Jumat, 07 Januari 2011

SERI I bagian 2 KEBANGKITAN DAGING atauah KEBANGKIAN ORANG MATI ?


Sahabat – sahabatku,

Sesuai kebiasaan beta melanjutkan tulisan yang kemaren diposting. Jadi jika kalian menyimak ulang, beta berharap membaca semuanya, supaya kalian mengerti alur pemikirannya.

Untuk Bung Naza, Bung Ferry dan Bung Frans, mungki ada kerusakan pada email beta, sehingga tidak dapat diposting secara terbuka dan langsung. Beta mengharapkan kerjasama ale untuk memposting tulisan ini. Terima kasih Bung !

Salam hormat dari

Kapiten Muslim di Medan

ARIE-1/MB-PWG/01-2011
Seri I Bagian Kedua – MATERI BINA WG


IV.C.  Pengajaran Rasul Paulus (Kis. 17:22; 24:15)

        Sepeninggal Yesus, orang Nazareth, pertumbuhan gagasan teologi Kristen semakin bertumbuh subur. Pertumbuhan disebabkan perkembangan konteks sosialyang dihadapi orang Kristen. Awalnya, teologi Kristen berpusat pada yang diucapkan dan yang dikerjakan (karya atau pekerjaan) Yesus. Lama kelamaan semakin mengarah pada kepribadian (keilahian – kemanusiaan) Yesus sebagaimana disaksikan oleh Alkitab Perjanjian Baru (APB).

Salah satu teolog Jemaat Kristen Abad I adalah Paulus. Pada mulaya ia bukan seorang pengikut Yesus. Paulus, sebelum bertobat dikenal sebagai Saulus, seorang Israel yang lahir di Tarsus dan berkewargaan Roma. Ayahnya mengirimkan dia untuk mengikuti pendidikan tentang tradisi hokum-hukum agama (Taurat) di Israel. Ia juga seorang penganut Yudaisme aliran Parisi. Saulus (= Paulus) amat ditakuti, sebab dia ikut memutuskan masalah pembantaian (genocide) dan melakukan pengejaran terhadap orang Kristen. Ketika melakukan perburuan orang Kristen ke Damaskus, ia mengalami peristiwa perjumpaan dengan Tuhan. Sesudah itu ia bertobat dan menjadi pemberita Injil kepada bangsa-bangsa non-israeli. Pemahaman dan pengakuan imannya kepada Yesus Kristus bertumbuh sepanjang perjalanan pelaksanaan pemberitaan Injil : dimulai dari Damaskus dan diakhiri di Kita Roma. Seluruh hikayat hidupnya bagaikan Surat Kristus Yang Terbuka yang dapat dibaca semua orang.

Latarbelakang pndidikan dan pengenalan akan tradisi keagamaan di Israel amat mendukung gagasan-gagasan teologi yang dilahirkannya. Banyak tradisi Jemaat Kristen Abad I dipadukan dengan penguasaan akan tradisi APL yang dituangkan Paulus dalam surat-suratnya. Acapkalai Paulus mengemukakan gagasan teologi yang bombastis, meloncat keluar dari tradisi Agama Israel. Dan, jikalau dikecam, malah tanpa rasa takut dan sungkan  Paulus balik menyerang pengecamnya. 

Ia, Paulus, seorang temperamental : cepat tersentuh oleh penderitaan sesamanya, ikhlas dan tulus, lembut dan ramah bergaul, sukarela berkorban, tidak memberatkan orang lain dalam pekerjaan pelayanan, motivator dan fasilitator yang baik, seorang pekerja keras. Ia tidak suka melihat perbuatan dan mendengar ucapan yang tidak benar, menyimpang dari kebenaran Allah yang nyata dalam karya Kristus. Tidak segan-segan mengucilkan warga jemaat yang mengikuti aliran sesat. Ia seorang Kristen setia mengasihi dan taat memberlakukan seluruh perintah Kristus di dalam Gereja maupun di hadapan khalayak ramai.
Beberapa pokok pemahaman dan ajaran Paulus

C.1.  Pemberitaan tentang Injil dan Kebenaran Allah

        Pemahaman dan penghayatan Paulus tentang pekerjaannya diletak-kan atas panggilan dan pengutusan Tuhan. Paulus menegaskan, bahwa ia diutus kepada bangsa-bangsa non-israeli. Oleh karena itu, pemberitaan dan pengajarannya didasarkan atas perintah Tuhan. Tulisnya : “Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, …” (I Kor. 11:23). Kalimat itu bermakna ganda : pertama, Paulus menegaskan bahwa pekerjaan pemberitaan firman telah diterimanya dari Tuhan sendiri; kedua, ia menerima otoritas Kristus; dan ketiga, oleh karena itu seluruh ajaran yang diajarkan sah dan benar. Hal itu dituliskannya kepada Jemaat di Korintus.

        Dalam suratnya kepada Jemaat Korintus, Paulus menegaskan kembali inti berita (kerugma), bahwa kebenaran Allah sudah dinyatakan di hadapan manusia oleh pekerjaan Yesus Kristus. Di sini terjadi perkembangan baru dalam pertumbuhan gagasan teologi Kristen, yang pertama-tama, berpusat pada ucapan-ucapan menjadi terarah pada pribadi Yesus Kristus. Paulus bukan saja berbicara tentang apa yang diucapkan tetapi terlebih-lebih terfokus pada makna teologis dari Sang Kristus, kepenuhan Allah yang hadir dalam rua manusia (bd. Flp. 2:5-8). Injil Allah adalah Kristus Yesus. Kebenaran Allah adalah Yesus Kristus. Sekali lagi saya tegaskan, pemikiran Paulus telah mengembangkan teologi Jemaat Kristen Pertama dari karya (ucapan dan tindakan) menuju personalitas Yesus Kristus. Pengembangan gagasan inilah yang perlu dikaji dan diuji untuk diaplikasikan ke dalam penyelenggaraan misi Gereja.

C.1.  Injil dan Kebenaran Allah dalam Peristiwa Salib

Paulus menggumuli 2 (dua) masalah sepanjang pekerjaan pemberitaan Injil : a). Filsafat dan gnostik Yunani, dan b). Misi Yudaisme di kalangan bangsa-bangsa. Kedua bentuk budaya tersebut sudah mapan ketimbang kekristenan yang baru bertumbuh dan membentuk sistem pengajarannya. Kasus-kasus yang dihadapi Paulus, khususnya sepanjang tugasnya di Korintus, menceritakan perlawanan / penolakan penduduk setempat terhadap ajarannya {catatan : pemikiran Paulus telah mengembangkan teologi Jemaat Kristen Pertama dari karya (ucapan dan tindakan) menuju personalitas Yesus Kristus}. 

Jikalau Paulus hanya memberitakan ajaran (tentang apa yang diucapkan dan yang dilakukan) Yesus Kristus, kemungkinan kecil tidak dipersoalkan oleh kaum intektual Yunani maupun pengikut Yudaisme. Akan tetapi ketika Paulus memberitaka Allah yang telah menjadi manusia dalam nama Yesus Kristus, maka hal itu ditentang keras oleh semua kelompok tersebut (bd. Kis. 17:10-34 -> kesan penduduk Kota Athena -> “Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, maka ada yang mengejek…” ay. 32). Ejekan itu bukan karena inti pemberitaan itu tidak benar, tetapi tidak rasional (logis menurut pemikiran filsafat Yunani). Kemudian Paulus meninggalkan Kota Athena menuju Korintus (Kis. 18:1-17). Di sanapun ia ditolak dan didakwa orang Israel. Lukas  menulis (Kis. 18) :

13. bangkitlah orang-orang Yahudi bersama-sama melawan Paulus, lalu membawa dia ke depan pengadilan. Kata mereka : “Ia ini berusaha myakinkan orang untuk beribadah kepada Allah dengan jalan yang bertentangan dengan hokum Taurat” 14. Ketika Paulus hendak mulai berbicara, berkatalah Galio kepada orang-orang Yahudi : “Hai orang-orang Yahudi, jika sekiranya dakwaanmu mengenai suatu pelanggaran atau kejahatan, sudahlah sepatutnya aku menerima perkaramu. 15. Tetapi kalau hal itu adalah perselisihan tentang perkataan atau nama atau hokum yang berlaku di antara kamu, aku tidak rela menjadi hakim atas perkara demikian”
Gubernur Galio menolak dakwaan atas Paulus yang diajukan oleh perantau Israel penganut Yudaisme. Apakah isi ajaran yang diberitakan ? Paulus menuliska pengalamannya (I Kor. 1) :
22. Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, 23. tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan : untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, 24. Tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah
Kalimat pertama : kami memberitakan Kristus yang disalibkan  (ay. 22) merupakan inti pemberitaan Paulus, bukan ucapan atau tindakan tetapi tokoh Kristus yang disalibkan. 

Kalimat kedua : Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah (ay. 24)  merupakan jawaban Paulus atas tuntutan konteksnya :

a)    Paulus menyindir orang Yunani yang memiliki filsafat dengan menegaskan, bahwa Kristus adalah Hikmat Allah (I Kor. 1:30)

b)    Ia menangkis kecaman/dakwaan orang Yahudi yang suka meminta “tanda” (mujizat) dengan menyatakan, bahwa Kristus adalah kekuatan Allah.

Jawaban Paulus itu memiliki latarbelakang tradisi Agama Israel, khususnya dalam teologi Kitab-Kitab Hikmat (Amsal 23). Kedua kata itu : hikmat dan kekuatan memiliki kesamaan makna. Hikmat adalah kekuatan berpikir Allah yang dahsyat yang menciptakan segala sesuatu. Hikmat adalah Allah sendiri. Manusia (orang Yunani) tidak memiliki hikmat ilahi. Mereka memakai metode filsafat untuk mendekati kebenaran ilahi melalui fenomena alami, dan mereka tidak menemukannya (bd. I Kor. 2:7-8). Orang Yahudi, meskipun mereka mengetahui Allah sesuai ajaran Musa, selalu meminta bukti nyata tentang kekuatan hikmat (kuasa) Allah. Yang satu (Yunani) berpikir rasinal dan yang lain (Yahudi) berangkat dari pengalaman empiris pragmatis. Keduanya tidak menemukan kebenaran Allah, sebab mereka menolak Kristus yang disalibkan. Namun ada pula orang non-israeli dan orang Israeli yang mengakui dan menerima Kristus selaku Tuhan dan Juruselamat (bd. I Kor. 1:24 -> Tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah). 

C.2.  Hikmat dan Kekuatan Allah dirayakan dalam Liturgi Perjamuan Kudus

Menurut Paulus, Yesus Kristus adalah Hikmat dan kekuatan Allah (bd. I Kor. 1:30 -> Oleh Dia kamu berada di dalam Kristus Yesus ang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan kita). Di dalam pekerjaan-Nya, Allah membenarkan dan menguduskan semua orang percaya. Dengan demikian semua orang percaya yang dikuduskan, dan yang disebut orang kudus, dihimpunkan dalam satu persekutuan hidup bersama Dia. Itulah Gereja. 

Melalui pembenaran dan pengudusan yang dikerjakan Kristus Yesus, Allah telah memanggil dan mengutus persekutuan (Gereja/Jemaat)  untuk “memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (I Kor. 11:26). Pemberitaan itu bisa bersifat lisan maupun perbuatan. Dan, pemberitaan dalam bentuk perbuatan itu pun dimaksudkan Paulus dalam perihal makan dan minum dari darah dan tubuh Kristus (I Kor. 11:24-25). Gereja juga dapat diartikan sebagai perhimpunan orang-orang yang duduk di sekitar meja perjamuan kudus. Dalam persekutuan itu orang-orang percaya menerima kehidupan yang diberikan Allah melalui simbol-simbol perjamuan (roti – anggur yang melambangkan darah dan tubuh Tuhan).

Perjamuan Kudus, sekalipun ia mengalir dari pemahaman teologi Israel tentang pembebasan dari Mesir, telah ditransformasi ke dalam makna baru :

a.    Allah menciptakan sejarah baru melalui peristiwa penyaliban (kematian) dan peristiwa kubur kosong (kebangkitan). Melalui Dia Allah mendamaikan Diri-Nya dengan manusia berdosa (II Kor. 5: 20-21).

b.    Kematian dan kebangkitan Kristus Yesus bukan saja merupakan pokok pemahaman dan pengakuan Gereja, melainkan merupakan bukti karya Allah dalam sejarah manusia.

c.    Pokok pengharapan tentang kematian dan kebangkitan menjadi landasan kokoh bagi setiap orang yang meninggal karena dan dalam iman kepada Yesus Kristus. Oleh iman itu ia melihat masa depan baru dan masuk ke dalam kehidupan yang tidak dapat binasa (kehidupan sorgawi). 

C.3.  Manusia dapat berubah dan dibentuk kembali

        Sejarah hidup rasul menceritakan, bahwa sejahat apapun manusia dapat diubah dan berubah. Ia berangkat dari pengalaman hidup pribadi, sejak menjadi seorang Parisi yang taat menjalankan Hukum Musa dan Tradisi Agama Israel, menjadi pembantai orang Kristen sampai menjadi rasul yang diutus kepada bangsa-bangsa non-israeli. Berdasarkan pengalaman imannya, Paulus menulis : “… berubahlah melalui pembaharuan budimu” (Rom 12:2). Perubahan itu terlaksana, jikalau tiap orang memberi diri untuk “didamaikan dengan Allah” (II Kor. 5:20) oleh pimpinan Roh-Nya (Gal. 5:25). Pembaharuan yang dikerjakan oleh Rohkudus itu ditujukan pada “roh dan pikiran” (Efs. 4:23) dan “yang terus menerus dibaharui” (Kol. 3:10). Meskipun Paulus memakai istilah “roh dan pikiran”, bukan berarti ia memisahkannya dari tubuh. Istilah tersebut dipakai dengan maksud menunjukkan integritas manusia. Artinya, roh dan pikiran itu merupakan pusat yang menggerakkan fungsi tubuh. Jika “roh dan pikiran” manusia itu sehat, maka seluruh gerakan yang diungkapkan oleh tubuh adalah sehat, begitu juga sebaliknya.

        Pembaharuan dimulai dari pertobatan, bukan terbalik. Pertobatan adalah tindakan yang lahir dari keputusan hati (roh dan pikiran) manusia berdosa untuk kembali kepada Allah. Dalam peristiwa pertobatan, Roh Allah memulihkan keadaan manusia sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Pemulihan keadaan manusia yang terjadi secara otomatis maupun bertahap disebut pembaharuan atau pembentukan kembali. Inilah yang disebut sebagai ordo salutem (tahap-tahap keselamatan), di mana tiap orang Kristen akan memasuki tahapan-tahapan baru berdasarkan disiplin rohani yang telah ditentukan Allah sampai tiba dalam “kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efs.4:14).

        Pembaharuan roh dan pikiran akan motivasi pendorong munculnya sikap barum kebiasaa baru dan karakter baru yang sudah dipulihkan oleh Allah. 

C.4.  Pemberitaan Salib dan Kebangkitan Orang Mati

        Memang uraian Paulus tentang kebangkitan orang mati terdapat dalam banyak pasal dan ayat dari surat-suratnya. Saya hanya memusatkan perhatian pada Surat-Surat Korintus. Sebab dalam surat-surat ini, khususnya I Kor. 15, Paulus membahas dan mengemukakan pendapat rinci tentang masalah yang diajukan jemaat sehubungan kebangkitan dan orang mati. 

1.1.   Tentang KEBANGKITAN

Paulus mendasari pandangannya tentang kebangkitan orang mati berawal pada Kebangkitan Kristus. Katanya (I Kor. 15) : 

13. Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka tidak ada juga tidak dibangkitkan. 14. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah juga kepercayaan kamu. 15. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia (Yesus Kristus) kami katakan, bahwa Ia (Allah) telah membangkitkan Kristus – padahal  Ia (Allah) tidak membangkitkan-Nya (Yesus Kristus), kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. 16. Sebab jika benar orang-orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. 17. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. 18. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati di dalam Kristus. 19. Jikalau  kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. 20. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal”
Pernyataan di atas menegaskan bahwa pengharapan iman Kristen tentang kebangkitan orang mati merupakan sebuah kepastian. Sama seperti Allah membangkitkan Yesus Kristus dari antara orang mati, maka Dia juga akan melakukan hal sama atas umat milik-Nya. 

1.2.   Tentang TUBUH YANG DIBANGKITKAN

Paulus tidak pernah berbicara tentang tubuh yang dibangkitkan. Dia tidak mengetahui dan tidak memahaminya, karena itu Paulus memberikan pencerahan kepada Jemaat di Korintus 15 :

                                                                                          i.      50. “Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang dapat binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak dapat binasa” (I Kor. 15:50)

                                                                                        ii.      40. Ada tubuh sorgawi, ada tubuh duniawi, tetapi kemuliaan tubuh sorgawi lain dari pada kemuliaan tubuh duniawi. 42. Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkikan dalam ketidak-binasaan. 43. Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. 44. Yang ditaburkan ada tubuh  alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah.

                                                                                         iii.   53. Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati.

Kesimpulan

Bertolak dari penjelasan-penjelasan diatas, saya hendak mengikuti pernyataan Paulus, bahwa  daging dan darah” maknanya sama dengan “yang dapat binasa”. Secara tersurat terkandung makna, tubuh manusia bersifat dapat binasa, bisa rusak atau mati. Oleh karena itu, ketika Kristus Yesus datang kedua kali, dan orang-orang mati dibangkitkan, maka mereka memakai tubuh yang tidak dapat binasa

V. Kesimpulan Umum

1.   Saya cenderung menyetujui Pengakuan Iman Athanasius (At whose coming all men shall rise again with their bodies) dan Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel (and I look for the resurrection of the dead). Mengapa ? Sebab rumusan pernyataannya masih aktual dan sangat terkait pada praktik pemakaman orang mati saat ini.

2.   Rumusan pernyataan Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel dan Pengakuan Iman Athanasius tidak bersifat spekulatif dan juga tidak menunjuk pada objek yang mati (kebangkitan daging seperti yang dirumuskan dalam Pengakuan Iman Rasuli, dan yang diucapkan Jemaat dalam setiap Ibadah atau Ibadah Minggu sekarang). Kedua rumusan itu menunjuk pada realitas akhir yang akan dialami orang-orang kudus pada peristiwa kematian dan kebangkitan manusia.

3.    Dengan menghidupkan/mengucapkan kembali rumusan Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel, maka Gereja dapat mengajak jemaat untuk memikirkan hal-hal principal dalam ajarannya, dan tidak terjebak ke dalam kasus-kasus, antara lain : mendebatkan apakah wujud dan bentuk tubuh manusia yang dibangkitkan ? Mendebatkan masalah klasik seperti ini akan menimbulkan dampak negative dalam persekutuan berjemat. Sebab siapakah yang sudah pernah naik ke sorga dan turun kembali, lalu menceritakan keadaan orang-orang kudus yang telah meninggal dan berada di sana ? Kata Yesus : “Jangan sesat !

V. TUJUAN PEMBERITAAN TENTANG KEBANGKITAN ORANG MATI

      Tulisan saya ini bertujuan membantu kita melihat konteks sosio-budaya yang melatarbelakangi orang-orang percaya yang berhimpun di dalam Gereja, serta bagaimana mengembangkan kurikulum pembinaan warga gereja yang minisonal. 

      Kita patut bersyukur, bahwa TUHAN, Allah yang disembah dalam nama Yesus Kristus, telah membenarkan dan menguduskan banyak orang dari berbagai latarbelakang menjadi satu persekutuan : KELUARGA ALLAH. Di dalam Gereja, selaku KELUARGA ALLAH, berhimpun berbagai suku : Jawa, Tapanuli, Ambon, Timor, Kalimantan, Sulawesi, Timor, Cina (Tionghoa) dan sebagainya. Tiap-tiap suku mempraktikkan berbagai ragam ritual kematian. Acapkali kebiasaan (adat-istiadat) itu juga dibawa masuk ke dalam kehidupan KELUARGA ALLAH. Gereja, sekalipun berdasarkan kesaksian Alkitab, tidak boleh serta merta memvonis kebiasaan-kebiasaan itu. Gereja perlu memikirkan strategi untuk membijaki seluruh keputusan yang berhubungan dengan konteks budaya masyarakat. 

      Hal itu hanya bisa tercipta, jika Gereja menghormati karya budaya manusia. Memakainya, setelah membaptiskan, untuk tujuan-tujuan misional. Ingatlah !, bahwa tidak semua karya budaya itu berdosa atau sekurang-kurangnya mendorong manusia berbuat dosa kepada Allah. Karya budaya manusia bersifat netral. Manusialah penggunanya. Manusia bisa menggunakannya untuk tujuan-tujuan positif atau negatif. Dengan demikian, menurut pendapat saya, menghormati budaya sama artinya dengan memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan Allah yang mendatangkan kebajikan dan damai sejahtera kepada semua orang “yang jauh” maupun “yang dekat”. 

      TRADISI PEMBAKARAN MAYAT

Memikirkan masalah kematian dan kebangkitan orang mati, saya teringat tradisi masyarakat tertentu tentang kremasi (pembakaran mayat), yang dilakukan orang Kristen berlatar belakang Agama Hindu/Budha/Kong Fucius. Suatu hari dalam tahun 1985 ketika saya melayani di Kota Tarakan, seorang warga jemaat berlatar belakang Tionghoa bertanya : 

“Pak Pendeta, kemaren saya mengikuti Kebaktian Kebangunan Rohani di salah satu Gereja, saya mendengar penjelasan tentang kebangkitan orang mati. Saya menjadi sedih, karena kematian ayah. Ia seorang Kristen keturunan Cina (Tionghoa). Ketika meninggal dunia ia menuliskan wasiat, agar mayatnya dibakar dan abunya dikirimkan kembali ke tanah leluhur kami. Kami melakukan sesuai pesannya. Ketika saya mendengar penjelasan tentang kebangkitan orang mati, hati menjadi sedih dan gundah. Saya memikirkan, bagaimanakah ayah dibangkitkan kembali, sedangkan tubuhnya sudah menjadi debu ? Menurut Pak Pendeta, apakah ayah dapat dibangkitkan lagi ? Dengan tubuh apakah ia akan dibangkitkan oleh Tuhan Yesus ? Kasianlah, Pak ! Masakan saya sekeluarga masuk sorga, sementara almarhum berdiri menunggu tubuh baru, supaya dapat masuk ke sorga ?...”
Persoalan ini meresahkan akalbudi dan menggelisahkan hati. Saya menganjurkan warga jemaat itu kembali, setelah saya mempelajari seluruh kesaksian Alkitab tentang kebangkitan orang mati dan tentang tubuh yang dibangkitkan. Puji syukur kepada Allah, Alkitab hanya memberikan kesaksian tentan kebangkitan orang mati, tetapi tidak terdapat secuil informasi tentang tubuh yang dibangkitkan.

Keesokan hari, ketika warga jemaat itu datang kembali, saya menguraikan seluruh penjelasan seperti yang dituliskan ini. Alkitab tidak pernah menuliskan informasi apapun tentang dengan tubuh apakah orang mati akan dibangkitkan. Alkitab hanya bersaksi, bahwa TUHAN Allah pasti membangkitkan orang-orang percaya yang telah mati. Percakapan kami direkam olehnya. Dan, setelah 25 tahun, ketika saya merayakan Natal tahun 2006 di Tarakan, ia memberikan kopian CD percakapan yang terjadi tahun 1985. Saya bersukacita di dalam Tuhan, karena iman keluarganya semakin bertumbuh, berkembang dan berbuah. Ia diberkati oleh Yesus. 

PENULISAN MATERI BINA YANG BERTUJUAN MISIONER

Kebijakan-Kebijakan Gereja mengenai pelaksanaan dan peyelenggaraan misinya sangat baik dan terpuji. Namun diperlukan kerja keras untuk mencapainya. Banyak kali kebijakan-kebijakan itu dipakai sebagai slogan dan jargon politik praktis untuk membenarkan sebuah keputusan strategi insitusi, tetapi ia kurang difungsikan (diimplementasikan dn dioperasionalkan) dengan baik. Akhirnya Gereja tersandung berulang-ulang pada masalah yang sama. 

Untuk memajukan misi Kristus yang dikerjakan oleh Gereja, baik secara individual maupun kolektif, kita perlu melibatkan banyak orang sesuai bidang kompetensinya. Sebab pembangunan yang kurang mengikutsertakan banyak orang, kurang membagikan kesejahteraan kepada semua pihak, so pasti, akan kurang berjalan lancar. Gereja perlu memikirkan, merencanakan dan mengoperasionalkan kebijakan-kebijakannya terkait sumber daya manusia dan fungsi-sistem organisasi. 

Salah satu fungsi-sistem, yang saya maksudkan adalah bidang IMAN, AJARAN dan IBADAH (IAI). Di dalamnya ada beberapa sub-sistem, salah satunya PENGAJARAN GEREJA sub-bidang KATEKISASI. Gereja perlu memperhatikan pengembangan sub-sistem ini, khusus berkaitan dengan pengadaan SILABUS & KURIKULUM KATEKISASI. Pengadaan silabus dan kurikulum katekisasi pun perlu memperhatikan faktor-faktor :

a)    Konteks misional yang dihadapi Gereja,
b)    Ajaran-Ajaran (Pemahaman Iman) Gereja
c)    Ibadah Gereja di tengah perubahan dan perkembangan dunia

KEMATIAN DAN KEBANGKITAN ORANG MATI merupakan topic yang dapat dijadikan salah satu Sub-Pokok Bahasan yang, seharusnya, dijadikan muatan kurikulum. Ia dimasukkan dalam satuan Pokok Bahasan Materi Bina tentang MAKNA KEMATIAN DAN KEBANGKITAN KRISTUS YESUS

Hal ini dianggap penting untuk ditularkan kepada peserta bina katkisasi, maupun Pembinaan Pejabat Gereja, agar mereka dibekali dalam pelayanan, jika muncul pertanyaan actual tentang sikap Gereja mengenal PEMBAKARAN MAYAT (kremasi) dan DENGAN TUBUH APAKAH MANUSIA DIBANGKITKAN ALLAH

VI.   AKHIRUL’KALAM

Saya tidak pernah bertujuan menggurui siapapun. Saya bermaksud menstimulir tiap teolog gereja (pendeta) untuk meningkatkan kreatifitas menulis tentang pokok-pokok Pemahaman Iman Gereja. Dengan demikian tujuan pekbinaan anggota Gereja selaku KELUARGA ALLAH dapat berjalan baik. Melalui tulisan-tulisan rohani, kita memperkaya dan mempelengkapi anggota jemaat (Efs. 4:1216), supaya mereka dapat menjadi PELAKU MISI yang berkualitas dan efektif.

BUKAN MENJADI NOMOR SATU YANG DIKEHENDAKI ALLAH, TETAPI YANG TERUTAMA  HENDAKLAH KITA BERBUAT APA YANG TERBAIK
MEDAN, 6 JANUARI 2011

SALAM DAN DOAKU

PDT. ARIE A. R. IHALAUW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar