Selasa, 09 Oktober 2012

Dialog Jiwa


  
BERGUMUL DENGAN ALLAH

Sebuah catatan semasa masih kuliah,
menjelang akhir penulisan skripsi

ditulis kembali oleh

Putera sang Fajar

Mentari mulai terbenam, ketika seorang pemuda melangkah memasuki Gereja tua di kota Jakarta. Menjinjing ransel tua, ia menyeret sepatunya. Wajahnya merunduk. Matanya memerah basah.  Ia menyeka wajah berpeluh, lalu memasuki gedung itu. Di sudut kanan ia duduk terpekur. Mulutnya komat-kamit sambil terseguk-seguk : “Allahku..., Engkau telah meletakkan aku dalam perut Ibuku. Engkaulah merenda tulang-tulangku dengan daging, lalu memberikan napas kehidupan. Aku masih percaya kepadaMu, walau jalan terlihat hitam pekat.... aku tak dapat melihat jalan ke depan, Tuhan ! Masih dapatkah aku hidup dalam penderitaan ini ? Sebab aku ingin mengakhiri perjalananku di sini, dalam rumahMu ini...”

Ia mengeluarkan sebuah kitab tua dari ranselnya. Suaranya lembut hampir tak terdengar : “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan" (Mat. 11:28-30). Ia berbicara bersama TUHAN di dalam rumahNya.

Amor    :  “Ampuni kelancanganku, Allah... jika aku memaksaMu menjawab pertanyaanku. Aku masih kurang mengerti alasanMu membiarkan orang percaya menderita, padahal mereka telah mengikutiMu ribuan kilometer...”
Allah   :     “Apakah Aku mengangkatmu menjadi penjaga manusia ?”
Amor :  “Memang benar..., aku bukan penjaga manusia, tetapi mataku tak akan tertutup dan mulutku tak akan berhenti bertanya padaMu, sebab Engkaulah yang menciptakan kami, umat manusia !”
Allah  : “Baiklah, Mor..., apakah pertanyaan yang mengelisahkan hati dan meresahkan benakmu ?”
Amor    :  “Bukankah Engkau Pencipta kami ? Bukankah Engkau mengharuskan kami percaya dan meletakkan harapan akan masa depan ke dalam tanganMu ? Banyak orang telah mengikuti ucapan-ucapanMu yang Kausampaikan melalui kitab-kitab agama. Tetapi, lihatlah..., mereka kecewa,... karena Engkau tidak menolong pada waktu kesusahan. Malahan orang munafik, orang fasik, orang-orang yang melakukan kejahatan semakin berjaya. Di manakah keadilanMu, ya Allah ?”
Allah     :     “Bukan,... bukan Aku yang salah, Bukan Aku yang tidak memperhatikan. Bukan Aku tidak bekerja membebaskan manusia ciptaanKu dari penderitaan; tetapi kalian selalu meninggalkan Aku, ketika sudah menerima kebaikanKu.”
Amor    :  “Okey... katakanlah alasanMu itu benar ! Tetapi, bukankah Engkau Allah Penyayang dan Panjang sabar ? Engkaulah Pencipta kami ! Engkau mengenal kekuatan dan kelemahan. Kami adalah manusia yang memiliki keterbatasan. Lantas, jika Engkau berhikmat..., mengapa Engkau menonton penderitaan kami yang percaya kepadaMu ?”
Allah     :     “Seluruh harta warisan telah Kubagikan kepada semua manusia. Masing-masing telah menerimanya. Entahkah jumlahnya banyak atau sedikit, tidak perlu dipersoalkan; akan tetapi bagaimana kalian memanfaatkan pemberianKu secara baik dan benar ! Amor, anakKu ! Keliru, jika kau berpikir bahwa rachmat yang Kuberikan berbentuk materi : harta, uang, pangkat, gelar, jabatan, status sosial. Aku tidak pernah memberikannya kepada manusia ! Camkan baik-baik !”
Amor    :  “Lantas... apakah pemberianMu ?... sejak dahulu kami mendengar cerita, bahwa semua itu adalah pemberianMu semata !”
Allah     :     “Keliru besar ! Aku tidak pernah memberikan uang, tetapi akalbudi yang waras, agar kalian bekerja keras untuk memperoleh uang ! Aku tidak memberikan damai, tetapi hati yang sehat, supaya kalian mengupayakan perdamaian dalam kehidupan bersama. Aku tidak memberikan warisan apapun yang dapat membuat kalian menjadi kaya, melainkan kekuatan kuasaKu yang membuat tubuh, jiwa dan roh kalian menjadi kuat, supaya kalian bekerja dan mengamalkan kebaikan kepada sesama....
Amor    :  “... tetapi itulah ucapan-ucapanMu yang disampaikan para nabi dan dituliskan dalam semua kitab-kitab agama di dunia !” Amor menyela... Matanya membelalak heran mendengar ucapan ilahi...
Allah     :     “Manusia saat ini telah keliru... sangat keliru ! Mereka menggunakan ayat-ayat suci untuk mendukung perbuatan durhaka. Manusia pemalas yang suka mengharapkan mujizat. Hanya menunggu air hujan dari langit, tanpa berlelah menciptakan hujan. Manusia rakus yang berseru bagaikan serigala lapar, tanpa menjalankan karuniaKu demi tujuan kemanusiaan. Manusia aneh, yang selalu berdoa meminta-minta kesembuhan, tetapi tidak menggunakan otaknya untuk mencari kesembuhan. Manusia itu sulit mengerti maksud dan rencanaKu..., manusia seperti itu rendah matrabatnya.” Jawab Allah tegas. “Aku tidak mengatakan : “Percayalah kepadaKu, serta tidak usah berpikir dan bekerja. Aku berkata : “Hati-hatilah, jangan Engkau melupakan Aku, TUHAN Pencipta dan Juruselamatmu ! Bukan berarti, keselamatan dari penderitaan diperoleh tanpa berlelah-lelah. Bukan berarti, Akulah yang menyuap makanan ke dalam mulut kalian ! Percaya kepadaKu berarti : lakukanlah pekerjaan kalian sesuai rencanaKu, bukan rencana kalian ! Jadi, jika kalian terjebak dalam masalah, maka hal itu bukan kesalahanKu, tetapi karena kesombongan, sebab kalian melupakan Aku. Tidak mengikutsertakan Aku dalam perencanaanmu.  Mengertikah, Amor ?”

Amor terdiam... Ia melihat ke dalam dirinya... Bathinnya lelah, lalu ia tertidur pulas di atas bangku Gereja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar