimak seluruh ayat dari Mazmur 62, barulah kita dapat mengajarkan kbenaran firman Allah sesuai kesaksian pemazmur.

D.1. Tidak semua orang percaya / Kristen dilindungi oleh Allah

       Dasar pemahamannya terletak pada ayat 13b (… sebab Engkau membalas setiap orang menurut perbuatannya).

       Di dalam kehidupan persekutuan Jemaat selaku KELUARGA ALLAH, terdapat 2 (dua) jenis manusia : orang benar dan orang fasik. Ada orang percaya yang berbuat fasik dan ada orang percaya yang melakukan firman TUHAN. Ada orang percaya yang rajin beribadah tetapi berbuat jahat. Ada orang percaya yang tidak berbuat jahat, tetapi malas beribadah. Kedua jenis orang percaya seperti itu dapat dikategorikan dengan memakai nubuat nabi : “Mereka ini datang mendekat dengan bibir mulutnya, tetapi hatinya jauh dari pada-Ku”. Inilah orang fasik. Perbuatan orang fasik di dalam Jemaat sebagai KELUARGA ALLAH nyata-nyata melanggar kekudusan Allah. Mereka pandai menghafal ayat-ayat Alkitab, tetapi menggunakannya untuk menghakimi orang lain. Mereka merancangkan kejahatan atas sesamanya (Maz. 62:5a). TUHAN tidak berkenan kepada orang-orang seperti itu.

       Jadi pemahaman kita perlu diubah. Tidak semua orang percaya / Kristen dilindungi oleh Allah. Dan sekalipun mereka mencari perlindungan (keselamatan) pada hari kemalangan, TUHAN tidak akan melindunginya. Sebab Allah tidak berkenan akan perbuatannya yang fasik (bd. Yer. 7:3-15). TUHAN Allah tidak melindungi orang percaya / Kristen yang berbuat jahat. Sebab jika kita katakana : TUHAN melindungi semua orang yang berseru kepadanya, maka bagaimanakah pendapat anda tentang GAYUS TAMBUNAN dan orang Kristen yang sama sepertinya (bd.Mat.7:21) ? Jangan membenarkan diri dengan membelokkan firman TUHAN. Sebab Dia akan menganggap bersalah orang-orang yang berpikir dan bertutur demikian !

       Pengalaman Pribadi Musa dan Raja Daud.

a). Saya mengutip cerita tentang Musa, ketika ia memimpin Israel di padang gurun. Meskipun Musa disebut hamba TUHAN, bukan berarti ia tidak dihukum ketika melakukan kesalahan. TUHAN menghukum Musa, karena ia tidak taat melaksanakan perintah-Nya. Ia tidak boleh memasuki tanah Kanaan. Ia hanya memandang Kanaan dari Bukit Nebo (di Yordania).

b). Konteks I. Mazmur 62 ini ditulis oleh Raja Daud (menurut terjemahan LAI). Bukan berarti Daud tidak bermasalah. Dan juga bukan berarti Allah tidak mempermasalahkan dosanya. Daud adalah manusia bermasalah. Masalahnya diceritakan dalam Kitab Raa-Raja dan Tawarikh. Nabi Nathan datang menegor, karena Daud menzinahi Bat-sheba (II Sam. 11-12), isteri panglima perang, Uria. Anak yang dikandung oleh Bat-sheba mati dalam usia dini. Sesudah itu barulah lahir Jedijah (atau Salomo). 

     Daud, atas permohonan Bat-sheba, berencana menjadikan Salomo sebagai Raja Israel. Namun rencana itu mengalami tantangan, karena Adonia, anak Daud dan Hagit, memberontak melawan sang ayah (I Raj. 1). Pemberontakan yang sama juga dilaksanakan oleh Absalom, anak Daud, yang cakap dan pandai (II Sam. 15). Pemberontakan itu adalah peristiwa sosio-politik dalam negeri. Akan tetapi kita perlu membacanya secara teologis, bahwa kondisi seperti itu muncul dikarenakan oleh sikap/perbuatan Daud berhubungan dengan suksesi pemerintahan. 

     Allah tidak berpihak kepada Daud, karena kesalahan yang dibuatnya. Allah berniat mendidik Daud, supaya Dia bertobat (bd. Maz. 51). Barulah kerajaan dikembalikan kepadanya. Jika Daud tetap berkanjang dalam dosa, Allah tidak melindunginya. 

c). Konteks II. Mazmur 62 ini berada dalam rentetan mazmur-mazmur ratapan Daud, ketika ia telah diurapi Samuel dan sedang menghadapi ancaman Saul maupun yang lain (Maz. 52:1; 54:1; 56:1; 57:1; 59:1). Daud merasakan tekanan psikologis yang berat, karena ia mengemban tugas yang disuruh dan diangkat Allah menjadi raja Israel. Kehidupannya terancam. Tidak seorangpun dapat dipercaya (Maz. 62:10-11; simak Maz. 52:1; 54:1; 56:1; 57:1; 59:1). Pada saat itu, Daud menyadari bahwa kehidupannya hanya dapat diselamatkan Allah, jika Ia berharap dan percaya (Maz. 62 : 6-9). Keyakinan inilah yang membuat Daud selamat serta memiliki semangat juang luar biasa, sekalipun sedang terancam.

D.2. Aplikasi dalam Kehidupan Keseharian

a)  Terkait Konteks I. Jangan ada seorang Kristen pun yang berpikir, bahwa Allah melindungi orang fasik dalam Jemaat. Sama seperti Dia menghukum Musa dan Daud, karena dosa yang dilakukannya, demikianlah Allah pasti akan menghukum warga dan pejabat Gereja yang fasik. Tanpa terkecuali. 

b). Terkait Konteks II. Belajar dari pengalaman Raja Daud, kita diingatkan untuk tidak menghakimi dan, atau, membalaskan sakit hati dengan cara-cara kejahatan yang dirancangkan maupun yang dibuat oleh orang lain. TUHAN tidak menghendaki hal itu. Belajarlah dari sikap daud kepada Saul. Ketika ia menemukan Saul kelelahan dan tertidur di bukit Hakila, banyak pengikut mendorongnya untuk membantai sang raja. Daud tidak melakukannya. Ia berkata : “Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi TUHAN dan bebas dari hukuman ? Demi TUHAN yang hidup, niscaya TUHAN akan membunuh dia, entah karena sampai ajalnya dan ia mati, entah karena ia pergi berperang dan hilang lenyap di sana. Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah orang yang diurapi TUHAN” (I Sam. 26:11). 

     Hal yang sama pula dilakukan Daud, ketika Absalom, anaknya, melakukan kudeta, dan Daud melarikan diri dari istana kerajaan. Akhirnya Absalom wafat. (II Sam. 18, khususnya ayat 5)

Oleh karena itu, marilah kita jangan saling menghakimi, tetapi berilah kesempatan kepada Allah untuk menghukum siapapun menurut perbuatannya (bd. Maz. 62:13).

D.3.  Seruan Untuk Berharap dan Percaya kepada Allah, meskipun diperlakukan secara tidak adil maupun dijahatin sesama.
 
a). Situasi kondisi yang dialami Daud, sekalipun berbeda bentuknya, sedang dan akan dialami orang percaya / Kristen. Sama seperti Daud dipanggil, diurapi dan dikhususkan Allah untuk melakukan pekerjaan-Nya, demikianpun Gereja dan warganya. Dan sama seperti kehidupan Daud terancam bahaya karena setia dan taat melaksanakan perintah TUHAN, kita juga akan menjalaninya. 

     Malahan Rasul Petrus, karena menghayati penderitaan Yesus-Kristus, ia menuliskan : “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran demikian” (I Pet. 4:1). Nasihat Petrus bertujuan mengingatkan kita, bahwa segala situasi dan perlakuan yang dialami Yesus-Kristus sebagai utusan Allah, so pasti akan dialami Pejabat dan warga Gereja selaku utusan Kristus.

     Lalu bagaimanakah sikap kita jika menghadapi situasi dan perlakuan orang yang membenci kekristenan ? Rasul Petrus melanjutkan : “Mereka harus member pertangungjawaban kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati” (I Pet. 4:5). Itu berarti orang-orang yang menganiaya utusan Kristus tidak akan bebas dari pengadilan Allah, sekalipun mereka telah mati. Apalagi yang dapat dikatakan tentang pembenci dan pendendam yang masih hidup, jika yang sudah mati saja diadili-Nya ? (bd. Maz. 62:13; I Pet. 3:12). Sebab pembalasan (perihal menghakimi) bukanlah urusan kita, tetapi hak Allah (bd. Ibr.10:30; Rom. 12:19).

b). Harapan dan kepercayaan kepada Allah dalam situasi terancam. Ada 2 (dua) pernyataan yang bisa memberikan penghiburan bagi Pejabat dan Warga Gereja yang sedang menghadapi ancaman.

1.   Pernyataan Tuhan Yesus : Aku menyertai engkau sampai akhir zaman (Mat. 28:20). Ucapan itu disampaikan Yesus, ketika ia mengutus setiap orang percaya untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Malahan Dia sendiri berdoa kepada Bapa, agar melindungi umat-Nya dari kejahatan (bd. Yoh. 14:15).

2.   Rasul Petrus menuliskan : “Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan MELENGKAPI, MENEGUHKAN, MNGUATKAN dan MENGOHOHKAN kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya” (I Pet. 5 : 10). Pernyataan itu bermakna, Allah senantiasa memberikan Roh-Nya untuk menolong Pejabat dan Warga Gereja yang menghadapi penderitaan, karena kebencian orang lain kepada Kristus.

3.   Musa, ketika menghadapi kesulitan memimpin Israel dari kejaran tentara firaun berkata : “Jangan takut ! Berdirilah teta dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang diberikan-Nya hari ini kepadamu, sebab orang Mesir (red. penderitaan) yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja” (Kel. 14:13-14).

4.   Mengakhiri rancangan pengajaran ini, saya teringat akan nasihat Rasul Paulus : “Apakah yang harus kita takutkan, jika Kristus di pihak kita ?” Karena itu, marilah kita melakukan suruhan Kristus, sambil menyongsong kedatangan-Nya kembali.

SELAMAT MENYUSUN PENGAJARAN !

Medan, 29 Januari 2011

Salam dan doa :

PDT. ARIE A. R. IHALAUW