PENGAJARAN PADA SAAT KEMATIAN
BERBAHAGIALAH
ORANG YANG MATI DALAM TUHAN
WAHYU XIV : 12 – 13
12. Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus. 13. Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka."
PENDAHULUAN
Sangat jarang kita menemukan suasana sukacita dalam tiap peristiwa seperti ini. Keluarga dan pribadi yang mengalami peristiwa ini selalu merasakan tekanan kejiwaan (psikologis) yang dahsyat. Oleh karena itu, suasana dalam peristiwa kematian selalu dicekam dukacita, ratap-tangis dan semacamnya. Suasana dukacita itu masih dapat disaksikan dalam setiap keluarga kristen yang mengalami peristiwa kematian. Muncullah pertanyaan : bagaimana seharusnya sikap etis kristen dalam situasi kematian ?
KESAKSIAN ALKITAB
1. Pemahaman tentang Kematian
Apakah kematian itu ? Kematian adalah kata bersayap, sarat makna. Acapkali orang kristen menyebutnya sebagai hukuman TUHAN atas dosa manusia. Pemahaman seperti itu diajarkan alim ulama kristen, tanpa membandingkan kondisi biologis manusia. Penekanan makna kata yang berat sebelah ini pula dapat menimbulkan kesalahpahaman. Semua orang yang hidup tahu persis, bahwa ia akan mati (bd. Pengk. 9:5a -> “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati”) Kematian perlu disoroti dari 2 (dua) hal :
1.a. Kematian biologis, tubuh manusia
Kita harus menerima realitas yang tidak dapat dihindari : segala sesuatu yang terbuat dari bahan baku alam akan hancur. Simaklah, daun yang melekat pada ranting pohon. Ia berwarna hijau muda -> hijau tua -> kuning kecoklatan -> lalu kering dan berguguran ditiup angin. Belajarlah dari ikan yang dimasukkan ke dalam akuarium. Ketika akuarium itu pecah dan airnya tumpah habis, ikan pun mengelepar -> mengejang -> lalu putuslah nafasnya. Tidak ada makhluk hidup yang terbuat dari bahan baku alam, yang tidak akan punah. Semuanya pasti punah dengan cara apapun, wajar atau tidak wajar, manusiawi atau tidak manusiawi.
Kematian biologis merupakan hukum alam yang wajib dijalani. Manusia tidak akan mungkin menghindarinya. Malahan kadang-kadang manusia terpaksa harus memasukinya, meskipun ia tidak mengingininya. Kematian biologis ini berhubungan erat dengan rumusan medis / kesehatan : pertama, berhenti bekerjanya organ-organ tubuh manusia (paru, jantung); kedua, putusnya batang otak kesadaran, di mana pasien mengalami situasi koma berkepanjangan hingga akhirnya meninggal dunia (masih ada lagi definisi medis lain yang tidak dicatat di sini).
1.b. Kematian Psikologis
Kematian ini dialami seseorang sekalipun masih dalam keadaan hidup (bernyawa). Kematian ini berhubungan dengan kondisi kejiwaan (psikologis). Seseorang penderita penyakit kejiwaan, menyebabkan kekacauan dalam hidupnya. Ia tenggelam dalam halusinasi tinggi. Ia tidak mampu hidup dalam dunia nyata. Tidak mampu berpikir sehat dan sewajarnya. Secara psikologis ia disebut “orang sakit jiwa”. Akan tetapi, sesungguhnya, kondisi psikologis itu mendorongnya ke dalam “kematian jiwa”. Suatu keadaan di mana seseorang tidak lagi mampu menjalankan kehidupannya secara normal, meskipun masih bernama sepeepeyawa.
1.c. Kematian menurut kesaksian Alkitab
Alkitab memberikan kesaksian tentang kematian seperti berikut :
1.c.1. Sama seperti yang telah dijelaskan pada butir 1.a.
1.c.2. Kematian roh.
i. Manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Tubuh tidak perlu dijelaskan, sebab setiap orang mengetahui rumusannya. Sementara jiwa dan roh perlu dijelaskan. Jika Alkitab menggunakan istilah “jiwa”, maka hal itu dikaitkan dengan kesamaan hubungan horizontal di antara manusia. Sementara “roh” digunakan untuk menegaskan hubungan vertical antara Allah <-> manusia sebagai ciptaan. Pengertian ini dijelaskan oleh penulis Kitab Kejadian : “TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (2:7). Kata “nafas hidup” dalam Bahasa Ibrani disebut “ruach” (roh). Oleh karena itu, penulis Kitab Kejadian hendak menegaskan, bahwa manusia itu menjadi makhluk yang (memiliki) hidup oleh karena Allah menghembuskan roh ke dalam raganya. Manusia menjadi makluk yang (memiliki) hidup oleh karena karya Allah.
ii. Menjadi makhluk yang (memiliki) hidup berarti, pada mulanya manusia adalah makhluk yang mati, yang tidak bergerak, yang tidak memiliki hidup. Hidup manusia seutuhnya tergantung pada Allah (bd. Ul. 8:3 -> “manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”; Mat. 4:4 -> “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”). Manusia akan memiliki hidup, jika ia membina dan memelihara hubungan baik dengan Allah. Sebaliknya, jika ia memutuskan dan merusakan hubungan baik dengan Allah, maka ia akan masuk ke dalam sebuah kondisi kebinasaan, kehancuran hidup, yang disebut kematian.
Penjelasan di atas bermuara ke dalam pengetahuan iman mengenai kematian rohani dan kematian jasmani. Pertama, seseorang akan mengalami kematian rohani, jika ia tidak mengakui bahwa Allah telah menganugerahkan keselamatan melalui dan di dalam pekerjaan Kristus-Yesus. Orang ini akan mengalami kematian sebelum tubuhnya sungguh-sungguh masuk ke dalam liang kubur. Ia telah mati meskipun masih bernyawa / bernafas. Kematiannya akan menjadi sempurna penuh, pada saat Kristus-Yesus datang kembali dan melaksanakan penghakiman terakhir. Kedua, seseorang yang beriman teguh pada Kristus-Yesus hanya akan mengalami kematian jasmani / badaniah saja, sebab sesuai janji-Nya Allah pasti menyelamatkannya dari kematian.
1c.3. Apakah kematian dikehendaki oleh Allah
Allah tidak pernah enghendaki kematian ciptaan-Nya. Allah tidak menghendaki manusia binasa. Manusialah yang membuat dirinya binasa, karena ia berbuat dosa dengan melanggar kehendak Allah (Kej. 3). Akibatnya ia menerima hukuman Allah. Hubungan baik dengan Allah terputus total. Istilah inilah yang ditafsirkan orang kristen dalam arti kematian.
Alkitab menyaksikan firman Allah : “Aku tidak menghendaki seorangpun binasa”. Oleh karena itu, Dia sendiri telah datang ke dalam dunia dan mengambil rupa manusia (bd. Yoh. 1:14 -> “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”) untuk menyelamatkan manusia (bd. Yoh. 3:16 -> “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”). Melalui dan di dalam Kristus-Yesus, Allah telah membuka jalan baru, supaya manusia dapat datang kepada-Nya (Yoh. 14:6 -> Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”) baik di bumi ini maupun sesudah kematian (bd. Yoh. 14 : 3 -> “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada”). Jadi, jika kita telah berbuat dosa dan kejahatan melanggar titah-titah-Nya, serta tidak mau bertobat, maka kita akan mengalami kematian kekal secara tubuh-jasmaniah maupun rohaniah. Dan, kematian seperti inilah yang tidak dikehendaki oleh Allah.
KEMATIAN KRISTUS-YESUS DAN KEMATIAN KITA
a). Kematian Kristus-Yesus
Kita tidak boleh menyamakan kematian yng dijalani Kristus-Yesus dengan fenomena kematian manusia. Sebab kematian Kristus-Yesus sangat tergantung pada tujuan Allah, yakni : penyelamatan manusia dari penindasan dosa dan pembebasan dari penderitaan. Kristus-Yesus mati, bukan karena kesalahan-Nya (bd. Luk. 23:15b -> “Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukan-Nya yang setimpal dengan hukuman mati”; Yoh. 18:38b -> “Pilatus mendapatkan orang-orang Yahudi dan berkata kepada mereka: "Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya”; 23:47 -> “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: "Sungguh, orang ini adalah orang benar !”). Jelaslah bagi kita, Kristus-Yesus telah mti dengan cara disalibkan tanpa berbuat kesalahan atau kejahatan dan dosa apapun. Ia menjadi korban sejati untuk mendamaikan Allah dan manusia (2 Kor. 5:15, 18-19 -> “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka…, Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. ...”). Dengan demikian kita tidak dapat menyamakan kematian kita dengan kematian Kristus-Yesus.
b). Kematian Kita
Kristus-Yesus mati untuk kita; sedangkan kita mati karena dosa dan kejahatan sendiri. Paulus, rasul Kristus yang diutus kepada bangsa-bangsa non-israeli mengkiaskan kematian manusia kepada Adam. Tulisnya : “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam” (2 Kor. 15 : 22). Paulus bermaksud menunjuk pada makna kematian yang utuh, bukan saja kematian roh tetapi juga kematian tubuh-jasmaniah. Dengan kata lain, kematian ini kita alami, karena kita adalah keturunan manusia yang terbuat dari debu (Ibd. adamah). Tubuh-jasmani kita akan mati sama seperti yang dialami oleh Adam, leluhur manusia. Bukan saja kematian yang dialami karena dosa, melainkan juga karena sifat alamiah (nature) yang melekat pada tubuh-jasmaniah. Kristus-Yesus selaku keturunan Adam (bd. Luk. 3:39) mengalami kematian tubuh-jasmani. Ia dibangkitkan Allah dari antara orang mati untuk dosa-dosa manusia (2 Kor. 15 : 3 – 4 -> “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan..”). Oleh karena itu, setiap orang yang beriman kepada Allah, dan yang percaya bahwa Dia telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, mereka itulah yang akan mengalami hidup kekal bersama dengan Dia --- Kristus Yang Tersalib dan Yang Bangkit --- di dalam Kerajaan-Nya. Dalam hal inilah iman telah membuat kematian orang kristen menjadi harapan yang tidak sia-sia.
2. Kematian Orang Kristen Membahagiakan
Penjelasan mengantar kita ke dalam tulisan Rasul Yohanes : “Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka” (Why. 14:13). Di dalam pernyataan Rasul Yohanes tersebut termaktub beberapa pengertian yang perlu diperhatikan :
2.1. “Kata Roh”
Jelaslah, bahwa kalimat itu tidak muncul dari pikiran rasul, akan tetapi diilhami oleh Roh Allah (bd. 2 Tim. 3 : 16a -> “Segala tulisan yang diilhamkan Allah ...”).
2.2. Perbuatan baik tidak menjamin
Sekalipun dikatakan oleh Rasul Yohanes : “…mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka”, namun pernyataan itu tidak membenarkan ajaran, bahwa orang-orang yang berbuat baik akan menerima kedudukan terbaik dalam Kerajaan Kristus. Anak kalimat ini, seharusnya, dimengerti dalam hubungan dengan idiom : “mati dalam Tuhan”, yang dimaksudkan adalah Tuhan Yesus-Kristus. Hanya orang-orang mati yang berbuat kebaikan, dan yang percaya akan Allah oleh iman kepada Tuhan Yesus-Kristus sajalah yang berbahagia. Sekalipun ia adalah seorang kristen yang rajin ke Gereja, namun selalu berbuat dosa dan tidak mengerjakan pekerjaan Kristus, tidak mungkin berbahagia. Sulit masuk ke dalam Kerajaan Kristus.
2.3. “Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan”
Tidak mungkin ada kematian yang membahagiakan. Semua kematian manusia menunjuk pada kesia-siaan hidupnya (bd. Pengk. 9:3 -> “Inilah yang celaka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari; nasib semua orang sama. Hati anak-anak manusiapun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati”). Kematian yang sia-sia dikarenakan ketidak percayaan kepada Tuhan Yesus-Kristus.
3. ETIKA KRISTEN dalam Perkabungan
Dalam ke – 5 Kitab Musa dituliskan tentang bagaimana orang-orang Israel melakukan perkabungan. Tidak boleh sama seperti yang dilakukan oleh suku-suku bangsa di sekitarnya. TUHAN Allah menghendaki Israel tidak mengadakan perkabungan menurut kebiasaan orang-orang Kanaan. Israel tidak boleh meraung-raung, sambil menoreh / melukai tubuhnya, seperti yang dilakukan orang Kanaan. Mereka adalah umat yang telah dikuduskan Allah, sebab itu hidup keagamaannya patut mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya.
Umat kristen pun adalah perhimpunan orang-orang percaya yang telah dibenarkan dan dikuduskan Allah oleh iman kepada Kristus-Yesus. Pembenaran dan pengudusan itu membuatnya menjadi sebuah persekutuan yang khusus. Berbeda dari semua perhimpunan apapun dan di manapun. Persekutuan orang kristen yang dilakukan oleh Allah, ditugaskan-Nya untuk menyatakan tanda-tanda kerajaan-Nya. Salah satu tanda Kerajaan Allah adalah sukacita. Tidak sama persis dengan suasana gembira atau tertawa karena berhasil dalam pekerjaan. Sukacita adalah kekuatan iman. Bertumpu pada karya Allah yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus-Kristus. Sukacita itu bertumbuh atas pengharapan, bahwa Allah telah menganugerahkan keselamatan (baik di bumi ini maupun di bumi yang akan datang) di dalam iman kepada Tuhan Yesus-Kristus. Sukacita itu juga merupakan daya tahan orang kristen, ketika memasuki hqri-hari sulit dalam perjalanan hidupnya. Sukacita kristen selalu ada di dalam Tuhan Yesus-Kristus. Sukacita kristen itu juga tertanam dalam peristiwa kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus-Kristus.
3.1. Jika sukacita kristen itu tertanam dan bertumbuh di atas kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus-Kristus, maka setiap orang kristen memiliki harapan tentang masa depan setelah kematiannya. Jika ia yakin teguh, bahwa Allah telah membangkitkan Kristus-Yesus dari antara orang mati serta tekun melakukan firman-Nya, maka ia juga percaya Allah pasti membangkitkan (menghidupkan)-nya dari antara orang mati, lalu mendudukkannya bersama dengan Tuhan Yesus-Kristus di dalam Kerajaan-Nya. Inilah yang dimaksudkan oleh Yohanes, ketika ia menuliskan : “Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini”.
Iman seperti ini akan melahirkan sikap etis yang benar pada saat menghadapi kematian dari orang-orang yang dikasihi. Cara berkabung orang kristen patut berbeda dari apa yang terlihat pada orang-orang non-kristen. Tidak etis, jika seorang kristen menangisi kematian saudaranya, sambil mengucapkan kekesalan dan menyalahkan Allah. Tidak boleh mengumpat Allah karena musibah kematian yang sedang dialami. Kita tidak dilarang menangis, bahkan terisak sekalipun. Akan tetapi dalam tangisan kita tidak boleh mengucapkan perkataan yang menghujat Allah, bahkan menyesali keputusan-Nya memanggil pulang orang yang dikasihi. Justru sebaliknya kita patut bersyukur, bahwa Allah telah menyelamatkan orang yang dikasihi melalui kematian sesuai janji-Nya.
3.2. Kitapun dilarang mengucapkan kalimat dalam sambutan di tengah peristiwa kematian : “Semoga Tuhan Yang Mahaesa menerima amal jariah dan menempatkan almarhum di sisi-Nya”. Ucapan itu menyatakan keraguan atas karya Allah yang telah dinyatakan dalam pekerjaan Tuhan Yesus-Kristus. Ucapan itu hanya dikeluarkan oleh orang-orang yang tidak percaya. Bukan diucapkan orang Kristen. Jangan meniru kebiasaan buruk yang salah dan tidak berdasarkan kesaksian Alkitab.
Yang benar adalah : “Kita yakin teguh akan janji Allah, bahwa orang-orang diselamatkan hanya oleh iman kepada Tuhan Yesus-Kristus. Dan karena almarhum ini percaya akan Allah oleh iman kepada Tuhan Yesus-Kristus, maka Allah menganugerahkan kepadanya hidup kekal bersama Kristus.” Itu saja tidak lebih dan tidak kurang. Itulah kesaksian kristus yang muncul dalam ucapan penghiburan di tengah dukacita. Rasul Paulus menuliskan : “Bersukacitalah senantiasa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” (1 Tes. 5:16, 18; Kol. 3:17). Oleh karena itu, marilah kita mengucap syukur kepada Allah, sekalipun dalam suasana duka. Sebab Dia telah memberikan keselamatan oleh Tuhan Yesus-Kristus, yang menjadi sumber sukacita bagi kita.
Medan - Sumatera Utara,
Senin, 02 Mei 2011
PENDETA ARIE A R IHALAUW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar