Saturday, July 02, 2011 at 2:48:57 AM
MASA DEPAN KETURUNAN ABRAHAM
KEJADIAN 15 : 1, 12 – 17
disusun oleh :
PENDETA ARIE A. R. IHALAUW
1. Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: "Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar."
12. Menjelang matahari terbenam, tertidurlah Abram dengan nyenyak. Lalu turunlah meliputinya gelap gulita yang mengerikan.
13. Firman TUHAN kepada Abram: "Ketahuilah dengan sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya.
14. Tetapi bangsa yang akan memperbudak mereka, akan Kuhukum, dan sesudah itu mereka akan keluar dengan membawa harta benda yang banyak.
15. Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu.
16. Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan orang Amori itu belum genap."
17. Ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu.
PENGANTAR
Kontek sosial. Meskipun perkawinan bertujuan melegalisir hubungan cinta-kasih antara sepasang suami-isteri berbeda jenis kelamin; akan tetapi tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap pasangan mengharapkan kelahiran anak. Kehadiran anak memberi makna ke dalam kehidupan keluarga. Menaikkan martabat dan status pasangan suami-isteri di hadapan masyarakat (pandangan Orang Batak tentang anak sebagai hamoraon = harta kekayaan keluarga pihak suami). Oleh karena itu, banyak pasangan suami-isteri berusaha mencari jalan keluar untuk memperoleh anak. Akan tetapi pasangan suami-isteri yang sudah menempuh usaha medis banyak mengalami kegagalan. Malahan ada banyak pula pasangan subur, tetapi tidak memperoleh anak. Dan tidak sedikit di antara mereka menjadi frustrasi dan takut. Bagaimanakah jalan keluar untuk mengatasi masalah ini ?
PENDAHULUAN
Abram, orang Ur-Kasdim, telah berusia sembilan puluh tahun. Menurut ilmu kesehatan, ia sulit mempunyai anak, karena sudah tua. Usia isterinya, Sarai, juga tidak berbeda jauh. Bagi perempuan seusia Sarah, tidak ada kemungkinan melahirkan, karena telah melewati masa menopos. Pupuslah harapan suami-isteri itu : Abram–Sarai (nama Abram dipakai dalam Kejadian 12 : 1 – 17 : 4) . Tidak mengherankan, jika Abram mengungkapkan perasaannya kepada Allah, katanya : “Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu” (Kej. 15:2). Sebab tidak ada artinya memiliki banyak harta benda (Kej. 13:2), jika Abram tidak mempunyai anak untuk mengelola warisannya ? Hal itu merisaukan pikirannya.
PENAMPAKAN DAN JANJI ALLAH
Dalam keresahan jiwanya Abram, orang Ibrani itu (Kej. 14:13), mendapat penglihatan. TUHAN berfirman kepadanya : “Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar” (Kej. 13:1). Dalam firman ini terkandung 3 (tiga) ucapan penting :
1. JANGAN TAKUT
TUHAN, Allahnya, (nama ini disebut Abram dalam perjumpaan di Baith-El / Betel artinya : rumah Allah, seperti tertulis pada Kejadian 12:8 -> “… ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN”; 14:4 -> “… di situlah Abram memanggil nama TUHAN”) mengingatkan dia : “Janganlah takut !” menghadapi kemungkinan apapun yang terburuk sepanjang perjalanan menuju masa depan.
Kekuatiran dan ketakutan sangat mempengaruhi kondisi kejiwaan manusia, ketika menghadapi masalah. Seorang penakut akan sulit mengeluarkan dirinya dari lilitan persoalan. Ketakutan itu bagaikan kegelapan malam bagaikan selaput hitam yang menutupi pupil mata untuk melihat arah jalan menuju masa depan. Tidak ada jalan keluar ! Abram membutuhkan seorang Sahabat yang mampu mengatasi masalah medis yang diderita isterinya : Sarai. Perempuan, isterinya, itu mandul seperti yang dikatakannya : “TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak” (Kej. 16:2; bd. Kej. 11:30 -> “Sarai itu mandul, tidak mempunyai anak”). Menghadapi keresahan isterinya, Sarah, Abram layak mengingat janji Allah yang terkandung dalam panggilannya : “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat” (Kej. 12:2). TUHAN, Allahnya yang mahakuasa, berkata :
2. AKULAH PERISAIMU
Itu berarti : TUHAN, Allah yang membuat perjanjian, akan selalu kokoh setia memegang dan memenuhi janji-Nya. Bagaikan seorang laskar yang berperang memakai perisai untuk melindungi diri, demikian pula Allah akan memelihara dan melindungi (pemahaman ini masuk ke dalam gagasan teologi yang disebut : providensia) kehidupan Abram. Oleh karena itu, ia harus yakin teguh (kesetiaan dan keteguhan hati) akan janji-Nya, sekalipun ia belum melihat masa depan yang akan dimasukinya. Keteguhan keyakinan itu perlu ditampakkan melalui penyerahan diri sepenuhnya ke dalam tangan Allah. Dan, ternyata ia setia mengasihi dan taat percaya, sehingga Allah memperhitungkan hal itu sebagai kebenarannya (Kej. 15:6). Maka Dia berfirman :
3. UPAHMU AKAN SANGAT BESAR
Apakah yang dimaksudkan upah oleh Allah ? Keselamatan ! TUHAN, Allah yang disembah Abram, akan menyelamatkan hamba-Nya. Sesuai dengan janji-Nya (Kej. 12 : 2 – 3) :
a. TUHAN, Allahnya, akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar.
b. TUHAN, Allahnya, akan memberkati .
c. TUHAN, Allahnya, akan membuat namamu masyhur.
d. TUHAN, Allahnya, akan membuat Abram menjadi berkat (dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat).
e. TUHAN, Allahnya, akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau (dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau).
Dalam kasus yang diceritakan ini (Kej. 15), upah itu berkaitan dengan butir a : TUHAN, Allahnya, akan membuat engkau (Abram) menjadi bangsa yang besar.
TUHAN MEMBAWA KELUAR UNTUK MEMBERIKAN…
Firman TUHAN kepadanya : "Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim untuk memberikan negeri ini kepadamu menjadi milikmu."
Kejadian 15 : 7
Keyakinan iman Abram kepada TUHAN, Allah Yang Mahakuat, semakin bertumbuh kokoh, karena menyaksikan berbagai peristiwa pembebasan yang dialaminya sepanjang perjalanan dari Haran, di Ur-Kasdim, ke tanah Kanaan (Kej. 12 : 5 – 9 -> “Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. berangkat ke tanah Kanaan,… sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di More, … ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel … dan ke Tanah Negeb”). Kemudian karena ancaman kekeringan yang menimbulkan kelaparan, ia dan kafilahnya pergi ke Mesir (Kej. 12:10), sesudah TUHAN Allah menyelesaikan masalahnya, Abram kembali dengan selamat ke Negev yang terletak di Kanaan (Kej. 13:1). Hasil karya Allah yang dinikmati telah membuat menetapkan pengakuan Abram. Ia memanggil nama TUHAN (bd. Kej. 12:8; 13:4).[1]
MUNGKINKAH BAHAGIAN INI BERASAL DARI TRADISI YAKUB YANG DIMASUKAN KE DALAM TRADISI ABRAM ?
KEJADIAN 15
13. Firman TUHAN kepada Abram: "Ketahuilah dengan sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya.
14. Tetapi bangsa yang akan memperbudak mereka, akan Kuhukum, dan sesudah itu mereka akan keluar dengan membawa harta benda yang banyak.
15. Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu.
16. Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan orang Amori itu belum genap."
1. Masalah
a) Antara Tradisi dalam Alkitab dan pengembaraan imanku.
TUHAN sering menggelitik hati dan pikiranku untuk mencari dan mengenal kebenaran-Nya.
Secara jujur saya mengakui, TUHAN, Allah yang disembah Abraham, sering menggelitik nurani dan meresahkan akalbudi ini untuk terus menerus mencari dan mengenal kebenaran-Nya. Dan, saya membiarkan diri digelisahkan Allah, supaya saya semakin mendalami firman bukan dengan kekuatanku tetapi oleh bimbingan Roh-Nya. Saya juga memahami (menyadari) akan datang banyak tantangan ketika saya berusaha merumuskan kebenaran Allah yang ditemukan pada mitos seperti yang dituliskan dalam Alkitab. Bertolak dari keyakinan ini saya juga membiarkan tulisan ini terbuka untuk menerima kritikan dan masukan, supaya tahap demi tahap kita bersama-sama memikirkan dan memberlakukan segala sesuatu yang dikehendaki dan yang sejak dahulu telah diberlakukan-Nya ke dalam konteks pelayanan masa kini dan masa akan datang.
Alkitab bukanlah buku yang tertutup dan tidak membiarkan dirinya diselidiki. Alkita bersifat terbuka, bisa diselidiki, dikaji dan diuji berdasarkan ukuran iman yang dikaruniakan Allah oleh karya Kristus Yesus. Ia berintikan hikmat Allah yang bersifat absulut. Di atasnya siapapun dapat mengembangkan gagasan baru yang bertujuan menyelamatkan dan membebaskan seluruh ciptaan dari kesengsaraan.
b) Lapisan Tradisi – Tradisi dalam Perjanjian Lama
Kita tidak bisa secara mudah menerima, bahwa kutipan di atas termasuk ke dalam tradisi narasi Abram. Justeru kita secara jujur perlu meneliti, mengkaji dan menguji bukti-bukti berdasarkan kritik naskah (teks) dan peristiwa bersejarah dalam pertumbuhan gagasan tertsebut.
Dengan melakukan penelitian, pengkajian dan pengujian materi, saya tidak bermaksud menggoyahkan keyakinan Gereja dan orang kristen akan kebenaran Allah yang disaksikan Alkitab. Justeru, sebaliknya, keyakinan iman saya semakin dikokohkan, ketika saya mengetahui dan mengerti akan hakekat TUHAN, Allah yang disembah oleh Abram, bahwa Dia telah memanggil saya untuk percaya dan mengutus untuk membuktikan kebenaran-Nya yang ditemukan dalam tradisi ini.
2. Tradisi di sekitar Bapa Leluhur Israel.
Menurut strukturnya, Kejadian 15 : 13 – 16 ditempatkan sesudah Allah memanggil Abraham, yakni :
12.1. Berfirmanlah TUHAN kepada Abraham : “Pergilah dari negerimu, dan dari sanak saudaramu, dan dari rumah bapamu ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;
12.2. Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.
12.3. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat."
Setelah menerima pernyataan Allah Abram meninggalkan negeri Ur di Kasdim (pelajari dengan teliti teori tentang Upper dan Low Mesopotamia terkait asal-usul dan rute perjalanan Abram).
a) Sejarah Sosial yang melatarbelakangi pemanggilan Abram
Kejadian 12 : 1 – 3 didahului narasi Menara Babel (Kej. 11 : 1 – 8). Narasi ini dimunculkan untuk menjelaskan latarbelakang kondisi sosial yang sedang berlangsung dalam wilayah Mesopotamia. Menurut kesaksian penulis Kejadian, Kerajaan Babel dibangun oleh Nimrod (Ibr. נִמְרוֹד – Kej. 10 : 8 – 12) :
10.8. Kusy memperanakkan Nimrod; dialah mula-mula sekali yang berkuasa di bumi;
10.9. ia seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN, sebab itu dikatakan orang : “Seperti Nimrod, seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN.”
10.10. Mula-mula kerajaannya terdiri dari Babel, Erekh dan Akad, (Babel, Uruk, Akkad dan Calneh) semuanya di tanah Sinear.
10.11. Dari negeri itu ia pergi ke Ashur (terj. LAI : Asyur), lalu mendirikan Niniwe, Rehobot-Ir, Kalah,
10.12. dan Resen di antara Niniwe dan Kalah, itulah nama kota besar itu.
Inilah legenda pra-sejarah menurut penulis Kitab Kejadian. Untuk mengetahui secara pasti jelas tentang Nimrod dan Kerajaannya[2]. Oleh karena itu, kita perlu meneliti tulisan-tulisan Sejarah Kerajaan-Kerajaan yang dibangun oleh suku-suku dan yang terbentang dalam wilayah Mesopotamia (Yun : Μεσοποταμία; Syr. beth-nahrain, artinya : wilayah sungai-sungai, karena dilintasi sungai-sungai : Pison, Gihon, Tigris dan Efrat --> Kej. 2 : 11 – 14. Oleh penulis Kejadian, wilayah itu disebut Eden – Kej. 2 : 10 tempat asal-usul manusia dan peradabannya), meliputi wilayah : Iraq – Siria – Turki – Iran sekarang ini. Dalam wilayah Mesopotamia kuno terdapat banyak kerajaan kecil dan 4 (empat) kerajaan besar yang terkenal, yakni : Kerajaan Sumer – Akadian, Kerajaan Asiria dan Kerajaan Babilonia. Kerajaan Sumer – Akadian sudah berada di sana sejak tahun 3100 sb.M sampai kehancuran Babilonia tahun 539 sb.M.[3] Kerajaan – kerajaan itu tumbuh silih berganti, dan saling menaklukan.
Sekalipun Nimrod, cucu dari Ham, anak Nuh dan Abram, anak Terah keturunan Sem (simaklah silsilah Abram -> Kej. 11 : 10 – 26) berasal dari wilayah yang sama Mesopotamia; akan tetapi Alkitab tidak menceritakan, bahwa kedua orang itu tidak saling mengenal. Alkitab hanya mengatakan tentang Nimrod : “Dari negeri itu ia pergi ke Ashur (terj. LAI : Asyur), lalu mendirikan Niniwe, Rehobot-Ir, Kalah” (Kej. 10:11), sedangkan Abram mengikuti Terah, ayahnya, bermigrasi ke Kanaan, tetapi Terah meninggal di Haran (Kej. 11:31-32). Setelah menguburkan ayahnya, Abram bersama kafilahnya melanjutkan perjalanan ke Kanaan.
b) Alkitab menyaksikan, setelah bahasa manusia dikacaubalaukan oleh Allah (Kej. 11:9) maka bangsa-bangsa bermigrasi ke berbagai tempat (penulis Kejadian menyatakan keadaan ini sebagai pekerjaan Allah : “… mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi, ...” -> Kej. 11:8). Pernyataan tersebut tidak bertujuan melecehkan atau membantah peristiwa sejarah (meskipun merupakan legenda), melainkan hendak menegaskan kemahakuasaan Allah atas kehidupan ciptaan.
Di pihak lain, kita sebagai teolog tidak boleh berhenti pada pernyataan itu saja. Kita perlu menelusuri bukti-bukti sejarah sosio-antopologi tentang gerakan manusia meninggalkan tempatnya mencari lahan kehidupan baru (istilah sosiologi : migrasi suku-suku bangsa). Dengan demikian kalimat “mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi,…” perlu dibaca sebagai gelombang migrasi suku-suku bangsa paska Menara Babel. Tidak tertutup kemungkinan, seorang pakar sosio-antropologi mengatakan, perjalanan Abraham -> Haran di Kasdim -> Negev di Kanaan -> kemudian ke Beth-El dan tinggal di sana merupakan sebuah peristiwa migrasi (perpindahan) suku Terah, khususnya Abram ke Kanaan. Oleh teolog (penulis) Kejadian disebutkan : perjalanan iman dikarenakan panggilan Allah. Dalam hal ini, penulis Kejadian menyoroti dan menguraikan karya penyelamatan / pembebasan Allah atas Abram dan keluarganya. Dari sinilah dimulai sejarah keselamatan.
c) Adakah motivasi yang tersirat menjadi alasan bagi Abram untuk taat mengikuti suruhan Allah ? Pertanyaan ini cukup menggelitik. Saya menemukan 2 (dua) alasan yang menonjol di antara yang lain, yakni :
c.1. Antara Politeisme versus Monoteisme
Jika kita menyimak secara baik seluruh narasi dalam Kitab Kejadian 1 – 11, sesungguhnya, kita akan menemukan satu-satunya alasan kuat, yakni : Kemahakuasaan Allah Yang Esa (monotheisme YHWH) melawan ilah-ilah atau dewa-dewi (politeisme : panteisme, animisme dan dinamisme) budaya-agama-suku.[4]
Secara tersirat pula, penulis Kejadian, bermaksud menegaskan, bahwa respon Abram atas panggilan Allah merupakan sikap penolakan terhadap politeisme dalam budaya-agama-suku-suku yang dianut oleh penduduk Mesopotamia (baca Sejarah Agama – Agama yang ditulis oleh A Honig).
Menurut pendapat saya, keputusan Abram untuk mengikuti suruhan Allah bukan diambil tanpa pergumulan iman. Keputusan itu mengemuka dalam sikap iman yang memperlihatkan ketaatan mutlak (devosi) kepada Allah yang memanggil. Sikap iman (devosi) Abram tidak didorong oleh keinginan untuk memperoleh berkat perjanjian (“Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat; Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau…” -> Kej. 12:2-3a), melainkan lahir dari berbagai pengalaman sejarah pribadi, di mana ia selalu berjumpa dengan Allah Yang Esa dalam berbagai peristiwa. Sikap iman Abram ini berbeda dari pada sikap keagamaan dalam dunia politeisme, di mana para penyembah melakukan ritual-ritual rahasia, agar maksud dan tujuannya dikabulkan dewa-dewinya. Sikap pasrah diri yang diperlihatkan Abram bersumber dari keyakinan iman yang kokoh kepada Allah, bukan mengharapkan berkat-Nya. Oleh karena itu, ia bersedia mengikuti suruhan Dia Yang Memanggil. Tanpa tanya dan tanpa ragu-ragu Abram pergi keluar meninggalkan segala sesuatu yang dicintainya. Ia berjalan mengikuti Allah Yang Esa yang menciptakan masa depan baru. Panggilan itu telah mengubah kehidupan ABRAM (manusia lama) menjadi ABRAHAM (manusia baru) yang hidup dalam persekutuan dengan Allah. ABRAM, seorang penganut politeisme telah berubah ABRAHAM yang menyembah Allah Yang Esa (monoteisme). Itulah sebabnya penulis Kejadian mencatat : “Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.” (Kej. 17:5, hampir dapat dipastikan bahwa perubahan nama seseorang sangat terkait dengan perubahan kepribadiannya setelah ia berjumpa dengan Allah -> simak cerita dalam Perjanjian Baru tentang Saulus menjadi Paulus, juga Simon menjadi Petrus). Abraham : manusia baru yang hidup di dalam langit baru dan bumi baru yang diciptakan oleh Allahnya. Di dalam persekutuan dengan Allah Yang Esa Abraham melangkah dengan pasti memasuki masa depan baru, setelah meninggalkan masa lalunya di Ur-Kasdim.
c.2. Perintah Allah bersifat universal.
ð Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej. 1 : 28).
ð TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu (Kej. 2 : 15).
Tugas ini diamanatkan oleh Allah kepada manusia secara kolektif, bukan kepada Adam selaku individu. Di sinilah saya memahami penugasan yang dimandatkan Allah dan yang bersifat universal menurut penulis Kejadian. Konsep bumi, sekalipun merupakan sebuah wilayah terbatas menurut tradisi Agama Israel (pada zaman itu bumi diidentikkan dengan “Taman Eden” yang terbentang di antara sungai Pison – Gihon – Tigris – Efrat atau disebut juga wilayah Mesopotamia). Akan tetapi wilayah Mesopotamia itu cukup luas. Dalam atlas modern wilayah yang disebutkan itu berada di antara Iraq – Siria – Iran – Turki. Bayangkan betapa luasnya “bumi” (tanpa mencantumkan seluruh Asia – Afrika – Eropa – Australia).
Suruhan Allah kepada manusia tidak bertolak dari beranak cucu, bertambah banyak dan penuhilah bumi. Tujuan dan maksud-Nya, agar manusia menjadi mitra kerja Allah “untuk mengusahakan (to cultivate) dan memelihara (to conserve)” Taman Eden, yang adalah bumi ciptaan-Nya. Demi menjapai target suruhan tersebut, manusia beranakcucu, bertambah banyak untuk memenuhi bumi serta menaklukkannya (kata kerja “menaklukkan” menunjuk pada upaya manusia mengalahkan kekuatan alam yang bersifat destruktif. Sekurang-kurangnya menjinakkan kekuatan alam demi tujuan penyelamatan ciptaan, termasuk alam itu sendiri). Kedua kegiatan : to cultivate and to conserve (kelola–usahakan serta pelihara–lestarikan) mendorong manusia menjadi pencipta budaya dan peradaban, setingkat di bawah Allah. Dan, penciptaan alat-alat budaya tersebut patut mengikuti master-plan (rencana induk) yang sudah digariskan Allah. Manusia dituntut untuk selalu berada dalam persekutuan dengan Allah, agar dapat mendiskusikan pekerjaan Allah (missio Dei) yang dilakukannya.
Menurut cerita penulis Kejadian, setelah manusia jatuh ke dalam dosa, “segala kecenderungan hatinya membuahkan kejahatan semata-mata” (Kej. 6:5). Pekerjaan membangun Menara Babel memperlihatkan kecenderungan hati manusia untuk tidak mengikuti master-plan pembangunan alam semesta yang dirancangkan Allah. Melalui penciptaan TUHAN Allah memanggil manusia menjadi mitra kerja-Nya; akan tetapi kecenderungan hati (sikap hati)-nya mendorong ia menolak ajakan sang Khalik. Ungkapan ini jelas sekali : “Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi” (Kej. 11:4). Allah memutuskan untuk menciptakan kondisi memaksa, agar tujuan yang direncanakan-Nya terlaksana. Ia mengacau-balaukan bahasa manusia, sehingga mereka tidak dapat berkomunikasi dengan baik (Kej. 11 : 7 – 9 -> Ia berfirman: “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing”. Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi, dan mereka berhenti mendirikan kota itu. … di situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi).
Legenda Menara Babel merupakan peringatan bagi manusia, agar selalu memperhatikan kehendak Allah dalam melaksanakan pembangunan. Gambaran ini memperlihatkan benturan keras rencana Allah vs. rancangan manusia. Allah dapat memakai keadaan (fenomena alam, peperangan, pertikaian antar Negara, permusuhan antar manusia, dll) apapun untuk menghentikan manusia mencapai rencananya. Sebaliknya, manusia tidak mungkin menghentikan pekerjaan yang telah direncanakan oleh Allah.
d) Kejadian 12 : 1 (Berfirmanlah TUHAN kepada Abraham : “Pergilah dari negerimu, dan dari sanak saudaramu, dan dari rumah bapamu ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu) merupakan kalimat perintah. Allah menyuruh Abraham meninggalkan segala sesuatu yang dimilikinya, agar menyelenggarakan tugas yang dirancangkan Allah, yakni : “menjadi berkat bagi semua kaum di muka bumi” (Kej. 12:2c, 3b).
Di sinilah keunggulan penulis Kejadian. Ia membahasakan kembali perpindahan (migrasi) suku-suku bangsa dalam bahasa teologi :
i. Perpindahan (migrasi) dapat saja terjadi karena berbagai alasan, salah satunya : karena bencana alam. Namun tugas yang diamanatkan Allah tetap harus direalisasikan : “menjadi berkat bagi semua kaum di muka bumi”.
ii. Perpindahan (migrasi) dapat juga terjadi karena alasan institusional (mutasi tempat kerja). Han ini pun harus dipahami dari sudut pandang panggilan dan pengutusan Allah, yakni : “menjadi berkat bagi semua kaum di muka bumi” melalui pemutasian.
Jika perpindahan (migrasi, mutasi) dilakukan berdasarkan keyakinan iman yang kokoh kepada Allah, maka siapapun yang menjalaninya pasti berbahagia, sama seperti Abraham. Di sinilah kita perlu merumuskan pemahaman iman tentang mutasi (pengutusan), bahwa kita bukan melaksanakan pengutusan (mutasi) untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, juga bukan karena tempat yang akan didatangi berkekurangan atau berkelimpahan, tetapi kemanapun diutus disanalah kita bekerja untuk membuktikan keyakinan iman kepada Allah yang membuat kita menjadi berkat bagi semua orang yang kitatemui. Sama seperti Abraham, n takut dan tanpa ragu-ragu ia pergi mememenuhi panggilan Allahnya, untuk menjadi berkat bagi semua kaum di muka bumi. Itulah sebabnya penulis Kejadian bersaksi : “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” (Kej. 15:6).
PART II ---> under reconstruction
3.
MEDAN – SUMATERA UTARA
01 JULI 2011
ARIE ARNOLD REMALS IHALAUW
[1] Awalnya Allah yang disembah Abraham disebut : PAQAD AVRAM / AVRAHAM (Yang Mahakuat Allah yang disembah Abraham). Persoalan ini sangat terkait dengan penyataan nama Allah kepada Musa (Kel. 3:13-15). Saya menyoalnya seperti ini : apakah nama TUHAN (YHWH) yang disebut Abraham, juga Musa, merupakan ilah yang orisinil berasal dari Agama Abraham sejak dari tanah Ur di Kasdim ? ataukah nama TUHAN itu baru diperkenalkan oleh Musa, setelah perjumpaannya di Bukit Hor / Sin ? (Kej. Psl 2 – 3). Bisa saja terjadi inkulturasi karena akulturai nilai-nilai budaya ke dalam sistem keagamaan Abraham dan Musa, karena perjumpaan dengan agama-agama dari suku-suku yang telah lama menetap di Kanaan. Mengingat nama TUHAN (aslinya : YAH, YAHO, YAHUA, HUA) sudah juga disembah oleh suku-suku beragama yang berdiam di Kanaan, misalnya : pada suku-suku yang mendiami dataran Negev (simak tulisan Georg Fohrer, Otto Eisfelt, H Peffer, dll).
[4] Simaklah pernyataan penulis Kitab Kejadian 1 : 1 – 2 : 7 tentang cerita penciptaan, di mana Allah Yang Esa dan Yang Mahakuasa itu mengalahkan kuasa kegelapan dan mulai menatatertibkan alam semesta. Allah menyebut diri-Nya : KITA (Kej. 1:26) untuk menunjukkan keesaan-Nya dengan ROH dan FIRMAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar