Selasa, 24 Mei 2011

MUSIBAH PESAWAT MERPATI

Basudara, KELUARGA BESAR IHALAUW di Ambon, khususnya di Passo. Setelah mendengar laporan dari daftar manifes penumpang pesawat Merpati yang jatuh di Papua, serta tulisan basudara di dalam FB, beta merasa terpanggil untuk menuliskan catatan ini sebagai penghiburan bagi seluruh Keluarga Besar Ihalauw, seraya meminta perhatian kita bersama, agar dapat membantu keluarga (anak-anak ?) yang ditinggalkan. Mudah mudahan tulisan ini dapat menghibur dan menguatkan kalian semua.



APAKAH KEHIDUPAN BERHENTI
KETIKA KEMATIAN MENJEMPUT KITA ?

PENDAHULUAN

Artikel ini saya tuliskan, ketika menggumuli masalah musibah kecelakaan saudaraku tercinta : Bung Jonas Ihalauw dan isteri, yang jatuh bersama Pesawat Merpati di Papua beberapa hari lalu. Seakan beta berdiri di hadapan Allah dan menyoal Yang Mahakuasa atas penderitaan manusia. Apakah kesalahan saudaraku sehingga ia dan isterinya meninggal dunia ? Kematian yang datang begitu tiba-tiba telah menusuk ikatan kekaluargaan di antara kami. Beta menuliskan hal ini sebagai penghiburan dan penguatan kepada seluruh Keluarga Ihalauw, karena dukacita mendalam atas wafatnya saudara kita. Beta berani bersaksi, bahwa inilah peristiwa kedua yang pernah dirasakan. Sebelumnya kakakku : Bung Hein Piter, juga wafat bersama jatuhnya Pesawat Mandala di Ambon. Sampai saat ini, beta masihmenyanyikan lagu gubahan Ebiet G Ade : “Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?” Selalu saja jawaban yang diberikan oleh pemerintah : human error atau cuaca buruk. Sekarang pun masih saja ada alasan yang didebatkan sekitar pengadaan pesawat. Kembali lagi lagu itu didengungkan di atas derita semua yang meninggal karena kecelakaan pesawat : “Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?

KEMATIAN ADALAH MANUSIAWI

Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?” Bukan hal yang perlu didebatkan dalam peristiwa nahas seperti ini. Dan, tidak perlu dicarikan alasan menurut ajaran semua agama tentang dosa yang menyebabkan kematian. Sebab tanpa dosapun manusia harus mati. Bukankah menurut keyakinan yang diajarkan agama-agama : Yesus-Kristus, Nabi Muhammad, saw dan Sidharta Budha Gautama yang dipercaya tidak berbuat dosapun wafat ?  Beta tidak membicarakan bagaimana caranya manusia memenuhi hukum alam (kematian); akan tetapi beta menyoal pemahaman iman yang diajarkan semua agama tentang dosa dan kematian. Betapapun kita berusaha sekuat tenaga dan mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membelanjakan kehidupan, kita pasti mati !

1.     Kematian sebagai keharusan mutlak

Betapapun kita berusaha sekuat tenaga dan mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membelanjakan kehidupan, kita pasti mati ! Inilah akhir dari perjalanan panjang manusia di atas bumi. Ini juga hukum alam. Inilah keterbatasan manusia. Secara agamawi kita mengakui, bahwa manusia dibuat dari bahan baku : tanah-liat. Penciptaannya telah menunjuk pada ketidak sempurnaan dan ketidak berdayaan diri untuk melawan “keadaan” (nasib). Ia wajib dan harus mati.

2.     Cara Memasuki Kematian.

Kita selalu tidak dapat membedakan kewajiban dan cara / jalan untuk memenuhi kewajiban. Kita selalu mencampuradukkan kedua hal itu. Sering kita mengomentari cara / jalan seseorang memilih bagaimana ia akan mati. Atas dasar itu kita menghakiminya. Pemahaman seperti buruk dan tidak benar.

a).  Kematian karena hukum alam.

     Kematian seperti ini wajat dan sehat. Manusia yang bertumbuh sejak kecil akhirnya menjadi tua renta. Sama seperti hewan dan tetumbuhan yang sudah berusia lanjut akan mati, demikianlah manusia. Nafas yang berada di dalam tubuh jasmaniah akan putus, berbarengan dengan otak, jantung dan paru berhenti bekerja. Apakah perlu dipertanyakan lagi : “Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?

b).  Kematian karena eksekusi

   Seorang penjahat sosial (pelaku tindak kriminal) yang dapat membahayakan kehidupan sesamanya dihukum mati. Cara / jalan ini ditempun melalui prosedur yuridis formal. Hukum mengakhiri kehidupan (tidak sama artinya dengan nafas) seseorang. Kadang kita mendapatkan kepuasan menyaksikan tindakan ketidak adilan hukum yang merebut nafas pemberian TUHAN (Kej. 2:7). Simaklah cerita tentang pengadilan Yesus. Kita berdiam diri seakan menyetujuinya. Hakim dan jaksa lupa bertanya : “Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?

c).  Hak untuk Memilih kematian

     Ada juga kasus di mana seseorang memakai kebebasannya (Hak Azasi) untuk memilih kematian. Ketika tidak mampu mengatasi masalah secara psikologis,  seseorang memilih mengakhiri nafasnya (kasus bunuh diri) kemudian mati. Lantas umat beragama memvonis perbuatannya berdosa. Namun kita tidak pernah bertanya : “Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?

     Ada juga kasus lain, yakni : penderita penyakit menahun. Dahulu kaya dan jatuh miskin, karena seluruh harta bendanya terkuras untuk upaya penyembuhan. Karena penderitaan yang belum selesai dan dana telah banyak terkuras, pada akhirnya ia memilih untuk mengakhiri nafasnya. Berdasarkan alasan kemanusiaan dan juridis formal dokter menolak melakukannya. Herannya begitu mudah penolakan, tetapi tidak pernah mengurangi pembiayaan rumah sakit ! Justru keputusan dokter seperti itu tidak manusiawi, sebab biaya rumah sakit semakin menumpuk. Dokter hanya tahu untuk berkata : “Tidak boleh !” Lantas tidak memikirkan betapa semakin parah penderitaan pasiennya. Untuk apa si pasien hidup, jika untuk makan saja ia tidak memiliki uang, apalagi untuk berobat. Di sini pun dokter lupa bertanya : “Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?

d). Kematian karena musibah

1.  Belajarlah dari berbagai peristiwa alam yang menimpa bangsa ini : tsunami di Atjeh, gempa bumi di Jogja, dan lain-lain (yang tidak terjadi karena ulang manusia). Hampir setiap tahun kita meratapi anak-anak bangsa yang tertimpa musibah. Peristiwa itu mengulang kembali, dan berbagai alasan diajukan untuk membela diri. Pemerintah dan rakyat bangsa ini tidak pernah bertanya : “Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?

2.  Sejak sebelum peristiwa jatuhnya pesawat di Gunung Tinombala, banyak musibah yang dialami penumpang pesawat terbang maupun kecelakaan kapal laut, tabrakan kereta api, dan sebagainya. Banyak dalih yang diajukan oleh pihak terkait, setelah itu masalahnya didiamkan sampai akhirnya muncul jatuhnya Pesawat Merpati di Papua. Tak seorangpun bertanya : “Ini salah siapa ? Ini dosa siapa ?

     Agaknya kesadaran manusia dalam bangsa ini semakin kritis. Banyak demostrasi dilakukan untuk mencari kebenaran. Akan tetapi ketika demonstran itu telah diberikan kedudukan tinggi, maka mulutnya pun sama seperti orang-orang yang dilawannya, ketika masih menjadi mahasiswa. Akhirnya beta berpikir  negatif, semuanya sama saja. Jika kebutuhan dan kepentingan telah diperoleh, maka orang melupakan idealismenya.

3.     Kekuatan Cinta Mengalahkan Kekuatan Kematian

Tidak seorangpun tenang, tanpa kegelisahan dan keresahan, ketika menghadapi serangan kematian. Semua orang pasti berkata : “Aku membenci kematian”, padahal kematian bukanlah musuh manusia. Memang ada banyak orang mati tidak berbahagia dalam kematiannya. Sebab mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkannya. Orang-orang ini tidak mencintai hidup, tetapi berusaha mempertahankan nafas. Orang seperti itu tidak mungkin berbahagia dalam kematian karena tidak menemukan jalan keluar, dan akan mengalami kesulitan mempertahankan hidup keadaan mati (dalam peti jenasah dan dalam kuburan).

Hanya orang yang memiliki cinta akan mampu mengalahkan kematian. Orang-orang yang memiliki cinta itu mencintai masa depan yang akan datang menyongsognya melalui kematian. Orang-orang seperti ini sangat bersikap bersahabat dengan kematian. Sebab menurut keyakinan orang-orang ini, kematian bukan sesuatu yang menakutkan, tetapi jembatan yang membawa manusia melihat masa depan baru. Orang-orang seperti ini mencintai kehidupan di bumi sekarang ini maupun yang akan dimasukinya di dunia yang berada diseberang kematian. Orang-orang seperti ini tidak mempertahankan nafasnya, ketika kematian merengut. Ia memiliki kekuatan cinta yang membuat hati dan pikirannya damai ketika memasuki lorong kematian. Hanya dengan memiliki kekuatan cinta, siapapun dapat menaklukkan kematian.

4.    Kematian merupakan Jembatan menuju Kehidupan Kekal.

a). Kematian bukan saja sebuah fenomena alam, tetapi sering merupakan kiasan untuk melukiskan berbagai keadaan : stagnasi, kacau, kudeta, keadaan, ketidak berdayaan, keadaan jahiliah, tudak berproduksi, keterbatasan, ketidakmampuan psikologis dan sebagainya.  

b). Agama-agama menggunakan kematian sebagai kiasan (ilustrasi) untuk menguraikan ajaran tentang dosa (evil, sin) dan kuasa kegelapan (The Devil or dead’s power). Kadang-kadang disebabkan karena pengalaman menguburkan jenasah ke dalam kuburan gelap, maka kematian itu dipakai sebagai kiasan kegelapan, yang bertentangan dengan terang. Terang diidentifikasikan kepada Allah, sedangkan gelap identik dengan Iblis – Setan. Antinonim seperti itu selalu ada dalam tiap bahasa.

     Hanya saja, berdasarka iman kepada Allah di dalam Kristus, beta tidak sependapat jika kita mengatakan kematian mampu mengakhiri kehidupan. beta sependapat dengan siapapun yang berkata : “Kematian mengakhiri nafas manusia”. Mengapa ? Sebab hidup dan kehidupan itu bukan sekedar nafas saja. Nafas manusia terbatas. Bisa putus napas oleh keadaan apapun. Tetapi Hidup itu tidak tersentuh dan tidak dapat ditaklukkan oleh kematian. Hidup itu tidak dimiliki oleh manusia. Hidup itu dimiliki oleh Allah. Hidup yang dimiliki manusia itu adalah pemberian Allah. Alkitab berkata : “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” (Kej. 2 : 7). Kata “nafas-hidup” dalam Bahasa Ibrani ditulis “ruach” (bd. Kej. 1 : 2 -> “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah (ruach elohim) melayang-layang di atas permukaan air”. Kata “ruach” memiliki banyak sinonim, seperti : angin, semangat, roh). Dengan demikian, makna kata “nafas-hidup” menunjuk pada kekuatan ilahi yang berdiam di dalam tubuh manusia. Kekuatan ilahi-lah yang menghidupkan manusia. Kekuatan itulah yang menggerakan jiwa dan tubuh untuk menampilkan gerakan-gerakan yang bermakna (Dalam arti demikian, saya bertanya : dapatkah orang gila disebut hidup, padahal gerakan-gerakannya tidak dimengerti orang diseitarnya  ?). Manusia disebut makhluk yang hidup, karena Allah mengalirkan kekuatan hidup-Nya (bd. Maz. 36:10 ->Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang; bd. Yoh. 1:4 -> “Dalam Dia ada Hidup dan Hidup itu Terang manusia”; Yoh. 6:63 -> “Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup”). Jadi, hidup yang berasal dari Allah tidak dapat dihentikan oleh kematian. Hidup itu kembali kepada sumbernya, bak air mengalir menuju segara.

5.    Kesejajaran dengan Ucapan Yesus.

a).  Manusia-hidup bergantung pada Allah

Pemahaman di atas mengalir oleh karena penghayatan akan ucapan – ucapan Yesus di dalam tulisan-tulisan Yohanes. Menurut rasul, Yesus berkata : “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh. 6 : 35, 48, 51); "Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu : Berilah Aku minum ! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup." (Yoh. 4:10). Rasul menuliskan hal itu untuk memudahkan pengenalan akan Yesus, bahwa Dia sanggup memenuhi kebutuhan manusia (bd. Yoh. 15:7 -> “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya”; ay. 16 -> “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”). Bagaikan lampu pijar akan selalu bernyala, jikalau ia selalu berhubungan dengan generator listrik, demikianlah kehidupan manusia berhubungan dengan Allah. Dengan demikian hidup dan kehidupan di atas bumi, menurut Yesus, tidak tergantung dari makanan-minuman semata, tetapi dari firman yang diucapkan Allah (Mat. 4:4 – “Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”; bd. Ul. 8:3 – “… manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”).

b).  Kehidupan setelah kematian

b.1. Aadalah harapan di balik kematian tubuh manusia ?

Yohanes mencatat percakapan Yesus dengan Maria, saudara Lazarus yang telah dikuburkan selama 3 (tiga) hari : “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini ? Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia. Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia” (11:25-27). Ucapan ini sungguh-sungguh dikatakan Yesus. Bukan mitos yang terpelihara dalam narasi di sekitar karya Yesus.

Kematian Lazarus menjadi kesempatan bagi Yesus untuk membuktikan kekuatan kuasa Allah yang dimiliki Yesus (Mat. 28:18 – “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi”) untuk melaksanakan pekerjaan Allah, Bapa-Nya, dengan membangkitkan tubuh jasmaniah manusia-mati.

b.2. Di manakah manusia-hidup bertempat tinggal setelah tubuhnya dikuburkan ?

       Yohanes mencatat ucapan Yesus : Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.” (Yoh. 14:1).

b.3.  Apakah nama jalan yang harus ditempuh, supaya manusia dapat masuk ke dalam “rumah Bapa” ?

       Yesus berkata : “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). Saya menafsirkannya : “Akulah jalan yang benar menuju hidup yang kekal”. Nama jalan itu : Jesus. Di manakah Dia berada sekarang ? Di rumah Bapa-Ku.

b.4.  Bagaimanakah kita dapat berjalan menuju rumah Bapa di sorga ?

       Yesus bertanya : “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini ?” (Yoh. 11: 25 – 26). Yesus member tantangan kepada siapapun  untuk memilih jalan : kehidupan atau kematian. Barang siapa yang menerima Yesus selaku Tuhan dan Juruselamatnya, ia akan diselamatkan serta mendapat tempat di dalam rumah Bapa. Barangsiapa tidak percaya, ia tidak akan mendapat tempat disana. Ia akan dihukum bersama semua orang yang melawan Kristus dan penghulu Iblis – Setan.

6.    Di manakah mereka berdua: Bung Jonas Ihalauw bersama isteri yang meninggal dalam keselakaan pesawat ? Bagaimanakah keadaan mereka ?

a). Sejak saudara kita : Bung Jonas dan isterinya, menghembuskan nafasnya, maka berdasarkan imannya kepada Yesus-Kristus, Anak Allah yang Hidup, dan berdasarkan kesaksian Alkitab : “engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kej. 3:19; bd. Ayb. 54:15 – “…dan kembalilah manusia kepada debu…”), tetapi rohnya kembali kepada Allah (bd. Maz. 104:29 – “apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu”).  

b). Bagaimanakah keadaan mereka di sana ? Yohanes menuliskan firman yang diilhamkan oleh Roh Allah : “Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka” (Why. 14:13) : berbahagia di dalam Kristus !

7.   Apakah tugas dan panggilan Allah yang harus dikerjakan Keluarga Besar Ihalauw atas dukacita ini ?

TUHAN, Dialah Allah kita, telah melimpahkan rachmat-Nya dengan tidak terbatas kepada setiap keluarga kita. Dia telah memberkati leluhur kita dan membuat mereka menjadi anak-anak-Nya. Oleh karena itu, sebagai keturunan orang-orang beriman, kita tidak boleh menyesali ketetapan Allah bagi kedua saudara : Bung Jonas Ihalau dan isterinya. Kita juga tidak boleh berpangku tangan melihat penderitaan anak-anak yang ditinggalkan suami-isteri itu. Kita wajib menolong mereka dengan cara yang sesuai kehendak Kristus. Dengan demikian kita memenuhi hukum Kristus : “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu ! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Gal. 6 : 2, 10). Itulah ibadah yang wajib kita lakukan, bukan saja karena alasan semarga, melainkan terutama demi pelayanan kasih kepada anak-anak Bung Jonas yang ditinggalkan, supaya mereka hidup berdampingan dengan seluruh keluarga besar Ihalauw sambil memuliakan Allah demi nama Kristus-Yesus.

MEDAN – SUMATERA UTARA

Hari Selasa, 24 Mei 2011, pukul 21.45 WIB

Salam dan Doaku
Untuk Keluarga Besar Ihalauw yang berduka
di Passo - Ambon

dari
Keluaga Ihalauw di Medan

Noke, Sientje, Ben-Yada, Ben-Amor dan El-Chesed

Tidak ada komentar:

Posting Komentar