Senin, 22 Agustus 2011

PERSAINGAN KELOMPOK DI DALAM JEMAAT


Pengajaran Ke – 9

GEREJA
PERSAINGAN ANTAR KELOMPOK
DI DALAMNYA

Sebuah pengkajian (analisa) dan pengujian (evaluasi) terhadap gagasan berpikir yang berkembang dalam Gereja, sejak saya menjadi Vicaris dan Pendeta GPIB mulai dari tahun 1982 sampai sekarang ini

BACAAN ALKITAB
SURAT PAULUS KEPADA JEMAAT DI PILIPI

Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita.”
(1 : 15 – 18)

OLEH
PDT. ARIE A. R. IHALAUW

1.      PENDAHULUAN

Ada 2 (dua) ilustrasi Alkitab yang dipakai untuk menggambarkan persekutuan orang percaya, yang disebut  Gereja, yakni : TUBUH KRISTUS dan KELUARGA ALLAH. Di antara keduanya orang kristen cenderung menggunakan ilustrasi TUBUH KRISTUS ketimbang KELUARGA ALLAH. Melalui banyak diskusi dalam Pembinaan Warga Gereja (PWG) maupun Pembinaan Pejabat Gereja (PPG), saya mendapat kesan : TUBUH KRISTUS menjadi topik diskusi paling digemari, meskipun kurang dipahami oleh sebagian besar warga dan pejabat GPIB. Mereka cenderung membincangkannya terkait dengan “Yesus Kristus yang hidup”, bukan “Yesus Kristus yang diorganisasikan”.

2.   PERBEDAAN KONSEP

a). YESUS–KRISTUS–YANG–HIDUP.

Terminologi ini saya pakai untuk menyebutkan teologi yang bertumbuh di kalangan Warga Gereja (WG), jika kita mendiskusikan TUBUH KRISTUS. Sebahagian besar WG yang menjadi Presbiter memakai gambaran tersebut untuk menunjuk pada karya Kristus-Yesus semasa hidup-Nya. Landasan alkitabiah yang dipakai : “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.” (1 Kor. 11:26). Dengan kata lain, Warga dan Pejabat Gereja (non-teologi) mendiskusikan tugas Gereja untuk memberitakan Kristus yang tersalib.

b).  YESUS–KRISTUS–YANG–DIORGANISASIKAN.

      Pada sisi lain, teolog Gereja (Pendeta) memakai istilah TUBUH KRISTUS ini terkait Pembangunan Jemaat (Perupaan TUBUH KRISTUS ke dalam bentuk Fungsi-Sistem Organisasi Gereja). Namun demikian, di antara Teolog Gerejapun masih muncul kekurangpahaman tentang TUBUH KRISTUS sebagai Organisasi. Saya menemukan beberapa kelompok dalam Gereja yang kelihatannya tidak berbeda pemahaman, tetapi jika kita sungguh-sungguh menguraikannya akan ditemukan tajamnya perbedaan :

·         KAUM KONSERVATIF. Ada sekelompok Pendeta yang memahaminya (TUBUH KRISTUS) sebagai “alat, sarana mati” yang tidak dapat berobah. Pandangan ini bersifat tradisional (konvensional). Artinya, mereka lebih menekankan “kesakralan” (pengkultusan) Gereja sebagai TUBUH KRISTUS, yang tidak dapat diubah. Sesunggunya, pandangan ini merupakan percampuran antara pemahaman teologi Warga Gereja dengan pemahaman para praktisi teolog (Pendeta). Teolog (Pendeta) seperti ini akan menderita penyakit alergi, jika ajaran tentang Gereja dipertanyakan atau dipersoalkan serta bersifat reaksional terhadap pembaharuan yang terjadi dalam fungsi-sistem-organisasi Gereja selaku TUBUH KRISTUS. Mereka menerima dan melanjutkan TRADISI GEREJA tanpa kompromi. Acapkali kelompok ini melakukan pembelaan terhadap TRADISI GEREJA tanpa memikirkan perubahan dan perkembangan konteks misional yang sedang dihadapi Gereja. Kelompok ini cukup banyak dalam Gereja. Jika kita menyimak sejarah hidup Yesus, maka kita dapat mengelompokkan orang-orang ini ke dalam kelompok Ahli Taurat, orang Parisi dan orang Saduki.

·         KELOMPOK PROGRESIF – LIBERAL. Saya belum mendapat istilah yang tepat untuk menyebut kelompok ini. Berseberangan dengan KAUM KONSERVATIF ada pula yang PROGRESIF. Kelompok ini memperhatikan perubahan dan perkembangan konteks sosial budaya yang dihadapi Gereja, ketika menjalankan pekerjaan-pekerjaan Kristus.  Mereka meneliti (to research), mengkaji (to analyze), menguji (to evaluate) dan mengkritisi (to criticize) segala bentuk pekerjaan yang dihasil Gereja sepanjang melaksanakan pekerjaan Kristus. Kadang-kadang mereka mengambil posisi berhadap-hadapan, karena kurang mengetahui dan memahami pergumulan Gereja. Kelompok ini sangat sedikit dalam Gereja.

·         KELOMPOK OPORTUNIS. Kelompok ini bersikap “penting aman (pa-man)” atau “cari-selamat (ca-mat)”. Mereka bersikap “wait and see”, sejauh kepentingan dan kebutuhannya tidak terganggu dan diganggu. Merekapun memiliki gagasan teologi, tetapi hal itu dilakukannya untuk kepentingan sendiri demu memuaskan kebutuhan dan menjaga kedudukannya. Jika kepentingan / kebutuhannya terusik, maka mereka berteologi. Umumnya, kadang-kadang mereka hadir di tengah sebuah gerakan, jikalau menguntungkan diri sendiri. Keberadaan kelompok ini paling banyak pengikutnya di dalam Gereja. Jika kita menyimak sejarah hidup Yesus, maka kita dapat mengelompokkan orang-orang ini ke dalam kelompok Pilatus dan Herodes.  

·         KELOMPOK SURVIVAL. Mereka bukan bersifat / bersikap konservatif, bukan oportunis, bukan pula progresif – liberal. Saya suka menyebut kelompok survival ini dengan istilah orang-orang setia. Di dalam tradisi Alkitab Perjanjian Lama, kelompok ini berdiam di dalam masyarakat . Mereka mempelajari tradisi-tradisi suci, serta melakukan reinterpretasi (menafsirkan ulang) dan reformulasi (merumuskan kembali) tradisi-tradisi suci itu ke dalam konteks sosial budaya yang sedang berkembang. Mereka membantu umat untuk memahami panggilan dan pengutusan Allah sesuai tradisi-tradisi leluhur, sehingga umat dapat mengerti --- menghayati --- dan mengerjakan suruhan Allah dalam konteks bermasyarakat. Kelompok orang-orang setia ini sangat memegang prinsip-prinsip tradisi suci. Mereka tidak memaksakan gagasan-gagasannya, tetapi iklas berbagi. Orang-orang setia ini selalu ada dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan umat. Berperan sebagai nabi yang menyuarakan firman, ketika pemimpin dan umat sedang tidak melaksanakan kehendak Allah. Mereka tidak tertarik oleh hal-hal duniawi, lebih cenderung menjadi sumber inspirasi dari sebuah gerakan perubahan dan pmbaharuan. Keberadaan kelompok ini sedikit jumlahnya di dalam Gereja.

GEREJA DAN KELOMPOK-KELOMPOK DI DALAMNYA.

Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Gereja sejak Yesus-Kristus dimuliakan dan  Rohkudus dikaruniakan ke atas orang-orang percaya (Pentakosta) penuh dengan gerakan-gerakan perubahan dan pembaharuan yang didorong oleh pengembangan gagasan-gagasan teologi. Simaklah bagaimana sikap Paulus terhadap Apolos yang menginjil di Korintus. Apolos adalah seorang lulusan teologi Alexandria, sedangkan Paulus adalah mantan murid Gamalien, Guru Besar aliran Parisi. Paulus bereaksi keras terhadap perkembangan Jemaat Korintus yang berlangsung karena kedatangan Apolos. Demi menjaga keutuhan dan kesatuan persekutuan Jemaat Korintus, Paulus menasihati Jemaat yang diinjilinya : Jadi, apakah Apolos ? Apakah Paulus ? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.(1 Kor. 3 : 5 – 8). Jadi demi menjaga keutuhan dan persekutuan itu, Paulus menetralisir perselisihan tentang keunggulan gagasan teologi di dalam Jemaat Korintus (bd. I Kor. 3:4 -> “Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?”)

Keadaan itu terjadi kembali dalam sejarah Gereja Abad Pertengahan (Abad 15), ketika Gereja Roma Katolik menghukum Dr. Marthin Luther karena pandangan dan ajaran teologinya. Terjadilah Skisma II, setelah Skisma I antara Gereja Katolik Roma dan Gereja-Gereja Timur (Katolik – Ortodoks). Belajar dari pengalaman seperti itu, GPIB perlu memiliki pandangan dan sikap teologis yang tegas tapi lugas. Untuk maksud dan tujuan ini, GPIB perlu meningkatkan fungsi Pengajaran dan Penggembalaan.

1.   PENGAJARAN (Didache), artinya : menegaskan ajaran-ajaran Gereja seperti yang tertulis dalam PEMAHAMAN IMAN GPIB 2010, sebagai dasar rujukan bagi tujuan pemberdayaan teologi masing-masing kelompok.

2.   PENGGEMBALAAN (Pastoral), artinya : memberikan arahan dan bimbingan, jika seandainya telah terjadi penyimpangan (proses menyesatkan) dalam upaya berteologi.

Pandangan tersebut di atas dituliskan dengan maksud baik, agar setiap Warga dan Pejabat Gereja GPIB yang sedang melaksanakan pekerjaan pelayanan untuk membangun persekutuan yang sehat (the hospitality of the Church) menghormati dan menjunjung tinggi kehormatan dan kewibawaan Allah yang dianugerahkan kepada Gereja Tuhan di dalam GPIB.

SELAMAT MENYIMAK.

Jumat, 05 Agustus 2011

PEMAHAMAN ALKITAB ROMA 15 :


PEMAHAMAN ALKITAB
UNTUK DISAMPAIKAN DI DALAM  LOKA KARYA PROGRAM
BIDANG GEREJA , MASYARAKAT & AGAMA
( GER – MAS – A )

“MEMBANGUN TATATAN
KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG RUKUN DAN ADIL”

Sebuah analisa kritis dan evaluasi terhadap fungsi dan peran Gereja dalam pembangunan keagamaan untuk mendukung pemulihan keadaan demi menghadirkan pemerintahan Allah yang adil dan benar, jujur dan terbuka serta damat sejahtera untuk dan bersama semua orang

TUJUAN PENGAJARAN

1.   Agar Warga Gereja / Jemaat mengetahui dan mengerti tujuan Allah yang terkandung dalam panggilan-Nya.

2.   Agar Warga Gereja / Jemaat menghayati keselamatan yang dikaruniakan Allah di dalam pengenalan akan Kristus-Yesus.

3.   Agar Warga Gereja / Jemaat didorong untuk memberdayakan keselamatan yang dari Allah melalui Misi Gereja selaku Keluarga Allah.



– 1 –

PENDAHULUAN

A.     Pengenalan Penulis dan Suratnya

Banyak perdebatan terjadi di kalangan teolog APB (Alkitab Perjanjian Baru) terkait Penulis Surat Roma dan keasliannya. Namun kita tidak akan menyinggung hal itu dalam proses membangun persepsi bersama bersangkutan dengan topik yang akan dibicarakan. Hal ini sekedar informasi. Jika tertarik saudara dapat mempelajarinya sendiri. Sesuai dengan tradisi Gereja tentang kanon Alkitab, kita menerima Rasul Paulus sebagai penulis surat in, meskipun kita mengetahui bahwa rasul ini tidak pernah mengunjungi ataupun memberitakan Injil Kristus ke sana (Rom. 15 : 22 - 24 -> Itulah sebabnya aku selalu terhalang untuk mengunjungi kamu. Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi mempunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu, aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu dengan kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana, setelah aku seketika menikmati pertemuan dengan kamu”).

1.   Jemaat Kristen di Roma

So pasti, Rasul Paulus bukanlah pendiri Jemaat Kristen di Roma, sebab ia belum pernah mengunjungi kota itu. Memang Paulus ingin mengunjungi Roma untuk memberitakan Injil Kristus, tetapi selalu terhalang (“Aku berdoa, semoga dengan kehendak Allah aku akhirnya beroleh kesempatan untuk mengunjungi kamu. Sebab aku ingin melihat kamu untuk memberikan karunia rohani kepadamu guna menguatkan kamu, yaitu, supaya aku ada di antara kamu dan turut terhibur oleh iman kita bersama, baik oleh imanmu maupun oleh imanku. Saudara-saudara, aku mau, supaya kamu mengetahui, bahwa aku telah sering berniat untuk datang kepadamu -- tetapi hingga kini selalu aku terhalang -- agar di tengah-tengahmu aku menemukan buah, seperti juga di tengah-tengah bangsa bukan Yahudi yang lainRom. 1 : 10 – 13; Itulah sebabnya aku selalu terhalang untuk mengunjungi kamu – Rom. 15 : 22). Lantas siapakah pemberita yang menyampaikan Injil Kristus di sana ? Kemungkinan besar adalah orang-orang Kristen-israeli, seperti : Akwila dan Priscilia (bd. Rom. 16 : 3 – 5a -> Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus. Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi. Salam juga kepada jemaat di rumah mereka”); Maria (Rom. 16:6 -> “Salam kepada Maria, yang telah bekerja keras untuk kamu.”); Trifena dan Trifosa serta Persis (Rom. 16:12 -> “Salam kepada Trifena dan Trifosa, yang bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan. Salam kepada Persis, yang kukasihi, yang telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan”), dan lain-lain. Kutipan ayat-ayat tersebut menunjukkan, kemungkinan besar, orang-orang kristen ini yang “yang telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan” dan pekabaran Injil Kristus sampai terbentuklah Jemaat di rumah-rumahnya.

JEMAAT RUMAH. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Jemaat-Jemaat Kristen dimulai dari rumahtangga orang-orang kristen di Kota Roma. Awalnya tidak ada persekutuan jemaat dalam jumlah besar yang menyelenggarakan ibadah di sebuah gedung besar, yang disebut : Gereja. Orang-orang Kristen-israeli dengan berbagai alasan yang merantau (diaspora) ke kota itu dan melangerjakan pesan Kristus-Yesus (Mrk. 16:15 -> “Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”; Mat. 28:18-20 -> “Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”; Kis. 1:8 -> “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”). Dengan demikian lahirnya Jemaat Kristen di Roma merupakan hasil swadaya orang-orang kristen di perantauan.

KONTEKS SOSIAL JEMAAT DI KOTA ROMA. Jemaat di Roma bersifat mobil (bergerak berpindah-pindah) dari rumah ke rumah. Mereka berkumpul untuk menyelenggarakan ibadah di setiap rumahtangga yang telah menjadi pengikut Kristus (bd. Kis. 11 : 26 -> “Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.”). Ibadah Jemaat diselenggarakan secara tertutup. Hal itu dikarenakan kondisi sosio-politik yang tidak menguntungkan. Penduduk Roma-Yunani pun kurang menyukai kekristenan yang bertentangan dengan ajaran agama-budaya-suku yang bersifat gnostik-filosofis (pengenalan akan Allah berdasarkan filsafat Yunani-Roma).

Sementara itu di Kota Roma pun  perantau Israel-Yudais tinggal di sana. Orang-orang ini memusuhi orang Kristen.  Permusuhan tersebut dilatarbelakangi alasan keagamaan, karena orang kristen non-israeli menolak memberlakukan Hukum Taurat dan Sunat. Kebiasaan lama yang dilakukan sejak di Yerusalem, yakni memburu dan membantai orang kristen, berjalan secara intensif. Mereka menempuh berbagai cara untuk menghambat pertumbuhan kekristenan di mana saja pada waktu itu.

Pucuk dicinta ulam tiba. Kedua kelompok masyarakat ini (Roma-Yunani dan Israel-Yudais) mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan dengan tujuan menghambat pertumbuhan kekristen di sana. Keadaan ini terwujud dalam berbagai kasus pembantaian, khususnya pada masa pemerintahan Kaisar Roma, Nero. Tidak mengherankan, jika hubungan jemaat dan pemerintahan (penguasa sipil) terganggu. Tidak berjalan mulus.

Ancaman ini telah menimbulkan ketakutan dan kekalutan dalam persekutuan kristen di Roma. Beberapa di antara anggota jemaat yang tidak sanggup menanggung sengsara berbalik mengikuti cara hidup lama. Sayangnya, hal itu dibarengi dengan sikap menjual teman sendiri. Untuk memperoleh kenyamanan sendiri mereka memberitahukan tempat persembunyian orang kristen, sehingga penguasa memburunya dan membunuhnya secara kejam. Peristiwa genocide (pembantaian terencana) itu menyebabkan orang kristen melarikan diri ke wilayah perbukitan dan bersembunyi di dalam gua-gua (catacomb).

2.   Tujuan Penulis Menyurati Jemaat Kristen di Roma

Konteks yang diuraikan di atas menjadi salah satu latarbelakang penulisan Surat kepada Jemaat Kristen di Kota Roma.

2.1.   PASTORAL. Paulus memberikan penghiburan dan penguatan anggota Jemaat Kristen di Roma yang sedang menghadapi ancaman kelompok-kelompok masyarakat.

2.2.   APOLOGETIS. Di dalam surat ini Paulus mempertanggungjawabkan iman kristen kepada semua orang yang menolaknya.

2.3.   KATEKETIS. Surat ini berisikan pengajaran (dogma atau doktrin) tentang karya penyelamatan dan pembebasan yang dianugerahkan Allah melalui pekerjaan Kristus-Yesus kepada umat manusia, baik orang Israel maupun non-israeli.

– 2 –

NASKAH DAN PENJELASAN

A.   NASKAH ALKITAB

1.      Naskah Roma 15 : 5 – 7 yang dipakai melandasi topik bahasan  terletak dalam kesatuan perikopal Roma 15 : 1 – 13. Oleh karena itu, kita perlu melihat kesatuan gagasan teologi yang dituliskan Paulus dalam kesatuan perikopalnya, meskipun naskah (Roma 15 : 5 – 7) ditetapkan oleh PS-GPIB 2011 menjadi arahan bagi pelaksanaan KEBIJAKAN UMUM PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA (KUPPG) pada tahun anggaran 2012 – 2013 mendatang. Jika tidak menelaah kesatuan perikopnya, maka kita akan keliru menafsirkan dan merumuskan kembali makna teologis ke dalam konteks misional yang sedang bergerak.

2.      Naskah Roma 15 : 5 – 7 ini dtetapkan sebagai landasan alkitabiah bagi setiap aktivitas program kerja di bawah terang Tema KUPPG GPIB 2012 – 2013 : “MEMBANGUN TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG RUKUN DAN ADIL”.

ROMA XV : 1 – 13 (Ay. 5 – 7)

1.    Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.
2.    Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya.
3.    Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: "Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku."
4.    Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci.
5.    Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus,
6.    sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus.
7.    Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah.
8.    Yang aku maksudkan ialah, bahwa oleh karena kebenaran Allah Kristus telah menjadi pelayan orang-orang bersunat untuk mengokohkan janji yang telah diberikan-Nya kepada nenek moyang kita,
9.    dan untuk memungkinkan bangsa-bangsa, supaya mereka memuliakan Allah karena rahmat-Nya, seperti ada tertulis: "Sebab itu aku akan memuliakan Engkau di antara bangsa-bangsa dan menyanyikan mazmur bagi nama-Mu."
10.  Dan selanjutnya: "Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya."
11.  Dan lagi: "Pujilah Tuhan, hai kamu semua bangsa-bangsa, dan biarlah segala suku bangsa memuji Dia."
12.  Dan selanjutnya kata Yesaya : "Taruk dari pangkal Isai akan terbit, dan Ia akan bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah bangsa-bangsa akan menaruh harapan."
13.  Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.


B.   PENJELASAN

1.   Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri” (ay.1)

MASALAH DALAM JEMAAT ROMA. Agaknya ada masalah dalam persekutuan Jemaat Kristen Roma, yang mendorong Paulus menuliskan surat ini. Hal ini terbaca : “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri”. Masalah tersebut terkait ajaran dan iman kristen berhadap-hadapan dengan tradisi Agama Israel (Hukum Taurat dan Sunat -> Roma psl 2 – 11) dan praktiknya. Perselisihan ini bersifat principal tentang keselamatan : apakah manusia diselamatkan oleh perbuatan baik ataukah oleh anugerah Allah. Orang Kristen-israel menuntut mempraktikkan Hukum Taurat dan Sunat. Sementara orang Kristen non-israeli menolaknya. Masing-masing kelompok di dalam Jemaat Roma mencari keuntungan sendiri (“… dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri …”).

Paulus sengaja menasihati Jemaat Kristen di Roma tentang perselisihan prinsipal dalam ajaran kristen (internal pressure). Hal itu dapat menimbulkan masalah baru. Warga Jemaat Roma patut memikirkan, bahwa pertumbuhannya sedang dihambat oleh kelompok anti-kekristenan. Jikalau keadaan dalam Jemaat sebagai Keluarga Allah tidak bersatu, maka mereka akan lemah menghadapi ancaman dari luar (external pressure).

2.  “…Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya. Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri Yang aku maksudkan ialah, bahwa oleh karena kebenaran Allah Kristus telah menjadi pelayan orang-orang bersunat untuk mengokohkan janji yang telah diberikan-Nya kepada nenek moyang kita, dan untuk memungkinkan bangsa-bangsa, supaya mereka memuliakan Allah karena rahmat-Nya” (ay. 2 – 3, 8)

      ETOS DAN ETIKA KRISTEN. Untuk mengatasi masalah tersebut Paulus menasihati anggota Jemaat Kristen Roma, agar mereka meneladani cara hidup Kristus-Yesus (ay.3. “Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri”). Inilah dasar etika kristen ! Paulus memakai kata penghubung “karena” yang menunjuk pada hubungan antara Kristus-Yesus dan warga jemaat. Warga Jemaat wajib memikirkan dan bertindak demi kesenangan sesama seiman, karena Kristus-Yesus telah melakukannya bagi mereka. Artinya, Kristus-Yesus rela memikul penderitaan salib demi kesenangan tiap orang beriman, karena itu, merekapun wajib melakukan hal yang sama kepada sesama warga kristen.

      PERILAKU IBADAH YANG MENGHADIRKAN ANUGERAH KESELAMATAN. Warga Jemaat Kristen-Israel di Roma patut mengerti dan menghayati anugerah Allah dalam pekerjaan Kristus-Yesus yang dikaruniakan kepada keturunan Abraham. Sesungguhnya, keselamatan itu telah dianugerahkannya kepada seluruh umat manusia, dimulai dari dalam rumah-Nya, yakni  Israel, sesuai ikatan perjanjian dengan leluhur Abraham, Ishak dan Yakub; dan, oleh karena itu, mereka wajib bertindak sedemikian rupa untuk memungkinkan segala bangsa diselamatkan serta ikut memuliakan Allah karena rachmat-Nya. Itulah pendapat Paulus. Apakah yang perlu dipikirkan ? Karya penyelamatan Allah yang dikerjakan Kristus-Yesus, yang olehnya Jemaat menerima keselamatan dalam iman. Dan, apakah yang perlu ditindaklanjuti ? Perilaku ibadah yang memungkinkan manusia di seluruh bangsa menerima keselamatan serta ikut memuliakan Allah (“Pujilah Tuhan, hai kamu semua bangsa-bangsa, dan biarlah segala suku bangsa memuji Dia” – ay. 11), karena mereka bersukacita (“Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya” – ay. 10).

      TUJUAN ANTARA DALAM PELAYANAN. Paulus menasihati Jemaat Roma : “Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya”. Menurut Paulus, ibadah tertuju pada 2 (dua) objek, yakni : a). Melayani kemuliaan Allah, dan b). Melayani kepentingan bersama sesama. Itulah yang tersirat dalam kata kerja “untuk membangun”. Ketika seorang beriman melayani kemuliaan Allah demi mencapai kepentingan dan kebutuhan pribadi, maka pasti akan terjadi pertengkaran. Sebaliknya, jika tujuan dan praktik pelayanan itu dilakukan demi kebaikan sesama, maka sesama akan dapat menikmati kebaikan Allah serta iman bertumbuh dan kepribadian (karakter)-nya dapat dibangun. Itulah yang dimaksudkan oleh Paulus : “Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama !”. Jadi tujuan pelayanan kristen itu adalah bekerja membangun karakter manusia untuk menjadi pelayan Allah yang membawa damai-sejahtera ke dalam kehidupan bersama sesama di dalam dunia ciptaan Allah.

        PELAYANAN YANG MENCIPTAKAN SUKACITA. Paulus menulis : “Dan selanjutnya "Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya." Dan lagi: "Pujilah Tuhan, hai kamu semua bangsa-bangsa, dan biarlah segala suku bangsa memuji Dia” (ay. 10 – 11). Pemberitaan Injil Kristus / Kerajaan Allah patut merealisasikan karya penyelamatan dari dosa dan pembebasan dari kesengsaraan. Demi mencapai tujuan yang ditetapkan Allah sejak langit – bumi belum diciptakan, maka warga Jemaat Roma wajib memikirkan dan bertindak berdasarkan kehendak Allah yang diperlihatkan Kristus-Yesus. Kata Paulus : “Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri” (ay. 3).

        SUKACITA SEBAGAI SPIRITUALITAS / RELIGIOSITAS KRISTEN. Secara umum orang berpandangan, bahwa “sukacita” adalah sebuah keadaan yang tercipta setelah segala usaha / pekerjaan telah berhasil. Menurut kesaksian Alkitab, “sukacita” adalah sebuah kekuatan spiritual yang melekat pada karya Kristus. Sukacita itu adalah pemberian Allah karena karya Kristus yang menang, bukan hasil usaha manusia. Oleh iman “sukacita” menjadi kekuatan spiritual yang menguatkan setiap orang beriman melayani Allah dan sesame, meskipun menghadapi tantangan dan bahaya yang mengancam kehidupannya. Karena Kristus telah menang melawan penderitaan, sekalipun Dia mengorbankan kesenangan pribadi demi orang lain menikmati kesenangan, maka orang beriman (kristen) wajib berpikir dan bertindak meniru Kristus (imitatio Christi).

3.    Dan selanjutnya kata Yesaya : ‘Taruk dari pangkal Isai akan terbit, dan Ia akan bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah bangsa-bangsa akan menaruh harapan” (ay. 12).

        TUJUAN AKHIR DARI MISI / PEKERJAAN JEMAAT. Apakah tujuan Paulus mengutip nubuat Yesaya (11:1, 10) ? Amat Jelas ! Paulus mengingatkan Jemaat Roma tentang tujuan akhir dari seluruh pekerjaan (misi) pelayanan-kesaksian yang diselenggarakan oleh Jemaat adalah Pemerintahan Kristus atas manusia dan alam semesta, di mana seluruh harapan manusia terpenuhi. Tanda-tanda pemerintahan Kristus, yakni : keselamatan dan pembebasan, kebenaran dan keadilan,  kasih dan rachmat, sukacita dan damai-sejahtera, hadir ke dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan alam melalui pekerjaan  / misi Jemaat oleh pertolongan Roh Allah.

4.    Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah

        TOLERANSI DAN KERUKUNAN.

a).   TOLERANSI, sebuah artikulasi bahasa. Kata tersebut berarti : bertahan, bersabar, daya tahan (berasal dari Bahasa Latin : tolerates, tollere) diartikan terkait perilaku sosial. Ada rumusan berbunyi : “Toleration may signify “no more than forbearance and the permission given by the adherents of a dominant religion for other religions to exist, even though the latter are looked on with disapproval as inferior, mistaken or harmful” (http://en.wikipedia.org/wiki/Toleration – WikipediA).

b).   TOLERANSI, sebuah perintah TUHAN. Di dalam kesaksian Alkitab, kita menemukan ucapan ilahi yang menunjuk pada pengertian toleransi : “Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir” (Kel. 22:21). Ucapan ilahi ini mengingatkan umat Israel, bahwa TUHAN, Allah Israel, tidak menghendaki perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan berdasarkan alasan apapun untuk membuat kehidupan kaum minoritas (orang asing, orang lemah, kaum dhuafa, dan sejenisnya) mengalami kesengsaraan. Tindakan itu bukan dilakukan berdasarkan pemenuhan tuntutan hukum, melainkan karena Allah. Mengapa “karena Allah” ? Israel dahulu adalah orang tertindas di bawah kekuasaan Firaun Mesir. TUHAN Allah sendiri yang membebaskan mereka dari Mesir; dan, oleh karena itu, sama seperti TUHAN telah bekerja membebaskan Israel, demikianlah Israel wajib meniru-Nya (imitation Dei). Inilah makna toleransi kristen. Paulus menulis : “Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri” (ay.3), tetapi membuat orang beriman (kristen) menikmati kebaikan Allah, maka orang kristen pun wajib meniru Kristus (imitation Christi).

KERUKUNAN.

Kerukunan bukanlah kosa kata Indonesia. Ia berasal dari kosa kata Arab : rukhun. Dalam arti itu akar kata kerukunan adalah rukhun, yang menunjuk pada hukum agama. Ia adalah kata kerja dan kata sifat / keadaan.  Jadi, kerukunan (sebagai sebuah keadaan) akan tercipta jikalau tiap orang beragama taat mengerjakan hukum agama-nya. Sebab itu, setiap ulama berkewajiban untuk membangun karakter pengikutnya yang cinta dan taat hukum.

Jika kita mentransformasikan artikulasi tersebut ke dalam kehidupan orang kristen, maka tugas kristen / Gereja dalam pembangunan masyarakat adalah membangun akhlak (karakter) warga kristen (Gereja) yang sadar/cinta hukum serta taat melakukannya. Kesadaran dan ketaatan menjalankan hukum itu bertumbuh dari pengenalan akan Kristus.  Bukan karena takut menerima hukuman, melainkan karena cinta kepada Kristus. Itulah sikap syukur kristen. Itu pula dasar etika kristen.

Bagaimanakah kita membangun perasaan toleransi dan kerukunan masyarakat menurut Paulus ? Imitatio Christi : meneladani Kristus ! Kerukunan masyarakat hanya dapat dibangun, jikalau orang kristen mengikuti teladan Kristus yang “tidak mencari kesenangan-Nya sendiri Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah(ay.3, 7). Dengan cara demikian ibadah kristen dapat menghadirkan sukacita dan kebaikan Allah serta mencari kesenangan orang lain.

5.   Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu (ay.5). Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Rohkudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan (ay.13).


a).   ALLAH SUMBER PENGHIBURAN
       
        Pemahaman ini berpusat pada dan muncuk karena Kristus. Dia-lah dasar kokoh bagi penggembalaan penghiburan di dalam penderitaan ketika menjalankan misi-Nya.

b).   ALLAH SUMBER PENGHARAPAN

               Pengharapan kristen adalah Allah yang telah mengerjakan keselamatan dalam karya Kristus. Seluruh pekerjaan orang kristen secara pribadi maupun bersama-sama di dalam Gereja / Jemaat bersumber dari pemahaman, bahwa kita bekerja, sambil mengharapkan Allah yang membuat segala usaha kita berhasil (1 Taw. 28:5 -> “Selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil)”.

C.  MAKNA TEOLOGIS DAN PENERAPANNYA


1.   Tujuan Gereja / Jemaat dan Warganya terkandung dalam Panggilan Allah.

      Tiap warga Gereja / Jemaat patut mengetahui dan mengerti, bahwa tujuan GPIB tertera pada visi sinodal (Tema PS GPIB – YESUS KRISTUS, SUMBER DAMAI-SEJAHTERA – Yoh. 14 : 27). Tujuan itu dioperasionalkan melalui POKOK KEBIJAKAN UMUM PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA (PKUPPG) Jangka Panjang selama tahun 2005 – 2030. Kemudian Tujuan Jangka Panjang (PKUPPG) dibagikan ke dalam Tujuan Jangka Pendek 5 Tahun dan 1 Tahun, yang ditetapkan dalam tiap PST-GPIB.

2.   ANTARA AZAS MORALITAS DAN LEGALITAS

      Pembangunan kerukunan umat dan keadilan sosial perlu diadakan dengan menggunakan 2 (dua) paradigma :

a.  Moral – Spiritual

Pendekatan ini bermaksud dan bertujuan menganalisa dan mengevaluasi kembali peran agama dalam pembangunan masyarakat bangsa (civil society). Dalam hal ini Gereja perlu membuka kesadaran (wawasan) warganya tentang fungsi sosialnya, bahwa agama dapat menjadi salah satu alternatif untuk menyelesaikan masalah kerukunan bangsa dan keadilan sosial. Oleh karena itu,

a.1. Gereja perlu meningatkan kualitas dan kuantitas pengajaran serta pembinaan (fungsi homiletik) tentang etos keagamaan sesuai Pemahaman Iman, sehingga tiap warganya dapat menjalankan fungsi sosialnya secara baik-benar.

a.2. Gereja untuk membangun kerja sama dengan institusi / lembaga sosial keagamaan melalui dialog tentang fungsi agama sebagai kekuatan spiritual bangsa. Dialog ini bertujuan membuka hubungan dan memulai era baru, di mana toleransi beragama dapat diwujudkan.

a.3. Pendekatan moral – spiritual itu didasarkan atas kesaksian Alkitan tentang Hukum Kristus, yakni KASIH AKAN ALLAH yang tampak dalam perilaku sosial (KASIH AKAN SESAMA).

b.  Yuridis Formal

      Pesan etis-moral di atas, seharusnya, menjadi roh bagi warga Gereja untuk berpartisipasi dan berperan mengamankan kerukunan masyarakat-bangsa, agar keadilan sosial dapat terwujud sesuai hukum Negara.

3.   MEMBANGUN TATANAN (SISTEM) KEHIDUPAN MASYARAKAT

      Gereja perlu menyamakan persepsi perihal “membangun tatanan (sistem) kehidupan masyarakat. Untuk itu perlu dijawab pertanyaan : apakah yang dimaksudkan dengan tatanan (sistem) ? Gereja membuat sistem (tatanan) baru ataukah membaharui yang sudah ada ?  

a.  Sistem Nilai

      Setiap kata yag dipakai mengandung nilai, seperti : kebenaran, keadilan, damai, kesejahteraan, kasih, kasih-sayang, kasih-setia, kesetiaan, kejujuran, dan sebagainya. Nilai-nilai itupun tergantung dari ajaran setiap agama yang dianut. Katakanlah sebuah contoh : KEADILAN. So pasti, kata tersebut makna filosifis (teologi) yang berbeda di semua kalangan agama. Kekristenan memiliki konsep tersendiri tentang keadilan. Begitu pula ajaran agama / kepercayaan lainnya. Bagi kekristenan keadilan itu bersumber pada pengenalan akan kebenaran Allah sesuai kesaksian Alkitab. Oleh sebab itu, untuk menemukan keadilan, siapapun wajib membuka kebenaran (firman Allah). Dan setiap orang yang mencari keadilan, seharusnya, bersikap terbuka dan berkata jujur. Jadi keadilan dapat dinikmati, jika setiap orang taat mengikuti kebenaran Allah. Dan kebenaran akan terbuka, asalkan ada kejujuran di antara manusia. 

b.  Sistem Organisasi    

      Nilai itu akan mati, jikalau ia tidak dioperasionalkan melalui sistem (tatanan) kehidupan masyarakat. Yang saya maksudkan, organisasi merupakan wadah dan sarana (alat) yang mati, sedangkan rohnya adalah nilai-nilai moral spiritual yang terkandung dalam tiap ajaran agama. Jika tidak ada roh, maka organisasi itu, juga fungsi-fungsinya, akan mati. Organisasi perlu difungsikan untuk mengoperasionalkan nilai-nilai moral spiritual, sehingga seluruh anggota yang berpartisipasi ke dalamnya dapat menikmatinya. Kedua unsure ini, yakni : nilai moral spiritual dan fungsi organisasi, perlu mendapat perhatian Gereja, agar kerukunan dan keadilan yang dianugerahkan Allah dapat dinikmati masyarakat-bangsa ini. 

Catatan Akhir :

1.      Materi ini, sebaiknya, dibagikan kepada para peserta LOKA KARYA GERMASA GPIB, agar dipersiapkan sebelum masuk ke dalam PEMAHAMAN ALKITAB.

2.      Pembawa makalah akan menyajikannya melalui POWER POINT, sehingga waktu pendalamannya dapat berjalan lancar.

MEDAN – SUMATERA UTARA
Hari Jumat, 27 Mei 2011

ditulis oleh

PENDETA ARIE A. R. IHALAUW

---------oooo000oooo---------