GPIB
SABAGAI KELUARGA ALLAH
YANG MENJALANKAN MISI KRISTUS YESUS
PERSEPULUHAN
DAN MISI GPIB
ditulis oleh
Arie A. R. Ihalauw
PENGANTAR
Pertama-tama tulisan ini tidak bertujuan
untuk mengkritisi pelaksanaan TAP PS 2010 terkait Pembangunan Ekonomi Gereja
(PEG) mmenyangkut PERSEPULUHAN. Tulisan ini senga-ja diposting menjadi
wacana diskusi di kalangan warga GPIIB dalam Jemaat – Jemaat Lokal untuk
memahami upaya pembangunan ekonomi Gereja secara sinodal dalam Jemaat di tingkat
lokal sehubungan dengan pelaksanaan misi GPIB.
Setelah kurang lebih 5 (lima) tahun keputusan
gerejawi terkait prsepuluhan dilaksanakan, kita perlu melakukan evaluasi dan
analisa kritis terhadap persoalan-persoalan yang berkkembang seiring dengan praktik
persepuluhan warrga jemaat ke Jemaat Lokal, kemudian Jemaat Lokal ke Majelis
Sinode. Marilah kita menyoroti dengan bijak catatan-catatan di bawah ini :
A. PENYIMPANGAN
DAN AKIBATNYA
1.
KESEPAKATAN BERSAMA
Dalam PS XIX tahun 2010 telah
disepakati, bahwa persembahan persepuluhan tiap bulan disetor Majelis Jemaat
kepada Majelis Sinode sejumlah 10% dari penerimaan kotor setiap bulan berjalan;
dan, kompensasinya adalah : Majelis Jemaat tidak menye-tor lagi dana, seperti :
kolekte khusus Ibadah HUT Pel-Kat, kolekte khusus Ibadah HUT GPIB, dana
penunjang gaji sinodal (DPGP2), dll.
Realisasinya, Majelis Sinode
telah menyimpang dan tidak konsisten melaksanakan kesepakatan bersama.
Akibatnya, Majelis Jemaatpun akan bersikap inkonsistensi terhadap kesepakatan
sinodal.
2.
LAPORAN KEUANGAN TRIWULAN
& TAHUNAN
Kericuhan dalam PS / PST GPIB
terkait Laporan MS bidang Pembangunan Ekonomi Gereja (PEG) sering terjadi,
dikarenakan kurangnya informasi dan bukti-bukti akuntasi yang akurat sehubungan
penatalayanan perbendaharaan Gereja (Keadaan yang samma pula dapat disaksikan
dalam tiap SMJ).
Biasanya, jika
pertanyaan-pertanyaan seputar informasi / laporan PEG dalam PS/PST, maka Ketua
IV atau Bendahara akan berkilah, bahwa “TATA GEREJA GPIB TIDAK MENGATUR PELAPORAN
KEUANGAN TRI WULAN KEPADA JEMAAT-JEMAAT” Ucapan seperti ini menimbulkan
persoalan yang ujun-ujungnya merugikan GPIB, secara khusus Majelis Sinode. So
pasti, utusan jemaat yang mengikuti PS/PST akan melaporkan hasilnya, lalu SMJ
memutuskan untuk mengurangi atau tidak memenuhi kewajibannya kepada MS GPIB.
Memangg benar, Tata Gereja
GPIB tiak merumuskan, MS GPIB wajib mengirimkan Laporan Keuangan Triwulan
kepada Jemaat-Jemaat, sebab pertanggungjawaban MS disampaikan ke PS/PST; akan
tetapi apa salahnya juga jika MS menyampaikan “informasi” (bukan Laporan
Pertanggungjawaban) kepada Jemaat-Jemaat ? Bukankah kebiasaan yang pernah
dilakukan sepanjang periode MS-GPIB I => MS-GPIB XIV merupakan sebuah
kewajiban etis organisasi yang menguntungkan semua pihak ? Artinya, melalui “informas
triwulan” setiap Jemaat Lokal mengingat akan kewajiban organisasi untuk
mensuport pekerjaan sinodal, sekaligus Majelis Jemaat mengetahui kekurangan
dana sinodal yang dibutuhkan MS-GPIB. Dengan cara demikian kita dapat membangun
pengertian bersama untuk mendukung seluruh keputusan yang dibuat dalam PS /
PST.
Sikap arogan MS GPIB yang
dibangun berdasarkan otoritas Tata Gereja, so pasti, akan berhadapan dengan
sikap anarkis jemaat / jemaat-jemaat. Hal seperti ini akan merusak perjalanan
misi Gereja secara menyeluruh. Diharapkan tidak
terulang dalam kepemimpinan MS GPIB XX, khususnya Bidang PEG.
3.
MANIPULASI DATA KEUANGAN DI
TINGKAT JEMAAT LOKAL
Dalam kasus ini, tiap Majelis
Jemaat, cq. PHMJ, harus berbicara tuntas dan jujur. Acapkali PHMJ mengadakan renstra (rencana strategi) yang membengkakkan
penge-luaran jemaat, agar kuantum (jumlah) persepuluhan yang diwajibkan dalam
sebulan berkurang, dan lain-lain. Malahan ada pula yang berbuat licik, misalnya
: seharusnya persepuluhan sebulan Rp. 10.000.000,- lalu dibuat Rp. 7.006.575.-
Kita boleh membohong MS-GPIB, tetapi TUHAN, Sang Pemilik Gereja, mengetahi
segalanya. Ingatlah, pperbuatan curang seperti itu tidak kita lakukan kepada MS-GPIB
melainkan kita telah menipu Allah Pemilik Gereja. Dengan cara demikian Majelis
Jemaat telah menghalangi pertumbuhan miisi Gereja.
Ingatlah : Siapapun yang mengumpulkan harta dengan cara berbohong tidak
akan pernah berkelimpahan; sebaliknya yang tangannya suka memberipun tidak akan
berkekurangan, sebab Allah mengetahui hati, dan Dia memberkati mereka yang
mempersembahkan persepuluhan dengan tulus hatinya.
Beberapa catatan-catatan di
atas memperlihatkan, bahwa Majelis Sinode dan Majelis Jemaat saling menipu
dan saling menjahati, karena mereka masing-masing mempunyai kepentingan. Hanya TUHANlah yang tahu segalanya !
B. MISI
GPIB DAN PERSEPULUHAN
Refleksi Teologis
tentang MISI GEREJA
Jika kita membahas misi GPIB,
maka pokok bahasan itu tertuju pada “gerakan hidup
Jemaat-Jemaat yang berjalan bersama memberitakan Injil Kristus dan mengajarkan ajaran
Gereja”. Itu berarti, misi itu dijalankan oleh Jemaat-Jemaat
GPIB secara bersama serta dikordinasi MS-GPIB. GPIB itu adalah Keluarga
Jemaat-Jemaat yang diadakan oleh perjanjian bersama. Ia (Keluarga Jemaat-Jemaat)
itu merupakan satu persekutuan hidup (the living community of God) di dalam dan
bersama Allah.Ia diadakan Allah uutuk melaksanakan tujuan :
· “Aku ini TUHAN,
telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan
memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi
terang untuk bangsa-bangsa.”
(Yes. 42:6)
a) Tujuan Allah memanggil ( = membentuk,
mencitakan, menjadiikan) umatNya, agar mereka menyelamatkan ciptaanNya.
b) Penulis-penulis Alkitab selalu
menggunakan ssimbol untuk memeteraikan makna khusus terhubung keselamatan,
seperti : sunat, pelangi, dll. Dalam ayat ini penulis mengaitkan umat Allah
kepada ‘perjanjian’.
Perjanjian, menurut makna juriis formal, merupakan pernyataan hukum yang
mengikat kedua pihak yang berserikat / bersekutu. Dalam kasus Israel selaku
umat Allah (umat perjanjian), mereka bukanlah pihak yang berjanji. Mereka
hanyalah “peserta
/ partisipan” belaka. Sebab
perjanjian tidak dibuat Israel, melainkan Allah berjanji dalam diriNya sendiri
untuk menjadikan Israel sebagai umat / anak-anakNya (bandigkan kasus ini dengan pemahaman
teologi Hosea tentang perjanjian Allah, di mana Dia bertindak selaku suami
=> Hos. 2). Dengan kata lain, penulis Alkitab hendak menegaskan,
bahwa status hukum yang diterima Israel, bukan karena perbuatan baiknya,
melainkan semata-mata karena janji Allah saja.
Umat ciptaanNya adalah ‘umat perjanjian’;
artinya, melalui kehadiran umatNya Allah membuat dan mengerjakan perjanjian
keselamatan bagi seluruh ciptaan. Umat itu adalah meterai keselamatan yang
dikaruniakan Allah ke dalam kehidupan ciptaan.
c) “Menjadi terang” Terminologi ini menunjuk pada
pengutusan (tugas) Israel selaku umat perjanjian. Kata kerja “menjadi”
menjelaskan, bahwa seluruh aktifitas kehidupan pribadi, keluarga, maupun
persekutuan iman wajib menghadirkan terang yang mematikan kegelapan.. Umat
perjanjian wajib mengerjakan kebaikan, supaya bangsa bangsa yang hidup dalam
sengsara maut melihat jalan dan dapat diselamatkan.
· Ia (Yesus) berkata kepada
mereka : “Pergilah ke seluruh dunia, bertakanlah Injil
kepada segala makhluk.”
(Mrk. 16:15)
a) Injil adalah berita sukacita, bahwa Allah
telah bekerja membebaskan seluruh ciptaan dari pemusnahan. Ia memulihkan
kondisi yang memungkinkan semua makhluk dapat menikmati kehidupan. Karya itu telah
direalisasikan Yesus selama hidup di bumi.
b) Yesus itulah yang memanggil dan mengutus
para pengikutNya baik secara pribadi maupun kolektif untuk melanjutkan
penyelamatan, pembebbasan dan pemulihan kehidupan.
c) Injil yang diberitakan, menurut penulis
kitab Markus, adalah anugerah Allah kepada ciptaan, bukan hanya manusia. Oleh
karena itu, pesan Yesus mngingatkan kita akan penugasan Allah, ketika Ia
menempatkan manusia di dalam Taman Eden. “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya
dalam taman Eden untuk mengusahakan (to cultivate) dan memelihara (to conserve) taman itu”
(Kej. 2:15).
Manusia yang diselamatkan
Allah adalah pelaku keselamatan, sejak Allah menemppatkan dan menugaskannya dalam
lingkungan hidup (ekosistem, oikomenos) sampai langit dan bumi ditiadakan.
Tugas itu harus dijalankan terus menerus. Ketika Yesus memesankan hal itu kepada
pengikutNya, Dia bermaksud agar kita mengembangkan konsep pembangunan
bernuansakan “taman Eden”, alias : membangun langit baru dan bumi yang baru sejalan konsep tentang
Eden : love, peace for integrity (cinta-kasih, perdamaian demi keutuhan ciptaan)
.... sebuah
langit baru dan bumi baru yang dibangun di atas landasan cinta-kasih dan
perdamaian untuk mencapai keutuhan ciptaan ... ciptaan baru di dalam Kristus.
Di sinilah kita dapat menghayati
panggilan kristen untuk tujuan penyelamatan alam.
· Pergilah, jadikanlah semua
bangsa muridKu dan babptiskanlah mereka dalam nama Bapa,, dan Anak dan Rohhkudus,
dan ajarlah mereka segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.... Aku
menyertai kamu senantiasa...”
(Mat. 28:19-20)
a) “Pergilah”.
Kata perintah ini tidak mengandung paksaan, melainka himbauan Yesus kkepada
murid-murid dan para pengikutNya. Pemahamannya demikian, jika orang-orang
percaya yang telah menerima anugerah keselamatan itu tidak bergerak, tidak
merencanakan strategi untuk menggandakan anugerah itu, sudahh barangtentu orang
lain tidak memperoleh keselamatan (bd. Rom. 10:11-15; I Tim. 2:2). Pergi tanpa
paksan, tetapi terdorog rasa syukur atas keselamatan yang diberikan Allah.
b) “Jadikanlah semua bangsa muridKu.”
Kalimat ini perlu dipahami dari2 (dua) sudut pandang. Pertama, Yesus tidak
bertujuan menjadikan orang-orang yang mendengarkan InjilNya menjadi kristen
(proses kristeninasi gaya barat). Dia ingin mengubah sikap mental dan pola
pikir (melalui pemberitaaan dan pengaaran), agar perilaku sosial si pendengar
berubah dan dibebaskkan dari penderitaan. Sekurang—kurangnya pendengaran akan
Injil Kristus membentuk ulang sikap mental dan menyusun kembali pola pikir
berasaskan cinta-kasih, perdamaian. Dengan demikian tiap orang diperkaya dan
dimotivasi untuk berbuuat baik. Kedua, jika pada akhirnya si pendengar dibaptiskan,
maka kondisi itu terjadi oleh dorongan hati nuranii yang dipimpiimpin olehh
Rohkudus, bukan karena iming-iming dan paksaan.
c) “Ajarkanlah mereka segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu”
Mengajar merupakan strategi pendidikan yang bertujuan membukakan wawasan,
pemaahaman, mencerdaskan, membangun kepribadian, dll. So pasti, pengajaran itu dilandasi atas perkataan dan
perbbuatan Yesus Kristus.
Penjelasan tentang misi orang
percaya secara individual maupun kolektif di atas membantu kita memahami tujuan
pelaksanaan persembahan persepuluhan dari warga jemaat kepada organisasi Jemaat
Lokal (yang dikelola oleh Majelis Jemaat), kemudian dari Jemaat Lokal (Majelis
Jemaat) ke Majelis Sinode.
Refleksi
atas Persembahan Persepuluhan
1. Kesadaran akan persembahan persepuluhan
sebagaimana yang diajarkan Alkitab bertumbuh dari rasa syukur orang perorangan
maupun keluarga, karena penghidupan mereka diberkati Allah. Oleh karena itu,
mereka mengucap syukur melalui pemberian perembahan, termasuk persepuluhan
kepada Allah.
2. Pemahaman iman Alkitabiah, seluruh bentuk
/ jenis persembahan --- temasuk
persepuluhan ---- tidak diberikan kepada imam-imam secara perorangan, kalau
dalam keadaan sekarang dapat dikategorikan pelayan/hamba Tuhan : Pendeta,
Penatua, Diaken, Pengkhotbah, Penginjil, dan orang-orang yang bekerja dalam
gereja.
3. Semua persembahan, termasuk persepuluhan,
yang diiberikan kepada Allah melalui Baith Allah dikelola dan diolah imam-imam
(Majelis Jemaat) untuk meningkatkann pelayanan keselamatan dan kesaksian
(pemberitaan) Injil Kristus, serta kesejahteraan para pekerja Baith Allah
(Gereja/Jemaat) dan umat.
Dengan demiikian setiap warga
jemaat, juga Majelis Jemaat, yang menerima berkat Allah, yakni : gaji /
penghasilan, wajib memberi persembahan (termasuk persepu-luhan).
Misi Gereja
GPIB
Sejak semula kami telah
menyatakan, bahwa misi Gereja itu bukan dilakukan oleh Majelis Jemaat terpisah
dari Majelis Sinode, dan bukan diputuskan Majelis Sinode dan didukung Majelis
Jemaat. Misi Gereja itu adalah PESAN (Amanat) ALLAH yang tertulis dalam Alkitab,
dan yang diakui sebagai TUGAS POKOK PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA. Pengakuan itupun
dittetapkan bersama, mengandung kekuatan hukum mengikat. Kedua pihak (Majelis
Jemaat dan Majjelis Sinode) dalam tiap persidangan berulang-ulang merumuskan
dan memutuskan untuk mngerjakannya bersama-sama. Itulah alasannya kami
menegaskan, bahwa MISI KRISTUS dikerjakan oleh GPIB secara organisasi : utuh
dan menyeluruh.
Dalam rangka mendukung
penyelenggaraan misiNya, Jemaat-Jemaat GPIB telah menetapkan dalam
persidangannya pelaksanaan PERSEPULUHAN. Inilah maknanya, secara teologis
Jemaat-Jemaa secara bersama-sama tiba pada kesimulan, bahwa untuk mendukung
misi Allah, GPIB mengadakan persepuluhan. Oleh karena itu, kita tidak perlu
mempersoalkan hakekat teologis dati praktik persepuluhan.
Antara
MAJELIS SINODE dan MAJELIS JEMAAAT
1. Persoalan yang perlu diperhatikan untuk
dievaluasi dan dikaji ulang telah dijelaskan dalam butir A di atas
(PENYIMPANGAN dan AKIBATNYA).
2. Pertanyaan yang perlu dibahas lebih
lanjut : Jika MISI GPIB itu dilakukan secara bersama-sama oleh Majelis Sinode
di tingkat sinodal dan Majelis Jemaat di tingkat parokial / lokal, sesungguhnya,
GPIB wajib menetapkan PROSENTASI ANGKA PEMBAGI persepuluhan antara MS dan
Jemaat-Jemaat GPIB.
Hal ini perlu dipikirkan
secara matang, dikarenakan banyak faktor cukup mempe-ngaruhi pertumbuhan ekonomi
Jemaat-Jemaat saat ini dan ke depan. Ada banyak permasalahan terkait pembiayaan
misi GPIB yang dilakukan Jemaat – Jemaat Lokal; sementara kondisi ekonomi yang
kurang menguntungkan,, serta pola peribadahan konvensional (kalau tidak mau
disebut tradisional) telah mendorong eksodus warga jemaat meninggalkan
persekutuan.
Kami mengusulkan kepada
Majelis Sinode GPIB XX, agar membentuk tim kerja teologi dan ekonomi untuk
mengevaluasi dan menganalisa kembali pemanfaatan persepuluhan bagi pembangunan
GPIB secara menyeuruh, baiik sinodal maupun parokial, sehingga semuanya
memperoleh damaii sejahtera.
Bogor, Jumat – 08 Januari
2016
Salam dan Doa
Noke Ihalauw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar