Selasa, 28 Februari 2012

KLARIFIKASI TENTANG PENILAIAN 2.75 VICARIS


KLARIFIKASI TENTANG PENILAIAN 2.75 UNTUK DITERIMA MENJADI VICARIS GPIB

Saya perlu menjelaskan kepada semua pihak di GPIB tentang kelulusan Vicaris Tahun 2010. Hal ini disebabkan kesalahpahaman mengenai masukan yang saya berikan pada PST 2012 di Medan.

1.   Dalam PST 2007 di Batu Ampar – Batam ditetapkan, bahwa NILAI 2.75 harus ditinjau kembali oleh MS-GPIB XVIII. Untuk itu MS-GPIB XVIII perlu membentuk TIM KHUSUS demi mengkajinya.

2.   Salah satu anggota Tim Khusus itu adalah PDT. ARIE A. R. IHALAUW.

3.   Pada pertengahan tahun 2007 dilakukan pertemuan dan hasilnya merekomendasikan, agar NILAI 2.75 diujicobakan. Jika hasil tersebut tidak tercapai, maka MS-GPIB XVIII berwewenang membuat batasan-batasan nominal yang menjamin kualitas calon vivaris GPIB.

4.   Nilai 2.75 itu akan dimasukkan ke dalam TATA GEREJA 2010 sebagai LANDASAN PENENTUAN PENERIMAAN VIKARIS. Dan akhirnya telah ditetapkan dalam PS-GPIB 2010 di Jakarta. SAYA SETUJU.

PENJELASAN KELULUSAN VICARIS 2010 – 2011

Berdasarkan ujian penyaringan yan dilakukan oleh MS-GPIB XVIII atas Lulusan STT yang diakui GPIB, maka pada tahun 2010 (sesuai informasi MS-GPIB XVIII) hanya 5 (lima) orang saja yang dapat diterima sesuai NILAI 2.75, dan salah satu yang memenuhi standar nilai tersebut adalah VICARIS RORO DIAH K, yang adalah MANTAN VICARIS GPIB KASIH KARUNIA di MEDAN. Oleh karena itu, sesuai usulan penempatan oleh MS-GPIB XVIII, saya selaku MENTOR menyatakan kesediaan membina ybs.

Oleh karena kelulusan itu hanya mencapai 5 (lima) orang terbaik, maka sesuai rekomendasi  pertemuan TIM KHUSUS tersebut, maka MS-GPIB XVIII membuat kebijakan untuk memperluas penjaringan sampai ke titik nilai toleransi (yang diketahui oleh MS GPIB XVIII sendiri). Dan hasilnya terjaring lebih dari 20 orang vicaris. Dengan demikian MS-GPIB XVIII TIDAK DAPAT DIPERSALAHKAN dalam hal ini, sebab mereka telah bertindak arif untuk memenuhi desakan peserta PST 2007 di Batam. Kebijakan MS-GPIB XVIII adalah BENAR dan ARIF. SAYA MENDUKUNGNYA !

Jadi jika saya memberikan masukan pada PST GPIB 2012, maka yang saya maksudkan adalah :

a). NILAI 2.75 wajib diberlakukan dala proses penjaringan vicaris lewat TEST.
b). Jika akhirnya MS-GPIB menemukan, bahwa TIDAK SEORANGPUN CALON yang memenuhi standar nilai tersebut, lalu MS-GPIB membuat kebijakan, maka keputusan itu merupakan WEWENANG MS GPIB sesuai TATA GEREJA PERATURAN POKOK I berkaitan dengan TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS SINODE.

Dengan demikian, contoh kelulusan yang saya maksudkan terkait VICARIS RORO DIAH K, yang adalah MANTAR VICARIS GPIB KASIH KARUNIA di MEDAN, dan sekarang adalah VICARIS DI GPIB JEMAAT BUKIT MORIA JAKARTA adalah BAIK. Termasuk dalam 5 (lima) calon vicaris terbaik pada tahun 2010. Penjelasan ini perlu dibuat, agar tidak menimbulkan kesalah tafsiran yang mengakibatkan konflik karena kesalahpahaman. Jangan membiaskan ucapan saya !

Bung Noke ingin pastikan untuk RORO , You are the best !

MEDAN – SUMATERA UTARA
HARI RABU, 29 PEBRUARI 2012

Salam hormat,

PENDETA ARIE A. R. IHALAUW

IBADAH YANG BARU DALAM LANGIT DAN BUMI BARU - Kej, VIII : 6 - 14. Pengajaran Rabu, 29 Pebruari 2012

Dok-B/001/28-II-12/HOM./ARIE.-
PENGAJARAN – RABU, 29 PEBRUARI 2012


IBADAH YANG BARU
DALAM LANGIT DAN BUMI BARU

KEJADIAN VIII : 6 – 14

DITULISKAN DI
MEDAN – SUMATERA UTARA
HARI SELASA, 28 PEBRUARI 2012

OLEH
PUTRA SANG FAJAR
ARIE A. R. IHALAUW
-----ooo00ooo-----

KEJADIAN VIII

6. Sesudah lewat empat puluh hari, maka Nuh membuka tingkap yang dibuatnya pada bahtera itu. 7. Lalu ia melepaskan seekor burung gagak; dan burung itu terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi. 8. Kemudian dilepaskannya seekor burung merpati untuk melihat, apakah air itu telah berkurang dari muka bumi. 9. Tetapi burung merpati itu tidak mendapat tempat tumpuan kakinya dan pulanglah ia kembali mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu, karena di seluruh bumi masih ada air; lalu Nuh mengulurkan tangannya, ditangkapnya burung itu dan dibawanya masuk ke dalam bahtera. 10. Ia menunggu tujuh hari lagi, kemudian dilepaskannya pula burung merpati itu dari bahtera; 11. menjelang waktu senja pulanglah burung merpati itu mendapatkan Nuh, dan pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar. Dari situlah diketahui Nuh, bahwa air itu telah berkurang dari atas bumi. 12. Selanjutnya ditunggunya pula tujuh hari lagi, kemudian dilepaskannya burung merpati itu, tetapi burung itu tidak kembali lagi kepadanya. 13. Dalam tahun keenam ratus satu, dalam bulan pertama, pada tanggal satu bulan itu, sudahlah kering air itu dari atas bumi; kemudian Nuh membuka tutup bahtera itu dan melihat-lihat; ternyatalah muka bumi sudah mulai kering. 14. Dalam bulan kedua, pada hari yang kedua puluh tujuh bulan itu, bumi telah kering.

CATATAN – CATATAN

1.   SEJARAH MENURUT PENULIS ALKITAB. Penulis Alkitab, khususnya Kejadian I – XI, tidak bermaksud menjelaskan secara rinci / mendetail kronologis peristiwa bersejarah, sebagaimana dilakukan para peneliti sejarah dan arkeologi umumnya.

a.   KEJADIAN I – XI dikelompokkan sebagai zaman pra-pejarah menurut penulisnya. Di dalamnya tertulis penciptaan alam semesta sampai dengan migrasi suku-suku bangsa dari wilayah Mesopotamia, sesudah keruntuhan Kerajaan (Menara) Babel.

b.   KEJADIAN VI – X, khususnya VI : 9 – X : 32, berisikan cerita bahagian kedua yang menguraikan keadaan manusia sesudah peristiwa Taman Eden (Kej. III). Penulis Kitab Kejadian memberi kesimpulan yang tepat : “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN : "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.” (Kej. VI : 5 - 7).  Kejahatan manusia di bumi bersumber dari KECENDERUNGAN HATINYA YANG MEMBUAHKAN KEJAHATAN.

2.   AIR BAH / BANJIR BANDANG. Sesudah penciptaan (Kej. I – II) bumi mengalami pendinginan hebat. Proses ini telah menyebabkan sebagian daratan (Wilayah Mesopotamia Kuno ?) mengalami pembekuan (es / salju di musim dingin). Diperkirakan sesudah pemanasan (musim panas ?) es / salju yang menutupi bumi mencari cepat. Proses ini menambah debet air sungai (mungkinkah sungai yang dimaksudkan seperti tertulis dalam Kej. II : 4 – 5 : GIHON, PISON, TIGRIS dan EFRAT yang melintasi dataran rendah Mesopotamia ?) meluap menyebabkan banjir bandang / air bah. Diperkirakan airbah / banjir bandang itu terjadi pada ZAMAN PALEISTOSEN III (?).

3.   Jika penjelasan butir 2 itu sungguh-sungguh ada, maka kita perlu bertanya kepada penulis Kitab Kejadian : APAKAH MAKSUD DAN TUJUAN PEMAKAIAN CERITA INI ? Dengan mudah penulis Kitab Kejadian menghubungkannya pada DOSA MANUSIA DAN HUKUMAN ALLAH. Ia menuliskan bahwa Allah melihat “KECENDERUNGAN HATINYA YANG MEMBUAHKAN KEJAHATAN” (Kej. VI : 5), karena itu Dia “menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka,… dan akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi“ (Kej. VI:6-7).

4.   KEJADIAN ALAM DIPAKAI ALLAH UNTUK MENEGUR MANUSIA. Acapkali manusia perlu memahami dan mengerti, bahwa TUHAN memakai bencana alam (natural disaster) sebagai alat untuk menyadarkan manusia akan dosanya. Jika manusia tidak bertobat, maka keadaan itu akan menghancurkan kehidupan manusia dan peradabannya.

5.   KARYA PENYELAMATAN ALLAH. Meskipun Allah memutuskan “akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi” (Kej. IV : 7), namun di antara umat manusia pada waktu itu, Allah menemukan Nuh melakukan kehendak-Nya. Oleh karena itu, Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN, … Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; Nuh itu hidup bergaul dengan Allah (Kej. VI : 8 – 9). Allah mengasihi dan memberkati siapapun yang “yang benar,… tidak bercela … dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.”

6.   KARYA PENYELAMATAN ADALAH ANUGERAH ALLAH. Menurut kesaksian Alkitab, penyelamatan maupun pembebasan dari dosa dan penderitaan bukanlah hasil karya manusia, melainkan tindakan Allah yang dinyatakan dalam sejarah. Tindakan / karya Allah itu disebut ANUGERAH atau KASIH KARUNIA-Nya. Dengan demikian manusia tidak boleh menyombongkan pekerjaan-Nya, melainkan ia selayaknya mengakui akan kasih-karunia Allah yang membuatnya berhasil (II Taw. 26 : 5 -> “selama ia mencari TUHAN, maka Allah membuat segala usahanya berhasil”, juga Ul. 8 : 17, 18 -> “janganlah kaukatakan dalam hatimu : Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya”).

7.   PELANGI SEBAGAI TANDA PERJANJIAN ALLAH. Kejadian VIII : 6–14 menceritakan peristiwa sesudah banjir bandang surut. Penghukuman manusia di zaman Nuh telah berakhir. Pengakhirannya tergantung pada kebaikan hati Allah, bukanlah hasil usaha manusia. Sebab manusia tidak dapat mengendalikan bencana alam (natural disaster). Hal itu jelas sekali dalam pernyataan Allah : Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam” (Kej. VIII : 21 – 22). Pernyataan Allah tersebut diikuti oleh TANDA PERJANJIAN -> “Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya : Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi. Apabila kemudian Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di awan, maka Aku akan mengingat perjanjian-Ku yang telah ada antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, segala yang bernyawa, sehingga segenap air tidak lagi menjadi air bah untuk memusnahkan segala yang hidup. Jika busur itu ada di awan, maka Aku akan melihatnya, sehingga Aku mengingat perjanjian-Ku yang kekal antara Allah dan segala makhluk yang hidup, segala makhluk yang ada di bumi.” (Kej. IX : 12 – 15).

8.   EKSODUS DAN IBADAH YANG BARU. Penulis Kitab Kejadian menceritakan, bahwa sesudah peristiwa banjir bandang / air bah, Nuh dan anak-anaknya beserta seluruh hewan keluar (exodus) dan memulai HIDUP BARU. Nuh mengadakan syukur dan mempersembahkan korban kepada Allah (Kej. VIII : 20 -> “Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN…, lalu ia mempersembahkan korban bakaran”).

9.   PERINTAH ALLAH DIULANGI. So pasti, seluruh dataran dari daratan di mana banjir bandang terjadi, menghapuskan semua kehidupan di atasnya. Oleh karena itu, Allah mengulangi pesannya : Lalu Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman kepada mereka : Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi” (Kej. IX : 1).

IBADAH YANG BARU
DALAM LANGIT DAN BUMI BARU

Saudara saudara seiman,

PENCIPTAAN DAN DOSA MANUSIA. Sejak Allah menyelesaikan pekerjaan-Nya menciptakan alam semesta; kemudian menjadikan manusia (Kej. I : 26 – 27). Ia memberkati dan mengutus mereka untuk melaksanakan misiNya, yakni : “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kej. I : 28) juga “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu” (Kej. II:15). Akan tetapi manusia melanggar perintah yang diberikanNya (Kej. II : 16-17). Dan, oleh karena itu, manusia jatuh ke dalam dosa, lalu Allah menghukumnya. Dia membuang manusia keluar dari Taman Eden (Kej. III). Namun Dia tidak menghancurkan manusia dan peradabannya.

CARA HIDUP MANUSIA LAMA DAN TUJUAN PENGHUKUMAN. Sayangnya, manusia tidak menginsyafi dan bertobat meninggalkan CARA HIDUP LAMA. Kejahatan manusia semakin meningkat, dikarenakan “kecenderungan hatinya yang membuahkan kejahatan semata-mata” (Kej. IV : 5). Penulis Kitab Kejadian ingin menegaskan, bahwa perilaku dan karakter manusia bersumber dari HATI (Ibr. lebah -> kata ini dipakai untuk menunjuk pada seluruh aspek dari aktifitas batin manusia : intelektual, emosional, psikologikal, dsb-nya) yang membuahkan kejahatan dan dosa. Pepatah lama : “Dari hati keluar segala perkataan dan perbuatan yang kotor”. Allah tidak membenci manusia, tetapi Dia tidak menyukai dosa yang menguasai pikiran dan  hati manusia. Oleh karena itu, Dia menghukum dosa. Hukuman itu bertujuan mendidik dan menyadarkan manusia, bahwa ia harus “hidup bergaul dengan Allah (Kej. VI : 8 – 9), sama seperti CARA HIDUP NUH.

HIDUP BERGAUL DENGAN ALLAH. Allah menghendaki manusia berdiam dalam persekutuan bersama Dia. Dengan kata lain, manusia bergaul akrab, membina dan memelihara hubungan baik dengan DiriNya. Hubungan baik dan pergaulan yang akrab itu menumbuhkan pengenalan akan Allah dan kehendakNya. Jika manusia mengenal dan mengerti akan kehendakNya, maka ia diberkati untuk menyelenggarakan ibadah kepada Allah. Jadi, berkat yang dikaruniaiNya bertujuan untuk menguatkan manusia melaksanakan tugas yang diberikan oleh Dia.

BERIBADAH DALAM DUNIA BARU. Tindakan Allah menghapuskan manusia melalui peristiwa air bah / banjir bandang menlukiskan kedahsyatan murka Allah ke atas orang-orang yang HATINYA CENDERUNG BERBUAT KEJAHATAN SEMATA-MATA. Itu berarti, Allah tidak menciptakan manusia untuk berbuat jahat, melainkan menjadi CO-WORKER (teman sekerja) yang berfungsi peran untuk membawa berkat kepada semua kaum di muka bumi (Kej XII:3b).

Untuk tujuan itulah Dia menyelamatkan Nuh dan keturunannya menjadi TEMAN SEKERJA. Salah satu keturunan Nuh dari anaknya, SEM, yakni : TERAH, ayah ABRAHAM (Kej. XI : 11 – 26). Melalui Abraham, anak Terah, anak Sem, anak Nuh, Allah memanggil dan menugaskannya “membawa berkat bagi semua kaum di muka bumi” (Kej. XII.3b). Jadi pusat ibadah umat manusia adalah ALLAH MAHABAIK, yang memelihara dan melimpahkan berkat yang tidak terbatas. Dan tujuan penugasan keturunan Nuh -> Sem -> Terah -> Abraham -> Ishak -> Yakub -> Israel adalah MENJADI BERKAT BAGI BANGSA-BANGSA.

IBADAH YANG BARU DIMULAI SEJAK ALLAH MENCIPTAKAN MASA DEPAN BARU. Alkitab memberikan kesaksian, bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu, termasuk masa depan. Nabi Yesaya menubuatkan firman Allah : “Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati.” (Yes. 65 : 17). Sama seperti pada masa Nuh, Allah melihat kejahatan manusia semakin parah, demikianpun Dia menemukan keturunan Nuh, yakni : SEM -> TERAH -> ABRAHAM -> ISHAK -> YAKUB -> ISRAEL melakukan hal sama. Israel dihukum Allah. Mereka diasingkan (dibuang) ke Babilonia. Dari sanalah Allah bekerja menyaring orang-orang pilihan, yakni : SISA-SISA ISRAEL, untuk kembali ke Yerusalem dan menyelenggarakan ibadah yang baru. Tujuannya masih tetap sama : MEMULIAKAN ALLAH DAN MEMBAWA BERKAT BAGI SELURUH UMAT MANUSIA.

YESUS KRISTUS DAN ORANG KRISTEN. Meskipun Israel, selaku keturunan Nuh dari anaknya Sem, telah diampuni oleh Allah; akan tetapi mereka selalu berkanjang dalam dosa. Mereka mengkhamiri dirinya. Akan tetapi Allah tidak putus asa. Ia senantiasa bekerja merealisasikan tujuan penyelamatan / pembebasan sampai pada waktu yang ditentukanNya sendiri. Oleh karena itu, Dia menghadirkan DiriNya dalam nama YESUS, yang artinya : Dialah yang menyelamatkan umat-Nya (Mat. 1 : 21). Di dalam dan melalui pekerjaanNya, TUHAN, Allah Israel, melancarkan pembaharuan dan pemulihan keadaan manusia. Itulah sebabnya Rasul Petrus menyatakan : “Keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”(Kis. 4:12). Yesus Kristus adalah keturunan NUH dari anaknya SEM -> TERAH -> ABRAHAM -> ISHAK -> YAKUB -> ISRAEL (bd. Kej. 11 : 11 – 26; Lukas 3 : 23 – 38; Mat. 1 : 1 – 18). Dialah yang menjadi Pemimpin, Tuhan dan Kristus (bd. Kis. 2:36; Plp. 2 : 10). Dia melaksanakan misi yang sama : ALLAH DIMULIAKAN dan SEMUA KAUM DI MUKA BUMI MEMPEROLEH BERKAT. Suruhan Allah yang dikerjakan Yesus Kristus itulah yang, seharusnya, juga dikerjakan oleh Gereja dan orang kristen.

SELAMAT MENYUSUN PEMBERITAAN FIRMAN
DALAM IBADAH KELUARGA - HARI RABU, 29 PEBRUARI 2012

SALAM DAN DOA

PENULIS

Senin, 27 Februari 2012

PANAS PELA - Menggali Budaya Leluhur Untuk Membangun Masyarakat Maluku Tengah


DOK A/005/27-II-12/ARIE/SOCIO-CULTURAL

PANAS PELA
MENGGALI BUDAYA LELUHUR DALAM WILAYAH MALUKU TENGAH
(SERAM – SAPARUA – AMBON – NUSALAUT – HARUKU)

KAJIAN PERSPEKTIF TEOLOGIS – ALKITABIAH TERKAIT
KONFEDERASI SUKU-SUKU ISRAEL BERDASARKAN IKATAN PERJANJIAN
DI  SEKITAR  KULTUS  RITUAL  PENYEMBAHAN  KEPADA  ALLAH  MAHAESA
DEMI UPAYA PEMBANGUNAN MASYARAKAT MALUKU TENGAH YANG BARU

DAPATKAH ORANG-ORANG AMBON
MEMAHAMINYA SEBAGAI “JEMBATAN-BUDAYA” MEMPERSATUKAN KEMBALI
 MASYARAKAT MALUKU DI MALUKU TENGAH ?

DITULIS DI
MEDAN – SUMATERA UTARA
HARI SENIN, 28 PEBRUARI 2012

OLEH
PUTRA SANG FAJAR
ARIE A. R. IHALAUW
-----ooo00ooo-----

PENGANTAR

ASAL USUL AGAMA-AGAMA. Wilayah Timur Tengah Kuno (Siria – Israel – Palestina – Arab – Yordania – Lebanon) merupakan konteks bagi pertumbuhan dan perkembangan Agama-Agama Bumi dan Agama-Agama Langit.  Keduanya berbeda. Sebutan ‘agama-agama bumi’ ditujukan pada praktik keagamaan yang bertumbuh dari konteks kehidupan manusia  dalam keluarga -> kaum -> suku -> bangsa terkait bentuk keberagamaannya, khususnya : animisme -> dinamisme -> panteisme dan seluruh kultus ritual penyembahan kepada dewa-dewi (politeisme). Sementara meskipun ‘agama-agama langit’ bertumbuh dalam konteks yang sama, namun menyatakan bahwa seluruh doktrinnya bersumber dari pengilhaman ilahi yang bersifat tertulis. Oleh karena itu, ‘agama-agama langit’ ini juga disebut ‘agama berkitab.’ Selanjutnya berdasarkan tradisi tertulis (kitab-kitab sucinya masing-masing) pemeluk agama langit menyatakan, bahwa mereka adalah penyembah Allah Yang Mahaesa (monoteisme), sedangkan pemeluk agama bumi menyembah ilah-ilah bentukannya sendiri dan bersifat politeis.

Isue mendasar yang patut dijawab oleh semua pihak baik pemeluk agama bumi maupun agama langit : APAKAH SUNGGUH-SUNGGUH TELAH TERJADI PERJUMPAAN DI ANTARA UTUSAN (NABI – RASUL) DENGAN ALLAH ? Jika pemeluk agama langit menyatakan : YA, maka selanjutnya pernyataan itu masih perlu dibuktikan kembali, sebab seluruh tradisi tertulis dalam masing-masing kitab suci tidak menggambarkan secara terbuka SIAPAKAH dan APAKAH Allah Yang Mahaesa ? Teka-teki tentang HAKEKAT dan EKSISTENSI Allah Yang Mahaesa dijawab pemeluk agama langit dalam sebuah pernyataan : ALLAH ITU MISTERI. Jawaban ini belumlah memuaskan kerinduan manusia akan Allah.

SEJARAH AWAL MUNCULNYA PERASAAN KEBERAGAMAAN (KEJADIAN 4 : 1 – 14). Meskipun di dalam perikop ini tidak tertuliskan nama agama Kain dan agama Habel; akan tetapi bentuk / model / pola / motif agama kedua orang kakak-adik itu menggambarkan 2 (dua) jenis kultur dan kultus ritual. Pertama, latarbelakang kultus-ritual Kain, anak Adam, adalah PERTANIAN (budaya suku-suku menetap yang tergantung pada pertanian), di mana para petani menyelenggarakan kultus-ritual syukuran / selamatan kepada sesembahan karena hasil bumi melimpah. So pasti, kulturnyapun berangkat dari kondisinya. Kedua, di lain pihak kultus-ritual yang digunakan oleh Habil berlatarbelakangkan dunia PETERNAKAN (budaya suku-suku pengembara yang tergantung pada peternakan), di mana para peternak menyelenggarakan kultus-ritual yang sama, namun perspektif teologinya berbeda. Tradisi lisan tentang Kain – Habel ini dituliskan dengan tujuan memperkuat kepercayaan serta membenarkan model dan motif Agama Israel (Agama Abraham yang diwariskan dalam Agama Musa kepada umat Israel-Yehuda).

Selanjutnya jika anda ingin mendalami model dan motif agama langit dan agama bumi, silahkan menyimak tradisi lisan yang dituliskan dalam setiap kitab suci agama-agama langit (Yahudism, Kristianism dan Islamism).

IKATAN PERJANJIAN

KONTRAK SOSIAL SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN HUBUNGAN KELUARGA. Idealisme yang dikembangkan untuk melukiskan NISBAH (Ind. hubungan; Ing. relation) Allah vs. Manusia serta Manusia vs Manusia adalah PEMBANGUNAN KELUARGA atau PERKAWINAN. Mari kita menyimak beberapa contoh di bawah ini :

1.  KEJADIAN 2 : 23 – 24

Menurut tradisi agama Israel tentang penciptaan manusia-perempuan, ketika makhluk perempuan selesai diciptakan, dibawa-Nya kepada manusia itu” (Kej. 2:22). Verbum “dibawa-Nya” menunjuk pada gagasan teologis : -- pertama -- Allah yang menciptakan manusia menghendaki kesatuan utuh atas hakekat manusia : laki-laki kepada perempuan dan perempuan kepada laki-laki. Allah bertindak mempersekutukan dan menyatukan manusia; -- kedua -- manusia (laki-laki bersama perempuan) patut membina dan memelihara hubungan persekutuan yang dianugerahkan Allah baik dalam perkawinan maupun tanpa menikah; -- ketiga -- persekutuan itu terjadi bukan karena usaha manusia, melainkan karena kasih-karunia Allah; -- keempat -- hubungan itu dibangun di atas dasar kesederajadan karena penciptaan; -- kelima -- kulturnya adalah kasih dan pengenalan akan Allah; -- keenam -- perupaannya diatur sesuai hukum perjanjian. Itulah sebabnya ucapan Adam (manusia laki-laki) : “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki” (Kej. 2:23) dimengerti sebagai kontrak sosial (perjanjian) di hadapan Allah, Pencipta manusia. Di atas pengakuan perjanjian ini kita mengerti makna hubungan persekutuan antar manusia dalam perkawinan (Kej. 2:24-25). Dan, oleh karena itu, berdasarkan perjanjian tersebut manusia mennata-tertibkan serta membagikan hak-hak yang layak dimiliki seseorang.

2.  HOSEA 1 – 3

Tradisi lisan yang dituliskan dalam Kitab Nabi Hosea (psl. 1 – 3) merupakan perlambangan dari hubungan Allah vs Israel selaku umat. Perkawinan Hosea dengan Gomer binti Diblaim, pelacur suci, menceritakan bagaimana sikap Hosea dan isterinya terhadap perjanjian perkawinan yang telah dibuatnya. Ketidak setiaan (pengkhianatan) Gomer selalu dijawab oleh kesetiaan Hosea. Malahan Hosea menikah ulang perempuan zinah (Hos. 3). Gambaran perkawinan Hosea itu dilukiskan secara jelas dalam pasal 2 : 17 – 20 : “Aku akan mengikat perjanjian bagimu pada waktu itu… Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya … dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. … dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN.

Prinsip alkitabiah : “Aku akan mengikat perjanjian” Allah sajalah yang membuat dan mengikat perjanjian kepada umat-Nya, bukan sebaliknya ! Mahar perkawinan : keadilan dan kebenaran, kasih setia dan kasih sayang, kesetiaan“ menjadi kultur (nilai-nilai) yang melandasi pembangunan hubungan Allah vs umat Israel. Waktu perkawinan : untuk selama-lamanya. Tujuan perkawinan : mengenal TUHAN.  Inilah makna perjanjian yang dimaksudkan Hosea. Dengan demikian seluruh prosesi ibadah baik kultus-ritual yang diselenggarakan di dalam Baith Allah maupun pelayanan kemasyarakatan dalam berbagai akftivitas keseharian merupakan UANGKAPAN SYUKUR kepada Allah yang bersedia mempersekutukan diri melalui ikatan perjanjian bersama umatNya
    
3.  PERJANJIAN ANTAR MANUSIA (KEJADIAN 21 : 22 – 34; bd. 26 : 26 – 31).

Di samping perjanjian Allah vs Israel, penulis Kejadianpun menceritakan pembuatan perjanjian antar Abraham (juga Ishak) versus Ambimelekh, raja di Gerar. Meskipun perjanjian itu berhubungan dengan masalah ekonomi; akan tetapi perjanjiannya dibuat berdasarkan SUMPAH kepada Allah. Dalam sumpah itu perjanjian diberikan legalitas dan legitimasi moral di antara kedua pihak yang berjanji.

4.  PERJANJIAN ISRAEL KEPADA ALLAH (YOSUA 24)           .
    
     Israel bukanlah sebuah bangsa homogen, berasal dari keturunan anak-anak Yakub. Menurut cerita penulis Kejadian (Kel. 12 : 38 -> “Juga banyak orang dari berbagai-bagai bangsa turut dengan mereka…”). Orang-orang asing (yang bukan keturunan anak-anak Yakub) yang ikut dalam rombongan eksodus itu wajib mentaati HUKUM PERJANJIAN yang diberikan Allah kepada leluhur Israel (Kel. 12:51 -> “Satu hukum saja akan berlaku untuk orang asli dan untuk orang asing yang menetap di tengah-tengah kamu”; bd. Kej. 17:9-14). Allah membebaskan orang-orang itu dari Mesir dengan tujuan menyelenggarakan ibadah kepada-Nya (Kel. 4:22-24).

     Bertolak dari gagasan itu Yosua mengumpulkan kaum budak belian (Ibr. Ibrani) di Kota Sichem untuk menanyai sikap dan pandangan mereka kepada Allah, JHWH : “Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada TUHAN, sebab Dialah Allah yang kudus…,” (Yos. 24:19). Jawab bangsa itu : “Kepada TUHAN, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan” (Yos. 24:24). Jawaban Israel untuk setia beribadah kepada Allah merupakan sebuah pernyataan sikap yang mengandung beberapa makna :

a.   Allah adalah satu-satunya JHWH (TUHAN -> Ul. 6:4; bd. Yes. 45) yang mengerjakan pembebasan umat (Kel. 20:3; bd. Ul. 5:6) dan membuat mereka menjadi satu. Oleh karena itu, mereka wajib mengasihi Allah (Ul. 6:5). Sikap itu ditampakkan melalui penyelenggaraan ritual keagamaan, di mana pengenalan akan Allah diajarkan (bd. Ul. 6:6-7). 

b.   Keragaman latarbelakang tidak perlu dipersoalkan, oleh karena ikrar iman yang dibuatnya di hadapan TUHAN Allah (Yos. 24:24).  Keragaman latarbelakang itu tetap dipertahankan, tetapi tidak boleh merusakkan pelaksanaan ibadah kepada Allah. Sikap Ibadan seperti ini dinyatakan oleh penulis Imamat : “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (19:18b). Secara tersirat maupun tersurat, bahwa :

b.1.  Allah mengasihi dan memelihara semua manusia dari beragam latar-belakang sosialnya, tanpa membedakan keyakinan agamanya. Sama seperti Ia menyatakan rasa solidaritasNya melalui tindakan pembebasan Israel (termasuk orang asing yang bersama anak-anak Yakub eksodus dari Mesir); demikianlah seluruh umat itu wajib melakukan hal yang sama kepada setiap saudara seketurunan dan orang asing di dalamnya.

b.2.  Ibadah Israel bukanlah semata mata bersifat ritual (bd. kecaman Amos – 5: 21-27); tetapi pengenalan akan Allah melalui ibadah ritual itu perlu diwujudkan melalui sikap TOLERANSI dan SOLIDARITAS kepada siapapun, meskipun berbeda latarbelakang sosio-budaya maupun sosio-religi.

Jadi ibadah kepada Allah (pengenalan akan Allah) patut juga membangun motifasi pelayanan kepada masyarakat yang berbeda keyakinan. Itulah makna kata SESAMAMU MANUSIA. Jika Israel, yang terdiri dari keturunan anak-anak Yakub dan orang asing yang berdiam bersama mereka melaksanakannya dengan tekun dan setia, maka kehancuraan peradaban dan kemanusiaan dapat dihindari. Dan meskipun terjadi ketegangan (konflik) sosial mereka, asalkan mereka mengingat akan hukum moral : KASIHILAH SESAMAMU MANUSIA SEPERTI DIRIMU SENDIRI, maka konflik seberat apapun dapat dituntaskan dengan sikap TOLERANSI dan SOLIDARITAS bersama.

PANAS PELA SEBAGAI WADAH PELAYANAN KRISTEN

Sudah sejak bertahun-tahun lalu penduduk Maluku Tengah (Seram – Saparua – Haruku – Nusalaut – Ambon) menata masyarakat berdasarkan pandangan kekeluargaan, salah satunya PELA, hubungan gandong / persaudaraan. Dan, hubungan itu didasarkan atas PERJANJIAN (KONTRAK SOSIAL). Relasi horizontal inipun berlatar belakangkan mitos kepercayaan yang berasal dari cerita legendaris tentang terciptanya suku-suku di kaki Gunung Binaya – Pulau Seram. Hampir semua kampung ( negeri, desa) memiliki PELA. Ada PELA yang sekeyakinan, seperti : Negeri Soahuku di P. Seram dan Negeri Amet di P. Nusalaut, Negeri Amahai di P. Seram dan Negeri Ihamahu di P. Saparua. Akan tetapi ada pula hubungan PELA antara dua negeri yang tidak sekeyakinan agama, seperti Negeri Titawae di P. Nusalaut (Kristen) dan Negeri Pelau di P. Haruku (Islam). So pasti, tidak ada masalah prinsipal antara negeri-negeri yang sekeyakinan. Sebaliknya, masalah sosio-religi (perbedaan keyakinan dan ajaran agama) akan ditemukan pada relasi horizontal antara negeri beragama Kristen dan negeri beragama Islam (contohnya antara Negeri Titawai – Negeri Pelau), jika terjadi konflik horizontal. Masalahnya :

1. Bagaimanakah jalan (strategi) usaha mendamaikan pihak yang bertikai ?

Menurut saya, Pemerintah Daerah Maluku tidak bisa berbuat lain, kecuali memakai budaya PELA sebagai jembatan dialogis untuk mendamaikan kedua pihak yang berkonflik. Tidak bisa dipakai AGAMA, sebab masing-masing pihak akan bersikap menentang, karena pandangan keagamaan yang bersifat eklusifis.

2.  Apakah penuntasan masalah dengan membedayakan BUDAYA PELA bertentangan dengan KEHENDAK ALLAH yang diajarkan masing-masing ajaran agama ?

     Tergantung dari sudut mana kita memahami dan menghayatinya. Jika kita mendekati masalah tersebut dari aspek dogma agama, maka strategi budaya PELA (antas dua pihak berbeda keyakinan agama) tak dibenarkan. Jika kita mengerti KEHENDAK ALLAH, Dia setuju. Persetujuan itu didasarkan atas firmanNya : KASIHILAH SESAMAMU MANUSIA SEPERTI DIRIMU SENDIRI (Im. 19:18b; bd. Mat. 22:37). SESAMAMU MANUSIA bermakna luas, bukan eklusif sempit. SESAMAMU yang adalah MANUSIA dikenal tanpa memilahkan latargelakang. SESAMAMU yang adalah MANUSIA itulah CIPTAAN-Nya. SESAMAMU yang adalah MANUSIA itu selalu ada tanpa mengenal perbedaan keyakinan agama. SESAMAMU yang adalah MANUSIA itulah ORANG PERORANGAN maupun SEKELOMPOK ORANG yang SAMA DENGAN diri sendiri.

     AJARAN AGAMA-lah yang menyemitkan makna KEBERSESAMAAN BERSAMA DENGAN ORANG LAIN. Maksudnya : SESAMAMU MANUSIA mengalami pentafsiran dan perumusan ulang oleh pikiran pemuka agama, sehingga bermakna eklusif. Hal ini tampak dalam tulisan Paulus kepada Jemaat di Galatia : “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (6:10), di mana kata SESAMAMU MANUSIA ditransliterasikan dan ditransformaikan ke dalam pemahaman KAWAN-KAWAN KITA SEIMAN, persaudaraan kristen; padahal Yesus tidak berbicara sebagaimana apa yang dimaksudkan Paulus. KataNya : “Dan hukum yang kedua yang sama bunyinya dengan itu ialah ‘kasihilah SESAMAMU MANUSIA seperti dirimu sendiri” (Mat.22:38b-39). Di sinilah kita mengerti dan menghayati ucapanNya tentang musuh : “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5:44). Dengan demikian, menurut Yesus, konsep berpikir tentang keber-SESAMA-an itu kehendak kristen untuk keber-SAMA-an dan ke-SAMA-an manusia ciptaan Allah, tanpa memandang status keagamaan. Dalam hal ini penganut Agama Kristen mengembangkan sikap yang tidak jauh berbeda dengan Yahudisme.

3.  BUDAYA WARISAN LELUHUR JUGA DIPAKAI ALLAH UNTUK TUJUAN KESELAMATAN.       

Kreasi manusia (budaya -> adat) juga dipakai oleh Allah untuk menyatakan kebaikanNya ke atas kehidupan umat manusia. Hal ini penting untuk dipikirkan masyarakat Maluku Tengah, sebab jauh sebelum Islam dan Kristen (Katolik – Protestan) masuk ke Maluku Tengah, warga masyarakat yang mematuhi adat-istiadat hidup dalam suasana perdamaian. Dalam kaitan ini, BUDAYA PELA merupakan salah satu wacana dan juga sarana penyelamatan / pembebasan yang dikhendaki Allah. Pada BUDAYA PELA itu terkandung kultur keselamatan yang dipakai untuk membangun sistem kehidupan keluarga. Walaupun kita juga perlu mengantisipasi penyalahgunaan dan penyimpangan BUDAYA PELA untuk tujuan-tujuan kelompok kepentingan. Jadi, menurut saya, BUDAYA PELA (terlepas dari kultus ritual) dapat dijadikan sarana perjumpaan bersama dari sebuah keluarga yang dipisahkan oleh latar belakang keagamaan dan kepentingan politik.
     
ACHIRUL’KALAM

1. Masyarakat Maluku Tengah yang beragama Kristen dan beragama Islam perlu melakukan revitalisasi dan refungsionalisasi budaya leluhurnya sebagai wadah perjumpaan kaum keluarga. Di dalamnya mereka tidak perlu membahas perbedaan (keunikan) keyakinan agama yang dianut; akan tetapi sebaliknya mengamalkan nilai-nilai keagamaan yang dikehendak Allah seperti yang disaksikan masing-masing kitab sucinya.

2.  Budaya dan peradaban yang dihasilkan masyarakat paska masuknya agama-agama langit perlu dijadikan JEMBATAN DIALOGIS YANG DINAMIS untuk menata dan menertibkan ulang fungsi dan peran manusia, sehingga mimpi tentang keadaan damai-sejahtera akan dinikmati oleh seluruh warga masyarakat Maluku Tengah.

Sabtu, 25 Februari 2012

SAGU -> Kajian Filosofis bagi PEMBANGUNAN MASYARAKAT AMBON YANG BARU

DOK 004/27-II-12/ARIE/SOCIO-CULTURAL

SAGU,

MENCARI AKAR JATIDIRI MALUKU

SAGU ADALAH SEBANGSA TUMBUHAN YANG DIJADIKAN
MAKANAN POKOK SUKU-SUKU MALUKU. IA BUKAN SAJA MAKANAN,
TETAPI SUMBER INSPIRASI FILOSOFIS YANG DAPAT DIPAKAI MEMBANGUN KEMBALI
PERSEKUTUAN “PELA-GANDONG” DAN “PELA-BATUKARANG”.

DAPATKAH ORANG-ORANG AMBON
MEMAHAMINYA SEBAGAI “JEMBATAN-BUDAYA” MEMPERSATUKAN KEMBALI
 MASYARAKAT MALUKU DI MALUKU TENGAH ?

DITULIS DI
MEDAN – SUMATERA UTARA
HARI MINGGU, 27 PEBRUARI 2012

OLEH
AKULAH PUTRA SANG FAJAR
ARIE A. R. IHALAUW
-----ooo00ooo-----

PENGANTAR

Satu-satunya suku-suku di Indonesia yang pertama terprovokasi, sehingga muncul “perang saudara” adalah suku-suku di Maluku Tengah di Kawasan Indonesia Timur. Sesungguhnya, kerawanan itu telah terpupuk lama sejak zaman kolonial (penjajahan Belanda). Beberapa alasan dapat dikemukakan menjadi bahan penelitian – pengkajian – pengujian untuk menegakkan hipotesa tentang karakter suku-suku di Maluku Tengah mulai dari alasan :

1.   Politik Pemerintahan.
2.   Agama.
3.   Psiko-Sosial.
4.   Kepentingan kelompok.
5.   dan sebagainya.-

MALUKU SATU DARAH. Etos ini merupakan harapan yang dilagukan untuk membangun kembali kehancuran budaya suku-suku di Maluku Tengah. Mitos suku-suku Maluku Tengah menceritakan, bahwa penduduk yang tersebar di Pulau Ambon, Pulau Saparua, Pulau Haruku, Pulau Nusalaut, Pulau Buru, Pulau Kaibobu, Pulau Teon – Nila – Sarua (TNS) berasal dari PULAU SERAM (disebut : NUSA INA atau PULAU IBU). Mereka adalah orang-orang yang berdomisili di kaki Gunung Binaya. Oleh karena alasan-alasan khusus, mereka bermigrasi menuju pulu-pulau di sekitar Pulau Seram.

Catatan -> Sejarawan dan Etnolog perlu meneliti – mengkaji – menguji asal-usul suku-suku di Maluku Tengah : dari manakah mereka berasal, budayanya, sistem masyarakatnya, dan sebagainya. Pusat informasi dan benyak referensi tertulis masih bisa ditemukan pada Museum dan Perpustakaan di Negeri Belanda.

UPU LATANA-LABUMI. Sistem kepercayaan -> budaya-agama-suku <- suku-suku Maluku Tengah bersifat ANIMIS dan DINAMIS, bukan HINDUISM seperti yang dikemukakan beberapa artikel atau referensi lainnya. Kepercayaan itu diinspirasi oleh mitos-mitos, fable-fabel terkait asal-usul keluarga -> puak -> kaum -> suku, yang tergabung dalam sebuah ‘mata-ruma’, yang kemudian membentuk ‘SOA’ (seorang yang mewakili beberapa marga/fam dalam Pemerintahan Kampung/Desa).  UPU LATANA-LABUMI adalah Ilah Tertinggi yang diakui sebagai PENCIPTA ALAM SEMESTA (Pulau Seram) dan seluruh makhluk hidup di atasnya. Menurut mitos, pertama-tama Sang Ilah menciptakan binatang-binatang. Makhluk ini memiliki perilaku yang berbeda sesuai kodrat ciptaannya. Barulah kemudian diciptakan manusia. Setiap manusia menghubungkan diri dan atau mengidentifikasikan diri kepada binatang-binatang tersebut. Katakanlah salah satu contoh : BUAYA PUTIH yang menjadi sesembahan suku-suku dan marga yang berdomisili di KAMPUNG / DESA TUHAHA (nama asli kampungnya : BEINUSA AMALATU) di Jazirah HATAWANO – di Pulau Saparua. Buaya Putih itu diyakini, pada hari-hari khusus, akan muncul di Sungai OLONO yang mengalir membelah KAMPUNG TUHAHA. Pemunculannya dapat ditafsirkan sebagai PERTANDA sehubungan dengan kondisi masyarakat TUHAHA, jika ada persoalan. Inilah yang disebut MISTIK, dan yang menjadi BIBIT KEPERCAYAAN (semen-religionum).

MITOS KEPERCAYAAN MENJADI ETHOS KEHIDUPAN SOSIAL. Mitos (fable) ini dijadikan SUMBER INSPIRASI bagi pembangunan sistem kehidupan masyarakat. Pertama-tama, ia menjadi landasan bagi pembangunan organisasi masyarakat-adat; dan sesudah itu, menjadi nilai-nilai etika tentang perilaku, kebiasaan dan karakter anggota masyarakat. Jadi, jika para pmimpin suku-suku di Maluku Tengah berkeinginan kuat untuk membangun kembali model masyarakat-baru, mereka patut mempelajari latarbelakang budaya-agama-suku dari setiap suku-suku di sana.

ANJURAN BAGI PEMUKA AGAMA DI MALUKU. Acapkali pemuka agama beranggapan, bahwa unsur-unsur (anasir-anasir) budaya-agama-suku dalam masyarakat Maluku Tengah bersifat KAFIR. Malahan muncul reaksi keras menentang unsur-unsur (anasir-anasir) tersebut. Upaya pemuka agama ini dijalankan secara intensif dengan memakai kitab-kitab suci agama untuk membenarkan tindakannya. Akibatnya, masyarakat di Maluku Tengah mengalami KRISIS JATIDIRI yang sangat parah dan berpenyakit akut. Masyarakat Maluku Tengah mengalami krisis identitas. Hal itu dapat dibuktikan, jika kita mengajukan pertanyaan kepada generasi Maluki saat ini terkait budayanya. Generasi Baru, mulai dari tahun 1960 sampai sekarang ini jarang mengetahui dan mengenal baik lapisan-lapisan mitos yang mengandung ethos yang benar dan baik, yang diilhami budaya-agama-suku. Saya, salah seorang ANAK MALUKU, berpendapat : sikap mengkafirkan budaya-agama-suku, merupakan sebuah arogansi yang akan bermuara ke dalam tindakan teror kepada MANUSIA BERBUDAYA di Maluku Tengah. Oleh karena itu, saya mengusulkan, agar setiap institusi agama di sana perlu mengadakan Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Budaya Maluku, sehingga dapat memelihara nilai-nilai keluhuran yang positif yang terkandung di dalamnya. Ingatlah, bahwa sikap dan pandangan merendahkan budaya-agama-suku merupakan penindasan (tindakan diskriminatif) atas manusia yang diciptakan Allah untuk membangun masyarakat sesuai kebiasaan (adat-istiadat) yang diwariskan turun temurun. Hargailah anasir-anasir budaya-agama-suku yang mengandung nilai positif-konstruktif demi membangun masa depan AMBON MANIS E….

SAGU

MAKANAN POKOK DAN FALSAFAH HIDUP
ORANG – ORANG AMBON

MATAPENCAHARIAN MASYARAKAT MALUKU TENGAH. Pada hakekatnya, masyarakat Ambon bukanlah bersifat agraris (pertanian). Masyarakat Ambon adalah PELAUT YANG TANGGUH. Maluku dijuluki PROPINSI SERIBU PULAU, karena banyak pulau dan matapencaharian penduduknya adalah nelayan. Masyarakat Maluku Tengah kurang mengenal sistem pertanian seperti yang dikenal oleh masyarakat Jawa – Bali. Kehidupan sehari-hari dinikmatinya menjala ikan. Makanan pokoknya adalah SAGU, sejenih tumbuhan yang bertumbuh di dekat tanah berair (rawa) dalam hutan dan di tepi pantai (habitat Sagu). Sepanjang sejarah, dan masih tampak dalam budaya beberapa kampung / desa, mereka tidak pernah mengenal PADI (BERAS). Padi atau beras adalah bahan pangan import yang bukan berasal dari bumi Maluku Tengah. Budi-daya pertanian terkait mata pencaharian masyarakat adalah REMPAH-REMPAH (Cengkeh, Pala, Damar, dll).

FALSAFAH HIDUP ORANG – ORANG MALUKU TENGAH

Ingatlah syair lagi daerah (folksong) ini : MALUKU TENGAH – UTARA DAN TENGGARA E E E… SUNGGUH BANYAKLAH HASIL-HASIL YANG NYATA DI DALAM WILAYAH  E E…. O MALUKU TANAH YANG KAYA DI HUTAN DAN LAUTAN E… Syair lagu tersebut menyiratkan dan menyuratkan kondisi alam Maluku dan kekayaannya.  Salah satu tumbuhan yang dianugerahkan Allah adalah SAGU.

1.   POHON SAKU

      Ciri dan bentuk pohonnya tinggi lurus, berkulit coklat gelap, kulit pohonnya berduri, batangnya berisi putih atau merah (mirip Pohon Nibung). Cara memperoleh isi pohon sagu : dirubuhkan – dibelah – diambil sari pohonnya.

      FILOSOFI POSTUR TUBUH DAN KEPRIBADIAN.

Hal positif -> umumnya orang-orang Maluku Tengah mengidentifikasikan diri bagai POHON SAGU. Berpostur tubuh tinggi (170 cm), berkulit coklat-gelap; wajahnya tampan / ganteng / manis, berambut ikal (bukan keriting seperti suku Negrito. Maluku termasuk rumpun Austronesia, tidak murni Melanesia). Susunan giginya kuat dan putih. Sinar matanya tajam menatap. Meskipun kulitnya coklat-gelap, tetapi hati dan perasaanya selembut sutra.

1.   Berpenampilan (postur tubuh, kulit) menyeramkan, tetapi berhati lembut.
2.   Kepekaan sosial cukup tinggi, khususnya bagi kaum pendatang (tetapi kurang bersahabat dengan keluarga sendiri).
3.   Karena penampilannya keren dan rasa percaya diri yang kuat, orang-orang Ambon dapat disebut “playboy”, suka bergonta-ganti pacar. Romantis dalam bercinta.
4.   Berpendirian keras dan bertindak tegas dalam hal-hal yang diyakininya benar, atau disebut juga non-kompromis.
5.   Sama seperti pokok sagu yang bertumbuh sendiri-sendiri, demikianlah orang-orang Ambon mampu mandiri, meskipun ia berada di dalam kondisi tertekan.
6.   Karena ketegasan sikap dan rasa percaya diri yang kokoh (bagaikan pokok sagu), orang-orang Ambon terkesan keras kepala, tidak mau mengalah jika ia selalu berjuang mempertahankan harga dirinya.

Hal negatif -> tumbuhan SAGU tidak sama seperti bambu. Sekalipun hidup berumpun, akarnya kuat tetapi berdiri sendiri-sendiri dan berjarak 2 – 3 meter di antara masing-masing pohon. Inilah sisi buruk orang-orang Maluku Tengah.

1.   Sikap individualis (perasaan egois, perihal mementingkan diri) cukup tinggi.
2.   Ikatan kekerabatan (kekeluargaan) kurang begitu kuat, karena kepentingan dan kebutuhan berbeda.
3.   SENANG lihat kesusahan (kejatuhan), tetapi SUSAH melihat kesenangan saudaranya.
4.   Rasa Percaya Diri (RPD) cukup kuat, sewaktu-waktu, muncul sikap sombong.

2.   CINTA BERTUMBUH DAN MENGIKAT BAK PAPEDA DALAM SEMPE.

      Isi / sari pohon sagu dijadikan bahan makanan pokok orang-orang Maluku Tengah. Setelah disaringkan isinya dimasukkan ke dalam SEMPE (sejenis basi dari tanah liat) kemudian diaduk dengan air panas menjadi PAPEDA.

      NILAI FILOSOFIS PEMBANGUN MASYARAKAT AMBON YANG BARU

a).  SEMPE sebagai lambang rahim ibu. SEMPE adalah WADAH KESATUAN UTUH TAK TERPECAHKAN. Bagaikan Pulau Seram (Nusa Ina – Pulau Ibu) tempat asal semua suku-suku dan marga orang Maluku Tengah. Masyarakat Maluku Tengah menghayati dan mengakui, bahwa mereka berasal dari satu wilayah : Nusa Ina. Berasal dari satu rahim bumi : Pulau Ibu, di kaki Gunung Binaya – Seram.

b).  Untuk mewujudkannya dipakai SEMPE sebagai LAMBANG KESATUAN. Di dalamnya PAPEDA (makanan sebagai simbol berkat Allah) diletakkan. Secara filosofis dipahami bahwa Maluku Tengah adalah wilayah yang dikaruniakan Allah kepada penduduknya. Wilayah itu kaya hasil bumi dan lautan. Allah (Upu Latana – Labumi) memperkaya penduduk wilayah ini dengan kelimpahan nikmat-Nya.

c). PAPEDA memiliki dua warna : MERAH dan PUTIH. Warna itu menunjuk pada sikap hati yang berani (MERAH) menempuh kehidupan meskipun mendapat berbagai tantangan; akan tetapi mereka mampu menaklukkan tantangan dengan hati nurani dan akalbudi yang bersih, suci, penuh cinta dan keiklasan (PUTIH). Di sinilah kita mengerti dan mengenal watak orang-orang Maluku Tengah (Ambon) yang suka mengalah demi kebahagiaan bersama.

d).  PAPEDA adalah MAKANAN PERSAUDARAAN. Betapapun banyak jenis makanan di atas meja makan, tetapi semuanya terasa kurang sempurna, bila tidak ada PAPEDA. Di setiap kesempatan PERAYAAN KELUARGA (PANAS – PELA) masing-masing KEPALA DESA (Bapa Raja) akan saling suap menyuapkan PAPEDA seorang kepada yang lain sebagai BUKTI / TANDA IKATAN KEKELUARGAAN. PAPEDA bagaikan TALI TEMALI CINTA yang mengikat dua hati dalam satu rasa : RASA SATU GANDONG, orang-orang basudara, tanpa mengenal latarbelakang keagamaan !

e).  SAGU LEMPENG adalah sejenis makanan yang terbuat dari bahan pokok tepung sagu. Sari Pohon Sagu yang sudah diambil dijemur kemudian diayak menjadi tepung (bagai tepung gandum). Ia dibakar di dalam PORNA, wadah memasak. Kadang bahagian bawahnya ada yang hangus, dan ada pula yang baik. Itu menandakan, bahwa meskipin orang-orang Ambon berasal dari satu ibu, akan tetapi memiliki berbagai keragaman. Jadi ada pemahaman yang baik dan benar tentang keragaman latar belakang. Orang Ambon bisa berbeda pandangan tetapi TETAP BASUDARA ! Bisa berbeda RASA dan KATA, tetapi TETAP SATU GANDONG ! Semua saling menghargai dan menjunjung tinggi persaudaraan, karena CINTA-KASIH.

MENCIPTAKAN KEMBALI AMBON YANG BARU

KONTEKS SOSIAL MASA KINI. Sebagai ANAK MALUKU yang dilahirkan (istilah Ambon : POTONG PUSAR) di TIANG BELAKANG di Kota Saparua – Minggu, 29 Juli 1956, saya sudah 40 tahun merantau meninggalkan tanah kelahiran. Tetapi HATI dan BENAK ini masih tertanam di sana. Melewati berbagai perubahan dan perkembangan masyarakat, saya menyimak berbagai konflik sosial yang muncul di sana, dikarenakan KRISIS JATIDIRI masyarakat Ambon. Isue utama adalah kurang kuatnya HUMAN RELATIONSHIP yang berakar pada LAHAN CULTURAL dan ENKULTURASI NILAI BUDAYA LELUHUR.

TUJUAN ALLAH YANG DITULISKAN DALAM AL-QUR’AN DAN ALKITAB. Allah memiliki rencana utama dalam pembangunan alam semesta serta manusia di Ambon, yakni : MEMBEBASKAN MASYARAKAT AMBON DARI KETERBELAKANGAN YANG MEMBUAT KEHIDUPAN SOSIALNYA TERANCAM. Sayangnya pendekatan (paradigm) terhadap budaya masyarakat disoroti dari masing-masing ajaran / dogma agama. Pemuka Agama Islam dan Agama Kristen di Ambon kurang mengembangkan NILAI-NILAI KEPERCAYAAN sesuai ajarannya dengan menggunakan BUDAYA LOKAL yang diwariskan leluhur kita. Oleh karena mereka berpandangan, bahwa ADAT ISTIADAT yang diwariskan itu ber-DOSA. Katakanlah contoh : masyarakat TITAWAI di Pulau Nusalaut yang beragama Kristen dan PELAU di pulau Haruku beragama Islam, sejak dahulu kala mewarisi pemahaman, bahwa keduanya berasal dari sebuah keluarga (PELA-GANDONG). Bagaimanakah PANAS PELA dibuat, jika pemuka masing-masing agama saling mengharamkan NILI-NILAI BUDAYA YANG MENGHORMATI KERUKUNAN HIDUP ORANG SATU GANDONG ? Di sinipun terletak kekeliruan dari Kementrian Agama dan fatwa yang dikeluarkan oleh Institusi Agama, ketik mengharamkan pemeluk agama tertentu tidak diperkenankan mengikuti kegiatan keagamaan dari pemeluk agama berbeda. Kebijakan seperti itu kurang KONTEKSTUAL, karena kurang mempertimbangkan BUDAYA LOKAL sebagai NILAI-NILAI PEMBANGUN BANGSA sebagai BANGSA.

Cilakanya ajaran agama telah membentuk sikap fundamentalis yang fanatic dengan tujuan mempertahankan kebenaran FIRMAN menurut agama masing-masin, tanpa memperhatikan TUJUAN ALLAH UNTUK MENYELAMATKAN MANUSIA tanpa mengenal kaidah-kaidah keagamaan. FIRMAN ALLAH diberitakan oleh Tuhn Yesus/Nabi Isa, as dan Nabi Muhammad, saw berdasarkan tujuan tersebut. Keber-agama-an patut bertujuan yang sama pula. Allah, swt tidak mengutus Nabi Isa,as (Tuhan Yesus Kristus) dan Nabi Muhammad, saw untuk membela kepentingan-Nya; melainkan membina umat manusia untuk mengetahui, menerti dan mengamalkan hakekat agama demi membangun kehidupan bersama manusi dan bersama alam semesta. Kekacauan yang terjadi dalam masyarakat Ambon merupakan tanggungjawab pemuka agama yang membina masing-masig umat-Nya. Kekeliruan itu telah melahirkan pemeluk agama yang ateis dan yang bertindak anarkis.

TUJUAN ALLAH MENGHADIRKAN PEMELUK AGAMA ISLAM DAN KRISTEN DI AMBON. Allah menghendaki DAMAI SEJAHTERA di Kota Ambon. KehendakNya tertuang dalam Alkitab dan Al-Qur’an. Meskipun pemerintah menurunkan KEBIJAKAN NASIONAL di bidang keagamaan, namun kebijakan tersebut perlu dilaksanakan dengan MENGHORMATI KEARIFAN LOKAL yang terkandung dalam kemasan, yakni  BUDAYA LOKAL dan NILAI-NILAI KEMANUSIAAN YANG BERSIFAT UNIVERSAL. Dengan demikian perlu adanya wadah kebersamaan (semacam DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA dan PENGHAYAT BUDAYA) untuk mempercakapkan KEARIFAN LOKAL sebelum pelaksanaan KEBIJAKAN NASIONAL demi kenyamanan hidup bermasyarakat.

QUO VADIS AMBON MANIS E

Salam Penulis

PUTRA SANG FAJAR
ARIE A. R. IHALAUW