Jumat, 15 Agustus 2014

HUBUNGAN ANTAR ANGGOTA KELUARGA - Materi KAT.PRANIKAH Bhgn III


MATERI
KATEKISASI PRA NIKAH
Bahagian III

HUBUNGAN ANTAR ANGGOTA
DALAM KELUARGA KRISTEN

A.  PENDAHULUAN

Kualitas kehidupan seseorang sangat ditentukan oleh baik buruknya hubungan yang terbina di antara anggota keluarga. Mungkin saja pernyataan tersebut masih belum teruji, namun dalam kenyataannya, kita menyaksikan banyak anak-anak mengatakan, bahwa pengalaman masa kecil mempengaruhi pertubuhan serta perkembangan kepribadiannya. Anak-anak yang sering diperlakukan buruk (mengalami tindakan kekerasan) oleh orangtua akan mengalami hambatan ---- malahan menyebabkan kepincangan dan penyimpangan ---- psikologis serta perilaku sosial anak di kemudian hari. Sebaliknya, jika anak-anak menikmati keindahan hubungan antar anggota keluarga, maka pengalaman itu akan terlihat baik di kemudian hari.

B.   MEMBANGUN HUBUNGAN KELUARGA HARMONIS

Orangtua patut mengingat, bahwa kehadiran anak / anak-anak merupakan pemberian Allah (“Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah” -  MAZ  127:3). Jika pemazmur mengatakan, “anak / anak-anak itu milik pusaka TUHAN”, sesungguhnya, ia ingin menegaskan, bahwa harta kekayaan Allah (Bhs. Tapanuli => hamoraon Debata nami) telah dianugerahkan / dihadiahkan kepada suami isteri, agar mereka mengelola dan mengolahnya untuk kehidupan masa depan. Sama seperti seorang pekerja mengolah penghasilan (upah/gaji) sampai menerima yang baru, demikian pula orangtua mengelola sumber daya anak / anak-anak untuk membangun masa depan bersama.

HORMATILAH AYAHMU DAN IBUMU, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (ULNG. 5 : 16).

Umumnya orangtua selalu mewajibkan anak / anak-anak menghormainya, sebaliknya orangtua tidak selalu menghormati hak-hak mereka. Katakanlah contoh, hak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Acapkali kita masih menemukan anak / anak-anak usia 6 – 17 tahun yang putus sekolah dikarenakan kekurangan dana. Malahan anak / anak-anak usia tersebut diijinkan menjadi tenaga kerja, pengemis, pemulung. Jikalau keadaan ini ditanyakan, maka orangtua selalu mengelak dari tanggungjawabnya. Pikir punya pikir : “Mengapa harus bikin anak, kalau tidak sanggup menghidupkan dan membiayai sekolahnya ? Mengapa anak / anak-anak dijadikan korban penderita dari kesenangan seksual orangtua ?” Mungkin kita berpikir, semuanya sudah menjadi garis kehidupan. Sesungguhnya tidak demikian, jika pasangan suami-isteri merasa keadaan ekonomi keluarga belum memadai untuk memiliki anak, sebaiknya ia mengikuti program Keluarga Berencana. Jangan pernah berpikir, bahwa TUHAN akan mengubah kehidupan keluarga, jika suami-isteri tidak bekerja bersama Dia. Dan, jangan sekali-kali mengorbankan anak demi kepuasan seksual orangtua.

C.   KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA

Masih berbentuk hipotesa saja, menurut pencermatan saya, umumnya budaya keluarga di wilayah Asia – Afrika hampir hampir diwarnai pemahaman terkait superioritas (keunggulan) dan dominasi laki-laki. Mungkin hal ini dilatarbelakangi sistem perkawinan menurut garis keturunan ayah (patrelineal).  Kekerasan itu bukan hanya dirasakan oleh isteri saja tetapi juga anak / anak-anak. Bagaimanakah sikap orangtua --- khususnya suami --- terhadap masalah kekerasan dalam rumahtangga ?

NASIHAT KEPADA  SUAMI – SUAMI.

Para suami yang sering melakukan kekerasan terhadap isterinya, so pasti, terdorong oleh situasi psikologis yang kompleks. Jauh sebelum masalah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dibahas oleh KOMNAS HAM Perempuan dan Anak, Kitab Suci Kristen sudah menuliskannya.

C.1. KDRT terhadap Wanita
        
Dan inilah yang kedua yang kamu lakukan : Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, oleh karena Ia tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya dari tanganmu. Dan kamu bertanya : "Oleh karena apa ?" Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu
(MAL. 2 : 13 – 14).

Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
( KOL 3 :  19 )

Maleakhi menganalisa masalah tindak kekerasan terhadap isteri (Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan), dan mengevaluasi perilaku ibadah suami dalam rumahtangga, ternyata nabi menemukan, bahwa suami “telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu.” Dengan kata lain, Maleakhi hendak menegaskan, bahwa di balik tindakan kekerasan, so pasti, ada motivasi pendorong, yakni : ketidak setiaan. Malahan kecaman nabi lebih mengegerkan : “Jagalah dirimu dan janganlah berkhianat !” (MAL. 2 : 16). Tindakan kekerasan itu, sesungguhnya, tercipta karena adanya pengkhianatan, dan di dalam pengkhianatan terkandung ketidaksetiaan. Dan pada akhirnya ketidaksetiaan mendesak keinginan untuk bererai. Dalam kaitan dengan hal itu, Tuhan Yesus berkata : "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah." (MAT 19 : 8 – 9).

Jelas sekali, Yesus tidak menyetujui perceraian,  apapun alasannya. Sesungguhnya Dia ingin menjelaskan, bahwa “perceraian itu merupakan suatu kondisi terpaksa, di mana suami memaksakan kehendaknya yang melawan hukum, agar ia bisa bercerai. Simaklah kalimat ini : “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu.” Mungkin sang suami akan berdalih : “Isteriku telah berselingkuh, berzinah dengan laki-laki lain.” Yesus ingin menegaskan, perzinahan tidak dapat dipakai untuk membenarkan perceraian, jikalau suami itu MENGASIHI ISTERINYA DENGAN SEBULAT HATI (bd. MAT 22:39).

Tentang kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami, Rasul Paulus menasihati (EPS. 5 : 25 – 30) :

“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diriNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri : Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya.”

Paulus menggunakan frasa “sama seperti Kristus terhadap jemaat” dan “sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat” Penggunaan itu menitik beratkan makna hubungan Kepala Keluarga (suami) dan Kepala Gereja (Yesus selaku mempelai laki-laki). Artinya, jika seorang suami mengatakan : “Aku mengasihi Yesus,” maka ucapan itu harus dipelrihatkan dalam tindakan nyata kepada isterinya. Bukankah Yesuspun mengasihi sang suami ? Jadi ia mengasihi isterinya, karena terlebih dahulu ia telah beroleh belas kasihan dari Allah.

Lantas, “Bagaimana aku hidup bersama isteri yang telah berzinah, berselingkuh ?” Rasul Paulus mengartikan ulang ucapan Yesus (MAT. 19 : 18-19) demikian : “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya;” artinya, sebagaimana Yesus telah menguduskan dan menyucikan orang beriman dengan tidak memperhitungkan dosa dan pelanggarannya, demikianlah suami bebuat kepada isterinya. Seberapa berat pelanggaran isteri, jikalau hati suami dipenuhi Roh dan Kasih Allah, niscaya dosa dapat diampuni (bd. I PET. 4:8 => “Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.”) Dengan demikian, tidak ada alasan bagi seorang suami Kristen untuk membalas kesalahan isterinya dengan kekerasan. Jika ia memiliki hati yang mengasihi Yesus Kristus selaku Tuhan dan Juruselamat, maka ia wajib menjadi “juruselamat” yang membebaskan isteri dari pelanggarannya. Dalam hal itulah kasih menjadi sempurna di dalam keluarga orang beriman.

C.2.  KDRT terhadap anak / anak-anak

“Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (KOL. 3 : 21).

Perlu diingatkan kembali, Pemarmur mengingatkan : Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah" (MAZ. 127 : 3). Melalui nasihatnya Pemazmur ingin menggugah pembaca tentang :

·       Anak / anak – anak itu manusia ciptaan Allah, bukan ciptaan laki-laki dan perempuan.

·  Allah memakai manusia (perempuan) sebagai alat reproduksi, supaya karyaNya dilanjutkan melalui kelahiran.

·  Meskipun kita memahami kehadiran anak / anak-anak sebagai pembuahan dari persetubuhan suami-isteri, namun orang percaya meyakini  bahwa anak / anak- anak adalah pemberian Allah. Oleh karena itu, orangtua wajib mendidik, mengajar, membina, dan melatih kemampuannya, sehingga mereka dapat mencapai masa depan.

TUGAS ORANGUA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK / ANAK – ANAK

Marilah kita membaca Ucapan Yesus kepada para muridNya : Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu (MAT 7 : 24). Siapapun yang ingin membangun rumah, ia harus menyusun perencanaan yang baik dan benar, supaya proses pembangunan berjalan lancar serta menuju sasaran yang diingini. Salah satu nasihat orangtua : “Kita harus bertanya kepada tukang bangunan tentang segala sesuatu yang behubungan dengan pembangunan rumah masa depan.” Jika nasihat itu ditautkan pada ucapan Yesus --- orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya ---, maka kita perlu menemukan akar budaya Israel Kuno tentang pembangunan rumah. Yang dimaksudkan adalah :

·      RUMAH adalah sebuah wadah tempat tinggal sekelompok orang yang memiliki hubungan kekerabatan menurut kelahiran (pengertian ini bersumber dari filologi Bhs Yunani : OIKOMENOS).
·      RUMAH adalah suasana (situasi kondisi) yang terbangun dan terbina melalui hubungan secara harmonis antar anggota-anggota keluarga (pengertian ini bersumber dari filologi Bhs Yunani : OIKODOMEIN)
·      RUMAH adalah sebuah sistem organisasi kehidupan --- memiliki tujuan, kewajiban dan hak, fungsi dan peran --- yang tertata rapih dan teratur berdasarkan aturan-aturan (pengertian ini bersumber dari philologi Bhs Yunani : OIKONOMOS)

Dengan sengaja Matius menuliskan ucapan Yesus, agar pembaca mengetahui dan mengerti, bahwa untuk bisa menikmati rumah masa depan sejahtera, maka tiap orang percaya wajib mendengar dan melakukan seluruh ajaran Yesus. Apakah yang dimaksudkan Matius ?

Pertama, rumah yang dimaksudkan Matius, sesungguhnya, Jemaat Kristus (bd. MAT. 16:18 => “Dan Akupun berkata kepadamu : Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya”); artinya, orang-orang yang mengakui Yesus selaku Kristus (Mesiah)-nya, mereka dibaptiskan, dikuduskan, dihimpunkan dalam satu persekutuan --- di mana nama Allah (Bapa – Anak – Rohkudus => MAT. 28:19-20) dimeteraikan --- untuk menjalankan misi Allah di dalam dunia ciptaanNya.

Kedua, Matius ingin menjelaskan, bahwa pembangunan rumah itu dimulai dari manusia; artinya, orangtua (tua-tua) wajib membina karakter dan kepribadian setiap anggota keluarga menurut citra ‘manusia baru’ seperti yang tampak pada Yesus Kristus.

Ketiga, tujuan yang akan dicapai adalah KEBAHAGIAAN (bd. MAT. 5:1–12); dan, cara hidup yang wajib diwujudkan KASIH (MAT. 22:36–40 => “Kasihilah TUHAN Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akalbudimu => bd ULNG 6:5;” dan lagi “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” => bd. IMM. 19:18b). Kebahagiaan rumahtangga / keluarga hanya dapat terwujud dan dinikmati, jikalau anggotanya memiliki karakter sesuai citra Kristus serta hidup dalam kasih. Dengan demikian, bila keluarga-keluarga mempraktikan kasih, maka Jemaat Lokal akan hidup dalam kerukunan dan kebahagian. Semua ini dimulai dari setiap rumah-tangga dalam Jemaat Lokal.

Pembangunan rumahtangga wajib dilandasi firman Allah (=ucapan Yesus Kristus).

---- BERSAMBUNG ----

BOGOR – Jumat, 15 Agustus 2014


ARIE A. R. IHALAUW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar