MATERI BINA HOMILITIKA
Majelis Jemaat "KASIH KARUNIA" di Medan
TUHAN GEMBALA
PENGHARAPAN
DI TENGAH PERGUMULAN
ditulis di
MEDAN - SUMATERA UTARA
Selasa, 25 September 2012
oleh
ARIE A. R. IHALAUW
Putera Sang Fajar
-----oooo00oooo-----
PENDAHULUAN
Cukup beralasan, jika kita menatakan bahwa fenomena sosial ikut membentuk pola pikir dan perilaku manusia beragama. Agama (religiositas = spiritualitas), sesungguhnya, berfungsi menjawab seruan manusia serta memberi jalan keluar dari persoalah hidup yang sedang dijalani. Dalam hal inilah agama menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah manusia dalam masyarakatnya.
MANUSIA, makhluk bermasalah.
1. Masalah Primer.
Manusia bukan saja disebut 'homorationale' (makhluk berpikir) maupun 'homosocius' (makhluk sosial) tetapi juga 'makhluk bermasalah'. Tidak seorang manusiapun yang benar dan baik (bd. Maz. 14:1-3; Rom. 3:10-12). Hal utama yang membuat manusia bermasalah adalah 'kebutuhan dan kepentingan' hidupnya. Inilah masalah primer dalam diri manusia baik individual maupun kolektif.
2. Masalah Sekunder.
Kekuasaan, fungsi dan sistem kehidupan, muncul karena dorongan 'kecenderungan hati' (bd. Kej. 6:5 -> keinginan, kemauan, kehendak bebas, kesadaran diri, motivasi, dan sebagainya) untuk memenuhi 'kebutuhan' dan 'kepentingan'-nya. Hal itu merupakan 'kendaraan' belaka. Oleh karena itu, jika seseorang tak mampu mengendalikan diri, maka perilakunya akan merugikan sesamanya, bahkan masyarakat maupun persekutuan umat di mana yang bersangkutan beraktifitas.
3. Masalah Israel - Yehuda dalam masa kerja Mikha
Mikha bekerja jauh setelah Raja Daud dan Salomo, anaknya, memerintah Israel Raya. Waktu itu Kerajaan Israel Raya telah terpecah menjadi dua : Kerajaan Israel Utara beribukota Samaria, dan Kerajaan Israel Selatan, beribukota Yerusalem. Pada masa itu kedua kerajaan sedang mengalami kemerosotan sosial - politik - ekonomi yang berdampak bagi masalah pertanahan-keamanan regional. Dalam keadaan demikianlah Mikha menyampaikan nubuat-nubuatnya.
PERIKOP BACAAN & PENJELASAN
MIKHA 7 : 14 - 17
Gembalakanlah umatMu dengan
tongkatMu, kambing domba milik-Mu sendiri, yang terpencil mendiami
rimba di tengah-tengah kebun buah-buahan. Biarlah mereka makan rumput di
Basan dan di Gilead seperti pada zaman dahulu kala.
PENJELASAN
Nabi Mikha
cukup prihatin melihat kesengsaraan umat Allah. Oleh karena itu, ia
menguatkan iman dan memberikan penghiburan ketika mereka putus asa menja-lani
kehidupan sosial sehari-hari. Para gembala, yakni : bangsawan kerajaan dan
pemimpin Bait Allah, menggunakan kewenangan untuk memuaskan diri. Sementa-ra
umat Israel-Yehuda memikul kesengsaraan.
|
Seperti pada waktu Engkau keluar dari Mesir, perlihatkanlah
kepada kami keajaiban-keajaiban !
PENJELASAN
a). “Seperti” -- bandingkan
juga penggunaannya pada ay. 14 -- merupakan
kata andaian, sekaligus pembanding (komparasi).
b). Nabi membandingkan keadaan Israel-Yehuda pada
masa kerjanya dengan keadaan yang dialami para leluhur mereka, ketika akan
dibebaskan TUHAN dari Mesir.
c). Kondisi Israel-Yehuda sedang mengalami kemerosotan
sosiopolitik, disebabkan perilaku menyimpang dari para bangsawan dan pemuka agamanya
bertentangan dengan perintah Allah.
d). Israel – Yehuda sedang diserang oleh suku
bangsa sekitarnya.
e). Ucapan
Mikha mengesankan sebuah keadaan sosial yang bertolak belakang :
Israel-Yehuda mengharapkan akan datangnya suatu masa pemerintahan, di mana
Allah sendiri yang akan menggembalakan umat (ay.14) dengan kekuatan kuasa
serta menurut kehendakNya sendiri, seperti pada waktu Ia membebaskan leluhur
mereka dari Mesir.
PERELEVANSIAN KE DALAM KONDISI JEMAAT MASAKINI
1. Ucapan
Mikha bersifat refleksi dan antisipasi. Refleksi, artinya, nabi
memakai ‘tradisi exodus (pembebasan)’ Israel dari Mesir menjadi
landasan kokoh untuk menguatkan serta menghibur (membangkitkan semangat) umat
yang sedang merosot pada masa kerjanya. Antisipasi, artinya, peristiwa
exodus dari Mesir dipakai untuk meyakinkan umat, bahwa TUHAN, Allah Israel,
pasti akan bekerja melepaskan mereka, seperti yang
dikerjakanNya pada masa leluhur mereka.
Akan datang waktunya, TUHAN sendiri bekerja untuk membebaskan umat
Israel-Yehuda dari penderitaan. Ia akan membangkitkan seorang gembala,
seperti Musa dan atau Daud, untuk melaksanakan maksudNya. Inilah yang disebut
pengharapan mesianik, yakni : pengharapan Israel akan ‘hari TUHAN,’ di mana Dia sendiri
akan menjalankan pemerintahan atas umatNya.
2. Pemahaman akan peranan TUHAN atas
kehidupan Israel dapat dimanfaatkan untuk membangun pengharapan-iman
Warga Jemaat yang sedang mengalami berbagai masalah sekarang.
Seperti TUHAN bekerja
membebaskan Israel-Yehuda dari penindasan penguasa Mesir, demikianlah Ia
pasti akan mewujudkan pemeliharaanNya atas Warga Jemaat. Oleh karena itu,
Warga Jemaat tidak usah takut menghadapi masalah, asalkan percaya sambil
mengerjakan semua pekerjaan yang diperintahkanNya. Bekerja sambil berdoa, agar
TUHAN turun tangan menyelesaikan segala sesuatu yang tidak mampu dituntaskan
oleh kita. Seperti TUHAN
mengadakan tanda ajaib di hadapan Firaun, penguasa Mesir, demikianpun hal itu
akan terjadi di Indonesia.
|
|
Biarlah bangsa-bangsa melihatnya dan merasa malu
atas segala keperkasaan mereka; biarlah mereka menutup mulutnya dengan
tangan, dan telinganya menjadi tuli. (7:17)
PENJELASAN
Pada waktu itu --- pada Hari TUHAN --- Dia sendiri akan datang untuk membalaskan kejahatan semua orang yang berbuat curang ke atas umatNya. Mereka akan terkejut dan menjadi malu tersipu-sipu, karena TUHAN berbalik menyayangi pilihanNya.
|
Pertama, istilah 'bangsa-bangsa' dalam bahasa Ibrani : goy (tunggal) dan goyim (jamak). Biasanya teolog Israel Perjanjian Lama memakai istilah ini secara berhadap-hadapan dengan 'am YHWH' (umat Allah). Mereka disebut juga sebagai 'orang fasik' (orang cenderung berbuat jahat) atau 'orang kafir' (orang yang tidak mengenal Allah YHWH). Jadi, ketika TUHAN, Allah Israel, bekerja membebaskan umat dari sengsara, maka sekaligus, menurut Mikha, Dia mempermalukan bangsa-bangsa.
Kedua, secara artifisial istilah itu tidak dapat dipakai oleh orang Kristen di Indonesia. Kita tidak mungkin menyebut non-kristen sebagai bangsa kafir, salah ! Artinya, penggunaan istilah 'bangsa-bangsa' dalam Perjanjian Lama, sulit diterapkan dalam konteks kebinekaan di Indonesia. Kristen maupun non-kristen adalah sesama saudara sebangsa. Oleh karena itu, penerapan istilah tersebut perlu disesuaikan konteks sosial budaya yang sedang kita hadapi.
Untuk tujuan tersebut orang Kristen dapat mentransformasikan nilai-nilai etis-moral terkait KEBENARAN & KEADILAN, SUKACITA & DAMAI SEJAHTERA, KASIH & KESETIAAN, dan lain-lain -- sesuai kesaksian Alkitab -- untuk mengkategorikan : yang melakukan dan yang tidak kehendak Allah. Dalam hal ini, istilah yang cocok untuk digunakan : ORANG FASIK. Mereka itu adalah orang yang tidak ataupun mengenal Allah (sebab seluruh warga Negara Indonesia mempunyai keyakinan dan beragama); akan tetapi hati dan pikirannya cenderung melakukan kejahatan.
Ketiga, jika sepakat memakainya, maka kitapun dapat mengatakan, bahwa dalam Gereja / Jemaat (persekutuan orang Kristen di Indonesia) terdapat pula ORANG FASIK dan ORANG BERIMAN. Artinya, terdapat Orang-Yang-Beragama-Kristen (mereka ini menghapal seluruh isi Alkitab) tetapi perilaku sosialnya jahat semata-mata. Orang Kristen seperti ini tersebar merata dalam semua aliran gerejawi serta dalam Jemaat Lokal.
Mereka itu mengetahui (bukan mengenal) Allah seperti yang dipelajarinya dari Alkitab dan didengar melalui pemberitaan firman. Mereka pandai mencari perhatian banyak orang, selalu tampil saleh, bermulut manis, sok tahu, pandai mendebatkan ayat-ayat Alkitab; sementara secara sembunyi-sembunyi melakukan kekerasan, memfitnah, berzinah - selingkuh, kawin cerai, menyelewengkan kekuasaan dan memakai kesempatan untuk memperkaya diri sendiri, mengikuti berbagai keinginan daging (hawanafsu), bertindak merugikan banyak orang, mencuri uang kolekte, memanfaatkan UANG GEREJA / JEMAAT untuk kebutuhan sendiri. Orang seperti ini suka tampil di depan umum, duduk di tempat terhormat, menjadi MAJELIS GEREJA pada tiap Ibadah Minggu, tetapi BUKAN MAJELIS JEMAAT yang suka mengikuti kegiatan Ibadah Jemaat; mereka suka bergosip ria, malahan mengatas namakan warga jemaat (padahal omongannya tak dilengkapi bukti-bukti yang benar), yang suka melihat kesalahan sesama, padahal balok menutupi kedurjanaan diri, kurang suka berkorban (merugi) dan cenderung mencari untung dalam pelayanan umat Allah, serta kejahatan lain-lainnya sebagaimana tertulis dalam Alkitab. Orang seperti itu dapat disebut ORANG MUNAFIK atau FASIK. Orang seperti inipun berperan aktif di dalam persekutuan doa, dalam Jemaat dan Gereja. Benarlah ucapan Yesus : LALANG TUMBUH BERSAMA DI LADANG GANDUM.
Bagi orang-orang itu, TUHAN akan datang dan melakukan penggembalaan, menurut kehendak dan waktuNya. Ia akan memisahkan kambing dari domba, gandum dari pada lalang; sehingga mereka diperuntukkan bagi hari penghakiman Allah. Pada waktu yang sama, TUHAN akan memuaskan hati semua orang yang menderita karena melakukan firmanNya.
SELAMAT
MENYUSUN PEMBERITAAN FIRMAN
Salam dan Doa
PUTERA SANG FAJAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar