RANCANGAN
PEMBERITAAN DAN PENGAJARAN
HARI MINGGU, 24 JULI 2011
PERSEKUTUAN HIDUP
BERSAMA DAN DI DALAM YESUS
Disusun oleh
PDT. ARIE A. R. IHALAUW
PROLOG
Penggunan Istilah. Agaknya menurut pandangan masyarakat, pelacur[1] jauh lebih berdosa dari pada seorang koruptor. Padahal secara pilologis, kedua kata itu sama artinya : orang yang melanggar atau melangkahi aturan formal maupun moral.[2] Pembentukan opini masyarakat tentang pembedaan penggunaan istilah koruptor dan pelacur dipengaruhi oleh para penafsir bahasa. Itulah gaya bahasa untuk memperhalus, sehingga tidak menimbulkan kesan yang tidak etis. Sementara kejahatan yang dilakukan sama berat nilainya.
Disebabkan pentafsiran kata/istilah yang dilakukan pakar bahasa, masyarakatpun membedakan kejahatan koruptor dari pada pelacur. Ruang lingkup kejahatan koruptor dihubungkan pada dunia keuangan, sedangkan pelacur berbuat jahat di bidang seksual. Bukankah kejahatan apapun merupakan pelanggaran terhadap aturan formal maupun moral ? Mungkin kita perlu menyamakan persepsi tentang hal ini, agar penggunaan istilah pelacur yang dikenakan sebagai sanksi moral kepada koruptor dapat mendidiknya.
Pandangan keliru itu dituluarkan oleh para misionaris kepada warga jemaat pada masa kerjanya. Tujuannya : untuk memelihara iman dan perilaku sosial orang beriman, agar saleh dan kudus menjalankan ibadah kepada Allah. Pandangan itu berurat akar sampai hari ini. Hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi Gereja dan orang beriman (kristen) ketika melaksanakan penginjilan dan penggembalaan.
Konteks sosio-budaya. Apakah pendapat anda jika seorang pelayan bersahabat dengan pelacur ? So pasti, ia akan dicela dan menerima sanksi sosial. Pandangan seperti ini semakin ketat sejak perkembangan puritantisme di Inggris terkait ajaran kristen tentang moral kristen : memelihara kesalehan dan kesucian. Akibatnya, Gereja dan orang beriman (kristen) kurang memperhatikan aspek penggembalaan kepada kaum pelacur, tetapi hal sama tidak berlaku kepada koruptor. Dalam hal ini orang beriman (kristen) melakukan tindakan diskriminatif di hadapan Allah yang menghendaki semua orang diselamatkan.
PENDAHULUAN
UPAYA MEMAHAMI KOMPARASI
INJIL MATIUS – INJIL LUKAS
Pandangan sama diberikan oleh kalangan ulama Israel terhadap perilaku Yesus pada masa kerja-Nya. Hal itu diceritakan oleh Injil – Injil Sinoptis : Matius dan Lukas. Oleh karena itu, pembaca diajak untuk menyimak kedua Injil tersebut, agar dapat membangun pemahaman tentang maksud dan tujuan Allah yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus.
PENJELASAN
1. Perbedaan
1. Pandangan Penulis Injil Matius
1.a. Penulis Matius menempatkan 18 : 12 - 14 dalam sebuah kerangka berpikir luas tentang karya penyelamatan Allah yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Sebab itu, di kemudian hari redaksi menyimpulkan pemikiran penulis Matius seperti ini : “Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang”[3]. Pasal 18 : 11 ini bukan saja kesimpulan perikop 18 : 6 – 10, melainkan kesimpulan umum atas seluruh pandangan dalam pasal 18 dimulai 18 : 1 – 5 “Siapa yang terbesar dalam Kerajaan Sorga” -> 18 : 6 – 10 “Siapa yang menyesatkan orang” -> 18 : 12 – 14 “Perumpamaan tentang domba yang hilang” -> 18 : 15 – 20 “Tentang menasihati sesama saudara” -> 18 : 21 – 35 “Perumpamaan tentang pengampunan”. Dengan kata lain, menurut penulis Matius : Tuhan Yesus memakai perumpamaan – perumpamaan dalam pasal 18 ini untuk menjelaskan maksud dan tujuan Allah yang dikerjakannya, yakni : menyelamatkan yang hilang.
1.b. Bisa juga 18 : 11 ini menjadi kalimat pembuka untuk masuk ke dalam perikop-perikop berikutnya. Tuhan Yesus bermaksud agar para pendengar (orang Parisi, Orang Saduki dan ahli-ahli Taurat) dapat mengetahui dan mengerti pandangan-Nya.
1.c. Matius mengenakan terminologi “yang hilang” kepada “orang yang tidak mengenal Allah” dan “pemungut cukai” (18:17b). Kedua jenis orang tersebut digambarkan orang Israel sebagai pendosa (pemungut cukai) dan kafir (orang yang tidak mengenal Allah). Mereka itulah yang dimaksud Matius sebagai “yang hilang”. Allah mengutus Tuhan Yesus untuk menyelamatkan mereka juga
2. Pandangan Penulis Injil Lukas
2.a. Lukas menempatkan cerita “Perumpamaan tentang domba yang hilang” -> 15 : 1 – 7 <- dalam kerangka penyelamatan orang perorangan (pemungut cukai) dan sekelompok orang (orang berdosa -> 15 : 1). Seluruh cerita perikop dalam pasal 15 bernuansa “yang hilang”.
2.b. Berbeda dengan Matius, yang adalah seorang Israel asli, Lukas adalah seorang Yunani yang selalu mendampingi Paulus dalam perjalanan pekabaran Injil Kristus. Ia seorang tabib (= dokter -> Kol. 4 : 14).
2.c. Beberapa ayat kunci -> pasal 15 <- untuk mengerti pemikiran Lukas adalah :
§ Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat,… (15:7a, 10, 32).
§ Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu (15:31).
§ Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria (15:24)
2.d. Latarbelakang itu, sekurang-kurangnya, mempengaruhi Lukas memandang pekerjaan Tuhan Yesus. Sebagai seorang Kristen non-israeli, Lukas percaya, Tuhan Yesus diutus untuk menyelamatkan semua orang dari dosa, bukan saja umatl Allah (laou tou Theou) tetapi juga bangsa-bangsa lain (panta ta ethna). Pendapat saya ini bertolak dari alasan latar belakang asal-usul Lukas dan juga pengalaman pribadinya sepanjang mendampingi Paulus dalam perjalanan pekabaran Injil kepada bangsa-bangsa non-israeli.
Pemikiran Lukas ini dapat disimak dalam perikop 15 : 11 – 32, khusus ay. 29 : “Ia[4] menjawab ayahnya, katanya : Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.” Israel adalah anak sulung yang diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya, untuk melayani Dia. Oleh karena itu, menurut Lukas, reaksi anak sulung mengungkapkan pemahaman Israel (15:28-30) yang keliru terhadap sikap ayahnya:
Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya : Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
Menurut Lukas, Israel sebagai anak sulung, berpandangan keliru terhadap tindakan Allah yang menyelamatkan manusia dan bangsa-bangsa lain; padahal mereka wajib melaksanakan amanah yang dipesankan Allah kepada leluhurnya, Abraham (Kej. 12:3b -> “… semua kaum di muka bumi akan medapat berkat”). Oleh karena Israel tidak memperhatikan tujuan Allah, maka Dia mengutus Yesus untuk menggenapi rencana-Nya atas bangsa-bangsa lain (Yun. panta ta ethna; Ibr. goyim. Menurut pemahaman Israel, bangsa-bangsa itu adalah kafir : orang berdosa -> Luk. 15 : 1 <- yang tidak mengenal Allah -> bd. Mat. 17 : 17 <- yang patut dihukum).
2. Kesejajaran
Meskipun ada beberapa perbedaan persepsi dan pendekatan penulisan narasi/cerita, namun kedua penulis Injil itu menyoroti satu hal sama, yakni : karya penyelamatan Allah atas manusia dan bangsa-bangsa. Sesungguhnya, Allah memanggil (menciptakan dan membentuk -> Yes. 43:1,15) Israel untuk melayankan janji-Nya kepada Abraham : Kej. 12:3b -> “… semua kaum di muka bumi akan medapat berkat”. Ibadah Israel wajib membawa dampak positif bagi kehidupan bersama semua bangsa. Akan tetapi mereka gagal. Oleh karena itu, Allah beriniyatif mewujudkan rencana itu melalui ibadah-karya-hidup Yesus. Itulah nama-Nya : “Ia akan menyelamatkan umat-Nya” (Mat. 1:20).
NASKAH
INJIL LUKAS 15 : 1 – 7
(bd. Mat. 18 : 12 – 14)
15:1 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia.
15:2 Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka."
15:3 Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka :
15:4 "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya ?
15:5 Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira,
15:6 dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.
15:7 Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."
PENGGUNAAN PERUMPAMAAN OLEH YESUS
1. Sama seperti pemberita-pemberita dalam Perjanjian Lama, Yesus pun memakai perumpamaan sebagai ilustrasi untuk memudahkan pendengar mengerti makna berita (kerugma) yang disampaikan.
2. Perumpaan juga merupakan komparasi (pembandingan) antara yang ideal (apa yang dipikirkan, yang seharusnya dilakukan) dan yang riil (yang sedang dilakukan), agar orang Parisi, para ahli Taurat dan pendengar (juga pembaca) mengintrospeksi / melakukan otokritik.
POKOK TEOLOGI DALAM PERIKOP BACAAN
Baik Lukas (17 : 1 – 7) maupun Matius (18 : 12 – 14) mengemuakan satu pokok teologis : TUHAN, Allah Israel, mengutus Yesus untuk mengerjakan penyelamatan atas seluruh umat manusia (bd. Yoh. 5:17). Lukas mendekati masalah penyelamatan manusia itu menurut pemahamannya sebagai berikut :
a) Rencana Keselamatan. Allah merencanakan penyelamatan semua manusia berdosa (dilukiskan sebagai domba yang hilang) baik secara individual maupun kolektif.
b) Tujuan pengutusan. Allah mengutus Yesus untuk mengoperasio-nalkan rencana itu. Oleh karena itu, Dia menerima setiap pendosa dan pemungut cukai yang datang menjumpai-Nya (17:1).
c) Sikap etis Israel. Orang Parisi dan para ahli Taurat (mewakili pendapat institusi agama) menentang sikap Yesus.
d) Etika menurut Yesus. Yesus mengajak Israel merenungkan dan melakukan rencana Allah untuk menyelamatkan seluruh manusia. Hal ini dapat disimak dalam bagian penutup perikop ini : “Aku berkata kepadamu : Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan” (15:7; bd. ay. 10, 32).
Sikap etis yang dimaksudkan Yesus terletak pada tujuan panggilan dan pengutusan umat oleh Allah, yakni : menomorsatukan keselamatan sesama ketimbang kepentingan sendiri. Hal itu ditulis : “pergi mencari yang sesat sampai menemukannya” (ay. 4). Operasionalisasi dari pekerjaan “mencari yang sesat” perlu diperlihatkan melalui tindakan Gereja dan orang beriman (kristen) untuk melaksanakan penginjilan dan penggembalaan.
e) Tujuan mencari yang sesat. Melalui pekerjaan penginjilan dan penggembalaan, Gereja dan orang beriman (kristen) berpartispasi ke dalam pekerjaan Allah untuk membangun karakter dan kepribadian manusia baru yang meneladani Yesus.
PERUBAHAN PARADIGMA
Paradigma baru. Apakah Yesus menyuruh Gereja dan orang beriman untuk menginjili orang memeluk Agama Kristen ? Apakah manusia-baru yang dimaksudkan Gereja dan orang kristen ? Gereja dan orang kristen perlu menjawab kedua pertanyaan tersebut patut dikemukakan. Dengan demikian kita dapat merumuskan ulang tujuan dan strategi penginjilan.
Perihal “menjadi pengikut Kristus” tidak selalu sama artinya dengan berpindah agama. “Menjadi pengikut Kristus” berarti mengikuti teladan-Nya (to be like Christ, imitatio Christi [5]). Pernyataan tersebut dikemukakan, agar Gereja dan orang kristen kembali kepada hakekat dari tujuan Allah yang dikerjakan Yesus Kristus.
Kristen (Kis. 11:26) adalah nama ejekan yang diberikan oleh masyarakat Antiokhia-Siria kepada orang-orang yang mengikuti ajaran Tuhan. Nama itu dianggap kehormatan bagi orang kristen pada waktu itu, sehingga mereka rela berkorban bahkan menderita kematian. Ilmu Pengetahuanlah yang memeteraikan nama itu menjadi nama sebuah agama : kristen, sama seperti yang dilakukan atas semua paham / aliran filosofi (dengan memakai akhiran “isme”, seperti komunisme, kapitalisme, dan lain-lain sejenisnya). Padahalajaran Kristus, sesungguhnya, merupakan spiritualitas baru yang bersifat universal untuk membangun kehidupan bersama serta hubungan manusia antar bangsa-bangsa.
Penginjilan dan Pertobatan. Saya mengartikan penginjilan sebagai upaya untuk membebaskan manusia dari keterisolasian karena pandangan kemanusiaan yang sempit, sebagai mana yang dibuat oleh Yesus, Tuhan dan Guruku. Manusia terpenjara dalam pemahaman isme/ agama yang sempit. Terperangkap dan terkotak-kotakan. Keadaan demikian membentuk sikap fanatic dan melahirkan perbuatan teror atas kehidupan sesamanya.
Yesus datang untuk mengingatkan Israel akan tugas pengutusan yang diberi oleh Allah melalui Abraham : “olehmu semua kaum di muka bumi akan medapat berkat”. Reinterpretasi dan reformulasi atas tradisi Alkitab Perjanjian Lama telah mendorong Yesus untuk melakukan reformasi menyeluruh, bukan atas sistem organisasi keagamaan, melainkan terhadap roh dan pikiran[6] manusia. Pandangan Yesus ini bertentangan dengan pandangan alim-ulama Israel, yang mewakili tradisi lama. Oleh karena itu, saya mengartikan pertobatan sebagai kemauan manusia yang dikerjakan oleh Rohkristus untuk kembali mengenal dan memberlakukan apa yang telah diberlakukan Allah di dalam ibadah-karya-hidup Yesus. Itu berarti penginjilan tidak selalu harus bertujuan menggantikan keyakinan orang lain untuk memeluk Agama Kristen, melainkan mengubah cara berpikir manusia, agar ia berkerja dan berkata sesuai apa yang dikerjakan Yesus.
Pembaharuan dan tindakan penggembalaan. Manusia adalah makhluk yang lemah dan terbatas, karena itu ia dapat berbuat jahat. Ia dapat melakukan pengkhianatan sepanjang perjalanan bersama Yesus. Di sini saya membangun pengertian tentang tindakan penggembalaan, bukan alat penghakiman dan penghukuman, melainkan sarana yang dipakai untuk membaharui / mengubah karakter dan kepribadian sesuai kemauan Allah yang diucapkan oleh Yesus.
Saya membaca Lukas 15 : 1 – 7 dengan kacamata baru, yakni : membangun kemanusiaan yang universal menurut ajaran Yesus. Membangun sebuah persekutuan umat yang baru dengan menghancurkan tembok permisah berdasarkan kemauan Yesus. Simaklah secara baik dan benar penggunaan perumpamaan domba yang hilang ini. Secara tersirat Yesus mengkritisi sikap alim-ulama yang berpandangan sempit terkait status Israel sebagai anak sulung Allah. Seakan Allah hanya bertindak menyelamatkan / membebaskan Israel, dan tidak mempedulikan bangsa-bangsa.[7] Israel membatasi gerak-gerik Allah dalam tembok Bait Allah, tidak jauh berbeda dari pada yang dilakukan orang kristen saat ini. Israellah domba yang hilang itu. Hilang dalam arti : keluar dari jalur jalan yang ditentukan Allah untuk dilakukannya. Hilang, karena menganggap diri sendiri benar. Beranggapan bahwa Allah hanya berkenan atas bangsa itu, atas orang-orang yang melakukan hukum Taurat.
Hukum versus Belas kasihan. Israel berpikir, jika melakukan hukum Taurat, maka mereka akan menerima belas kasihan Allah. Yesus tidak demikian. Menurut-Nya, Allah memberikan belas kasihan kepada semua orang, baik orang yang melakukan hukum Taurat maupun yang tidak mentaatinya. Belas kasihan Allah tidak dapat dipenjarakan dalam Bait Allah. Belas kasihan-Nya bekerja juga di luar bait Allah dan Gereja (bd. Yoh. 3:16). Oleh karena itu, Yesus bertanya : “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya ?” (Luk. 15:4). Ia hendak menyadarkan alim-ulama karena pemahaman yang keliru, tidak sesuai kehendak Allah. Dan, agar mereka mengerti maksud dan tujuan kehadiran-Nya. Ia hadir untuk mencari orang berdosa di antara umat Israel dan juga bangsa-bangsa, seperti yang dikatakan-Nya dengan mengutip nubuat Yesaya :
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (Luk. 4:18-19; bd. Yes 61:1-2a)
MENGUBAH PARADIGMA GEREJA
Cara berpikir Yesus ini patut mengubah paradigm dan pendekatan Gereja dan orang kristen akan makna penginjilan dan penggembalaan. Gereja dipanggil dan diutus untuk serta bersama manusia. Oleh karena itu, ia bersifat terbuka, tidak membangun katakombe kemuliaannya sendiri. Aktifitas pelayanan dan kesaksian bertujuan untuk membebaskan manusia dari pikiran yang terpenjara oleh kepentingan politiknya, agar ia bermanfaat bagi Allah dan masyarakat.
Gereja dan orang kristen diciptakan (dipanggil dan dihimpunkan -> Ajaran Calvin tentang Justification dan Sanctification) Allah di Indonesia. Ia tidak hanya diutus untuk mengkristenkan, tetapi terutama mengubah pola pikir dan karakter warga Indonesia seturut teladan Yesus. Ia tidak diutus untuk membangun Israel baru di Indonesia, melainkan untuk membagikan berkat Abraham. Jika ia setia mengerjakannya, dan jika terjadi perubahan pikiran dan karakter bangsa, maka genaplah kemauan Yesus : “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat,..” (Luk. 17:7a). Itulah makna yang saya temukan dalam Lukas 15 : 1 – 7.
SELAMAT MENYUSUN PEMBERITAAN FIRMAN
Medan – Sumatera Utara
Hari Jumat, 15 Juli 2011
Salam dan Doa
Pdt. Arie A. R. Ihalauw
-----oooo000oooo-----
[1] Kata dasar “pelacur” adalah “lacur” (Lihat KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA karangan Porwadarminta); artinya : melanggar, melangkahi. Pelacur adalah orang yang melangkahi atau melanggar aturan. Saya mengusulkan penggunaan kata ini untuk menggantikan istilah koruptor, sebab kosa kata Bahasa Inggris ini tidak saja menunjuk pada satu perbuatan (menyelewengkan / menyimpangkan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri); akan tetap kosa kata “to corrupt” menunjuk pada makna yang luas : kejahatan yang melanggar hukum. Dengan demikian koruptor tidak berbeda dengan pelacur : seseorang yang melanggar peraturan tertulis maupun lisan secara formal maupun moral. Dengan demikian kita mendidik manusia agar bertanggung jawab sesuai kewajiban yang diatur dalam hukum formal maupun moral.
[3] Penulisan Matius 18 : 11 memakai tanda baca (). Kadang – kadang kita akan menemukan hal ini dalam Injil – Injil Sinoptis, seperti : “(Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin)” dalam Matius 6 : 13b. Penggunaan tanda baca () ini mengingatkan kita, bahwa tulisan di dalamnya merupakan tambahan yang dibuat di kemudian hari oleh redaksi ketika menyalin ulang Injil – Injil Sinoptis yang sekarang ini.
[4] “Ia” menunjuk pada anak sulung. Yang dimaksudkan adalah Israel (bd. Kel 4 : 22 – 23 -> “Beginilah firman TUHAN : Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; sebab itu Aku berfirman kepadamu : Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung”). Penggunaan terminologt “anak sulung” dan “anak bungsu” tidak bertujuan diskriminatif melainkan dimengerti dari latar belakang soteritikal (berhubungan dengan karya Allah yang menyelamatkan).
[6] Alkitab Perjanjian Lama sering menggunakan istilah “hati” yang menunjuk pada kegiatan bathin, nurani, emosi, akalbudi manusia.
[7] Pandangan ini masih juga dianut oleh orang Kristen masa kini, seakan-akan Allah hanya memperhatikan Gereja, karena imannya kepada Yesus Kristus. Padahal di dalam Gereja ada banyak yang berbuat jahat, sama seperti yang dilakukan orang-orang yang tidak mengenal dan mengakui Yesus.
terima kasih pak..GBU
BalasHapus