BERGUMUL DENGAN ALLAH
Sebuah catatan semasa masih kuliah,
menjelang akhir penulisan skripsi
ditulis kembali oleh
Putera sang Fajar
Mentari mulai terbenam, ketika seorang pemuda
melangkah memasuki Gereja tua di kota Jakarta. Menjinjing ransel tua, ia
menyeret sepatunya. Wajahnya merunduk. Matanya memerah basah. Ia menyeka wajah berpeluh, lalu memasuki
gedung itu. Di sudut kanan ia duduk terpekur. Mulutnya komat-kamit sambil
terseguk-seguk : “Allahku..., Engkau
telah meletakkan aku dalam perut Ibuku. Engkaulah merenda tulang-tulangku
dengan daging, lalu memberikan napas kehidupan. Aku masih percaya kepadaMu,
walau jalan terlihat hitam pekat.... aku tak dapat melihat jalan ke depan,
Tuhan ! Masih dapatkah aku hidup dalam penderitaan ini ? Sebab aku ingin
mengakhiri perjalananku di sini, dalam rumahMu ini...”
Ia mengeluarkan sebuah kitab tua dari
ranselnya. Suaranya lembut hampir tak terdengar : “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban
berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan
belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan
mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan" (Mat. 11:28-30). Ia berbicara bersama TUHAN di dalam
rumahNya.
Amor : “Ampuni kelancanganku, Allah... jika aku
memaksaMu menjawab pertanyaanku. Aku masih kurang mengerti alasanMu membiarkan
orang percaya menderita, padahal mereka telah mengikutiMu ribuan kilometer...”
Allah : “Apakah
Aku mengangkatmu menjadi penjaga manusia ?”
Amor : “Memang benar..., aku bukan penjaga manusia,
tetapi mataku tak akan tertutup dan mulutku tak akan berhenti bertanya padaMu,
sebab Engkaulah yang menciptakan kami, umat manusia !”
Allah : “Baiklah, Mor..., apakah pertanyaan yang mengelisahkan hati dan meresahkan benakmu ?”
Amor : “Bukankah Engkau Pencipta kami ? Bukankah
Engkau mengharuskan kami percaya dan meletakkan harapan akan masa depan ke
dalam tanganMu ? Banyak orang telah mengikuti ucapan-ucapanMu yang Kausampaikan
melalui kitab-kitab agama. Tetapi, lihatlah..., mereka kecewa,... karena Engkau
tidak menolong pada waktu kesusahan. Malahan orang munafik, orang fasik,
orang-orang yang melakukan kejahatan semakin berjaya. Di manakah keadilanMu, ya
Allah ?”
Allah : “Bukan,...
bukan Aku yang salah, Bukan Aku yang tidak memperhatikan. Bukan Aku tidak
bekerja membebaskan manusia ciptaanKu dari penderitaan; tetapi kalian selalu
meninggalkan Aku, ketika sudah menerima kebaikanKu.”
Amor : “Okey... katakanlah alasanMu itu benar !
Tetapi, bukankah Engkau Allah Penyayang dan Panjang sabar ? Engkaulah Pencipta
kami ! Engkau mengenal kekuatan dan kelemahan. Kami adalah manusia yang
memiliki keterbatasan. Lantas, jika Engkau berhikmat..., mengapa Engkau
menonton penderitaan kami yang percaya kepadaMu ?”
Allah : “Seluruh
harta warisan telah Kubagikan kepada semua manusia. Masing-masing telah
menerimanya. Entahkah jumlahnya banyak atau sedikit, tidak perlu dipersoalkan;
akan tetapi bagaimana kalian memanfaatkan pemberianKu secara baik dan benar !
Amor, anakKu ! Keliru, jika kau berpikir bahwa rachmat yang Kuberikan berbentuk
materi : harta, uang, pangkat, gelar, jabatan, status sosial. Aku tidak pernah
memberikannya kepada manusia ! Camkan baik-baik !”
Amor : “Lantas... apakah pemberianMu ?... sejak
dahulu kami mendengar cerita, bahwa semua itu adalah pemberianMu semata !”
Allah : “Keliru
besar ! Aku tidak pernah memberikan uang, tetapi akalbudi yang waras, agar
kalian bekerja keras untuk memperoleh uang ! Aku tidak memberikan damai, tetapi
hati yang sehat, supaya kalian mengupayakan perdamaian dalam kehidupan bersama.
Aku tidak memberikan warisan apapun yang dapat membuat kalian menjadi kaya,
melainkan kekuatan kuasaKu yang membuat tubuh, jiwa dan roh kalian menjadi
kuat, supaya kalian bekerja dan mengamalkan kebaikan kepada sesama....
Amor : “... tetapi itulah ucapan-ucapanMu yang
disampaikan para nabi dan dituliskan dalam semua kitab-kitab agama di dunia !”
Amor menyela... Matanya membelalak heran mendengar ucapan ilahi...
Allah : “Manusia
saat ini telah keliru... sangat keliru ! Mereka menggunakan ayat-ayat suci untuk
mendukung perbuatan durhaka. Manusia pemalas yang suka mengharapkan mujizat.
Hanya menunggu air hujan dari langit, tanpa berlelah menciptakan hujan. Manusia
rakus yang berseru bagaikan serigala lapar, tanpa menjalankan karuniaKu demi
tujuan kemanusiaan. Manusia aneh, yang selalu berdoa meminta-minta kesembuhan,
tetapi tidak menggunakan otaknya untuk mencari kesembuhan. Manusia itu sulit
mengerti maksud dan rencanaKu..., manusia seperti itu rendah matrabatnya.”
Jawab Allah tegas. “Aku tidak mengatakan : “Percayalah kepadaKu, serta tidak
usah berpikir dan bekerja. Aku berkata : “Hati-hatilah, jangan Engkau melupakan
Aku, TUHAN Pencipta dan Juruselamatmu ! Bukan berarti, keselamatan dari
penderitaan diperoleh tanpa berlelah-lelah. Bukan berarti, Akulah yang menyuap
makanan ke dalam mulut kalian ! Percaya kepadaKu berarti : lakukanlah pekerjaan
kalian sesuai rencanaKu, bukan rencana kalian ! Jadi, jika kalian terjebak
dalam masalah, maka hal itu bukan kesalahanKu, tetapi karena kesombongan, sebab
kalian melupakan Aku. Tidak mengikutsertakan Aku dalam perencanaanmu. Mengertikah, Amor ?”
Amor terdiam... Ia melihat ke dalam dirinya...
Bathinnya lelah, lalu ia tertidur pulas di atas bangku Gereja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar