Arie – 03/V-2011/Kematian - Kehidupan.-
AKU MENCARI PIKIRAN ALLAH
PERKABUNGAN DAUD
II SAMUEL XII : 11 – 24
11. Beginilah firman TUHAN : Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari.
12. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan."
13. Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.
14. Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista TUHAN, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati."
15. Kemudian pergilah Natan ke rumahnya. Dan TUHAN menulahi anak yang dilahirkan bekas isteri Uria bagi Daud, sehingga sakit.
16. Lalu Daud memohon kepada Allah oleh karena anak itu, ia berpuasa dengan tekun dan apabila ia masuk ke dalam, semalam-malaman itu ia berbaring di tanah.
17. Maka datanglah kepadanya para tua-tua yang di rumahnya untuk meminta ia bangun dari lantai, tetapi ia tidak mau; juga ia tidak makan bersama-sama dengan mereka.
18. Pada hari yang ketujuh matilah anak itu. Dan pegawai-pegawai Daud takut memberitahukan kepadanya, bahwa anak itu sudah mati. Sebab mereka berkata: "Ketika anak itu masih hidup, kita telah berbicara kepadanya, tetapi ia tidak menghiraukan perkataan kita. Bagaimana kita dapat mengatakan kepadanya: anak itu sudah mati ? Jangan-jangan ia mencelakakan diri!"
19. Ketika Daud melihat, bahwa pegawai-pegawainya berbisik-bisik, mengertilah ia, bahwa anak itu sudah mati. Lalu Daud bertanya kepada pegawai-pegawainya: "Sudah matikah anak itu ?" Jawab mereka: "Sudah."
20. Lalu Daud bangun dari lantai, ia mandi dan berurap dan bertukar pakaian; ia masuk ke dalam rumah TUHAN dan sujud menyembah. Sesudah itu pulanglah ia ke rumahnya, dan atas permintaannya dihidangkan kepadanya roti, lalu ia makan.
21. Berkatalah pegawai-pegawainya kepadanya: "Apakah artinya hal yang kauperbuat ini ? Oleh karena anak yang masih hidup itu, engkau berpuasa dan menangis, tetapi sesudah anak itu mati, engkau bangun dan makan!"
22. Jawabnya: "Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup.
23. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa ? Dapatkah aku mengembalikannya lagi ? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku."
PENGANTAR
Acapkali pernyataan Rasul Petrus : “Kasih menutupi banyak sekali dosa” disalah tafsirkan. Kita memakainya untuk menutupi kejahatan dan dosa yang telah dilakukan. Kita lupa, bahwa hukuman juga adalah bentuk lain dari kasih yang mendidik orang percaya, agar ia bertobat dari dosa dan kejahatannya dan kembali melakukan kehendak Allah.
Hikayat perselingkuhan dan perzinahan Raja Daud dan Bat-Sheba, isteri Uria, panglima perang kerajaan Israel, dituliskan agar kita mengetahui dan mengerti, bahwa TUHAN Allah menghukum dosa dan kejahatan siapapun, tanpa memandang statud sosialnya. Kita patut belajar dari pengalaman Raja Daud, supaya tidak melakukan hal yang sama dan dihukum oleh Allah. Marilah kita belajar bersama :
A. DOSA DAN KEJAHATAN DAUD.
Cinta-kasih yang tumbuh dalam hati manusia itu baik dan benar. Tidak ada cinta-kasih yang buruk. Tidak juga ada cinta-kasih buta. Cinta-kasih bukan saja sifat Alah, tetapi Allah sendiri (bd. 1 Yoh. 4:7,16 -> “… kasih itu berasal dari Allah … Allah adalah kasih …”) Cinta-kasih itu kebenaran dan keindahan. Kebenaran berarti seluruh tindakan yang lahir dari perasaan cinta patut disesuaikan dengan norma etis-moral yang dikehendaki TUHAN (band. Ucapan Yesus : “Aku berkata kepadamu : Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” – Mat 5 : 20) Keindahan berarti perasaan cinta itu patut membuahkan kebaikan bagi orang yang dicintai. Sayangnya, cinta itu menjadi kotor dan menjijikkan, karena didorong oleh hawanafsu (dorongan seksual) yang berlebihan, di luar batas normatif (band. ucapan Yesus : “Aku berkata kepadamu : Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” -> Mat. 5:28).
Hukum Taurat diberikan oleh Allah kepada umat Israel melalui Musa. Ia berfungsi mengatur perilaku etis-moral yang wajib ditaati oleh setiap pelaku Ibadah, agar tidak menimbulkan bencana atas kemanusiaan. Ibadah, menurut kesaksian Alkitab, bertujuan untuk melayani Allah dan menghadirkan damai-sejahtera (Ibr. Shalom; Yun. Eirene) ke atas kehidupan bersama sesama. Akan tetapi Raja Daud tidak berbuat demikian. Perasaan cintanya yang tulus berubah seketika ia memandang kecantikan Bat-Sheba. Padahal perempuan itu telah menjadi isteri Uria, Panglima Perang Israel pada masa pemerintahan Daud. Dorongan seksual telah mengubah perilaku Daud, sehingga ia berzinah, hidup dalam perselingkuhan. Daud pun mengakui dosa dan kejahatannya kepada Allah (2 Sam. 12:13 -> “Aku sudah berdosa kepada TUHAN”; bd. Maz. 51). Allah mengampuninya. Allah mengambil kembali anak, kakak Salomo, yang dikandung oleh Bat-Sheba (2 Sam. 12:14-15, 18a -> “Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista TUHAN, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati. Kemudian pergilah Natan ke rumahnya. Dan TUHAN menulahi anak yang dilahirkan bekas isteri Uria bagi Daud, sehingga sakit. Pada hari yang ketujuh matilah anak itu…”). TUHAN Allah tidak menghukum anak itu melainkan melalui cara demikian Dia menyatakan penghukuman kepada Daud. Tujuan-Nya mendidik Daud, agar ia selalu memelihara kekudusan hidup di hadapan TUHANnya.
B. KUASA DOSA DAN PENYAKIT
Kita tidak boleh menggeneralisir pandangan, seakan-akan penyakit dan kematian adalah hukuman TUHAN. Pandangan seperti itu ada benarnya, tetapi juga ada yang tidak benar (kata kerja “adalah” menunjuk pada arti “sama dengan”). Sebab tidak semua penyakit dan kematian direncanakan Allah atas kehidupan manusia. Namun kita dapat mengatakan, bahwa penyakit dan kematian merupakan hukuman TUHAN atas kejahatan manusia (kata “merupakan” menunjuk pada makna pengandaian -> bd. 1 Kor. 11:29-33 -> “Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal. Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita. Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia.”). Allah dapat memakai penyakit dan kematian sebagai sarana untuk menyatakan kebenaran kekuasaan-Nya, agar manusia insyaf akan kejahatan dan dosa yang dilakukan serta bertobat kepada-Nya (Bukankah Tuhan Yesus berkata : “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan” -> Yoh. 11:4. Ada penyakit yang embawa kematian, tetapi ada juga penyakit yang tidak akan membawa kematian, melainkan membuat nama Yesus-Kristus dimuliakan). Tetapi penyakit yang diderita anak Daud – Bat-Sheba membawa kematian, supaya Allah dimuliakan dan Daud diselamatkan.
C. ETIKA KRISTEN TERKAIT PERKABUNGAN
C.1. Penggembalaan Nabi Nathan tuntas. Daud mengakui dosanya (2 Sam. 12:13 -> “Aku sudah berdosa kepada TUHAN”; bd. Maz. 51). Namun nubuat nabi terhadap buah kandungan Bat-Sheba digenapi Allah : "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu : engkau tidak akan mati. Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista TUHAN, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati." (2 Sam. 12:14-15). Dan akhirnya anak yang dilahirkan sakit itupun mati (2 Sam. 12:18a). Sepanjang anak itu sedang sakit, Daud menggumuli masalah ini. Ia mengadakan doa dan puasa, sambil memohonkan, agar Allah menyelamatkan anaknya. Akan tetapi keputusan Allah yang telah disampaikan Nabi Nathan tidak berubah “…engkau tidak akan mati, … pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati”.
Penggenapan nubuat itu bertujuan mengingatkan Daud, bahwa Allah tidak main-main dengan keputusan yang telah ditetapkan-Nya. Dengan cara demikian Daud harus menghormati Allah dengan taat melakukan firman-Nya. Doa dan puasa yang dilakukan Daud tidak dapat membatalkan keputusan Allah. Ia harus tunduk dan menerima keadaan yang diakibatkan oleh perbuatannya yang berdosa.
C.2. Kematian sang bayi mengakhiri pergumulan dan masa perkabungan. Daud menyadari, bahwa keputusan Allah pasti terlaksana. Doa dan puasa yang diadakan tidak akan mengentikannya. Sesudah kematian, Daud berkata : “Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa ? Dapatkah aku mengembalikannya lagi ? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku” (2 Sam. 12:22-23). Usaha yang dilakukan Daud sudah maksimal. Akhirnya ia harus menerima keputusan dengan rendah hati. Ternyata doa dan puasa tidak dapat mengubah keputusan Allah. Allah telah mengambil kembali anaknya.
Mengapakah para punggawa kerajaan heran melihat sikap Daud ? Keheranan itu dikarenakan tradisi perkabungan yang dianut Israel. Secara tradisional keluarga wajib mengadakan pesta perkabungan selama waktu yang ditentukan (apalagi yang meninggal adalah keturunan raja. Lihatlah saja contoh perkabungan dalam tradisi masyarakat Indonesia Timur, di mana orang-orang berduka memakai pakaian hitam selama setahun penuh sebagai tanda perkabungan, misalnya dalam budaya masyarakat Minahasa dan Maluku). Namun Daud tidak berbuat demikian. Menurut Daud, “… ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa ? Dapatkah aku mengembalikannya lagi ? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku” (2 Sam. 12:23). Apapun yang dilakukan Daud tidak akan menghidupkan anaknya kembali. Oleh karena itu, ia mengakhiri perkabungan dan melakukan kegiatan sehari-hari (2 Sam. 12 : -> “Daud bangun dari lantai, ia mandi dan berurap dan bertukar pakaian; ia masuk ke dalam rumah TUHAN dan sujud menyembah. Sesudah itu pulanglah ia ke rumahnya, dan atas permintaannya dihidangkan kepadanya roti, lalu ia makan”). Kematian telah berlalu. Daud telah menerima anugerah pengampunan; sebab itu, ia harus menghargainya dengan caranya sendiri : kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
APLIKASI KE DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN
Dalam banyak kesempatan kita menyaksikan perilaku orang kristen yang ditinggal mati oleh kekasihnya. Lihatlah perilaku seorang isteri, ketika ditinggal mati suaminya karena telah lama menderita penyakit. Ia putus asa (hilang pengharapan). Sering melamun dan menangisi keadaan hidup yang akan dimasukinya. Sikap seperti ini, sesungguhnya, memperlihatkan keraguan (kekurang percayaan)-nya terhadap pemeliharaan Allah. Padahal dalam setiap ibadah, ketika masih bersama suami, ia mendengarkan kesaksian Alkitan : “Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda, itulah Allah di kediaman-Nya yang kudus. Allah memberi tempat tinggal kepada orang-orang sebatang kara, Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga mereka bahagia, …” (Maz. 68:6-7) dan juga “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20b); akan tetapi dukacita dan ketakutan akan masa depan telah mengharukan hati, karena itu ia kurang menghayati janji Allah.
Janji yang sama pun diberikan kepada semua orang percaya yang ditinggal mati oleh kekasihnya. Sama seperti Allah berfirman kepada orang-orang buangan di Babel, demikianlah firman-Nya kekal selama-lamanya : “Beginilah firman TUHAN: Cegahlah suaramu dari menangis, dan matamu dari mencucurkan air mata, sebab untuk jerih payahmu ada ganjaran…, Masih ada harapan untuk hari depanmu, demikianlah firman TUHAN…” (Yer. 31 : 16 – 17). Janji Allah memcelikkan mata hati yang berduka, agar kita dapat melihat masa depan dalam iman : TUHAN selalu menyertai dan memelihara umat-Nya. Ia tidak meninggalkan orang percaya bergumul sendirian (bd. Yoh. 14:18).
Dalam pemeliharaan Allah, seluruh orang percaya yang mengalami dukacita, seharusnya, memiliki pemahaman seperti yang dituliskan rasul Paulus : “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan ! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Kor. 15:58). Tidak usah bersungut dan mengeluh, sebab sikap demikian tidak akan menyelesaikan masalah, “karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu … karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut …” (Flp. 2:12 -14). Bersama dan di dalam iman kepada Allah, semua orang percaya yang bergumul dalam duka akan dibimbing-Nya masuk ke dalam masa depan baru.
C.3. Tentang orang-orang mati. Daud berkata : “Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku” (2 Sam. 12:23). Ucapan tersebut menggemakan keyakinan iman yang kuat dari Raja Daud, hamba Tuhan. Tangisan dalam perkabungan tidak dapat menghidupkan anaknya. Meskipun ia rindu bertemu anaknya, namun kematian telah memisahkan mereka. Akhirnya ia tiba dalam kepastian iman sebagaimana yang diucapkannya.
Keyakinan seperti itu menggema dalam nasihat Paulus kepada Jemaat di Tesalonika, ketika mereka telah putus asa menantikan kedatangan Kristus kembali. Banyak orang kristen telah meninggal dunia, tetapi Kristus belum datang juga. Oleh karena itu, Paulus menguatkan dan menghibur jemaat : “Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia. … kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal. … ita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan” (1 Tes. 4 : 13 – 18). Bertolak dari pemahaman iman ini Paulus menganjurkan semua orang percaya, agar “Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini” (1 Tes. 4 : 18), sama seperti yang dilakukan oleh Daud sesuai kesaksian penulis Kitab Samuel “Kemudian Daud menghibur hati Batsyeba, isterinya”.
Demi TUHAN YANG HIDUP tinggalkanlah duka, singkapkan kain perkabungan, lalu kerjakanlah pekerjaan sehari-hari. Dia yang berjanji memelihara, Dia juga yang akan membuka masa depan, seperti kain kabung yang membungkus wajah kita.
MEDAN – Sumatera Utara,
Selasa, 03 Mei 2011
Salah dan doa kami
PDT. ARIE A. R. IHALAUW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar