Kamis, 31 Maret 2011

RANCANGAN MATERI KATEKISASI 2011 - sekedar untuk memudahkan


Materi  Katekisasi  Umum
disusun oleh : Pdt. Arie A. R. Ihalauw

AKU
MENCARI PIKIRAN ALLAH

Pendahuluan

Sejak dahulu Gereja selalu menyajikan materi pembelajaran katekisasi dimulai dari Apakah  Katekisasi ? Sesudah itu diikuti oleh materi Tritunggal Allah Mahakudus, dan seterusnya. Penulis tidak berkeberatan akan hal itu, karena ia berhubungan langsung dengan ketetapan-ketetapan gerejawi tentang tradisi pangajarannya. Penulis ingin mendekati permasalahan Silabus – Kurikulum Katekisasi dengan menggunakan kacamata baru : Manusia Mencari Pikiran Allah. Topik Aku Mencari Pikiran Allah bukanlah sesuatu yang baru dalam proses belajar mengajar. Hanya saja ia selalu kurang disentuh, ketika Gereja menyusun silabus – kurikulum pengajaran katekisasi.

Landasan Berpikir Teologis

Di dalam kesaksian Alkitab kita menemukan ucapan ilahi yang disampaikan secara langsung ataupun tidak langsung, agar manusia harus selalu mencari Allah. Ucapan-ucapan ilahi itu dituliskan oleh para penulis dalam Alkitab Perjanjian Lama (Apl) maupun Alkitab Perjanjian Baru (Apb), seperti di bawah ini :

A. Perintah dan Seruan Tuhan Allah

A.1. Alkitab Perjanjian Lama

1. “Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat !” (Yes. 55:6)

2.  “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman Tuhan, Aku akan memulihkan keadaanmu…” (Yer. 29: 13-14).

3.  “Sebab beginilah firman Tuhan kepada kaum Israel : ‘Carilah Aku, maka kamu akan hidup ! (Am. 5 : 4).

4.  “… dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku mendengar dari sorga dan mengampuni mereka serta memulihkan negeri mereka” (2 Taw. 7:14).

A.2. Alkitab Perjanjian Baru

1.  Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya…” (Mat. 6:33;bd. Luk. 12:31)

2.  Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak : “Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku…” (Yoh. 8:31).

B.  Seruan untuk mencari Allah dan Pengalaman umat

B.1.   Alkitab Perjanjian Lama

1.  Carilah Tuhan, maka kamu akan hidup !” (Am. 5 : 6)

2.  “Tetapi dalam kesesakan mereka berbalik kepada Tuhan, Allah orang Israel. Mereka mencari-Nya, dan  Ia  berkenan  ditemui  oleh mereka” (2 Taw. 15:4).

3.  “Ia mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya takut akan Allah. Dan selama ia mencari Tuhan, Allah membuat segala usahanya berhasil” (2 Taw. 26:5).

4.  “Tetapi aku, tentu aku akan mencari Allah, dan kepada Allah aku mengadukan perkaraku” (Ay. 5:8)

5.  Carilah Tuhan dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu” (Maz. 105:4).

6. “Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringat-an-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati” (Maz.119:2).

7.  “Aku mengasihi orang-orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan aku” (Ams. 8:17).

8.  Carilah dalam kitab Tuhan dan bacalah :… (Yes. 34:16)

B.2.   Alkitab Perjanjian Baru

1.  “Supaya semua orang lain mencari Allah dan segala bangsa yang tidak mengenal Allah, yang Kusebut kilik-Ku…” (Kis. 15:17).

2.  “Supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia” (Kis. 17:27). 

Kutipan ayat-ayat di atas merupakan sebagian kecil dari suruhan Allah dan seruan para nabi / penulis yang dapat dibaca dalam kesaksian Alkitab. Masih banyak lagi yang belum tercatat di sini. Kutipan ayat-ayat itu menguatkan pemahaman, bahwa Allah menghendaki umat mencari Dia. Peng-arti-an mencari Tuhan Allah mencakup seluruh aktifitas kehidupan manusia :

a).   Mencari kehendak / pikiran Allah,
b).   Berdoa dan membaca Alkitab,
c).    Beribadah (mengikuti ativitas ibadah liturgis),
d).   Proses  belajar mengajar,
e).    Mengerjakan  pekerjaan Allah (pelayanan – kesaksian),
f).     dan lain-lain sejenisnya.


Mencari Allah : Proses Belajar – Mengajar 

Sejak masa Apl – Apb sampai sekarang ini, Allah memanggil dan mengutus umat-Nya untuk beribadah serta mengerjakan pekerjaan-Nya. Oleh karena itu, orang-orang percaya patut mewariskan (Lat. tradere) segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan, agar keturunan berikut dapat mengetahui, mengerti dan melanjutkan ibadahnya. Suruhan itu tampak pada ucapan Musa : “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu …” (Ul. 6:6-7), juga oleh Yesus-Kristus : “Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:20). Dengan demikian Gereja memperkenalkan Tuhan Allah melalui proses belajar mengajar dan mendorong anak-anak mencari Allah serta berpartisipasi ke dalam perayaan ibadah kepada-Nya. 


MATERI PENGAJARAN

Pertemuan I

Sub – Pokok Bahasan

SIAPAKAH  AKU

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

1.   Peserta Bina Katekisasi mengetahui, bahwa Tuhan itu Allah yang menciptakan langit – bumi dan segala isinya, serta manusia.
2.   Peserta Bina Katekisasi mengerti, bahwa ia harus memelihara dan membina hubungan baik dengan Allah, supaya ia dapat menikmati kehidupan yang layak.
3.   Peserta Bina Katekisasi senantiasa menjalankan ibadahnya kepada Allah serta memberlakukan firmann-Nya dalam hubungan sosial.

Pendahuluan

Telah berabad-abad lamanya manusia menjadi subjek dan objek penelitian semua disiplin ilmu pengetahuan. Malahan sampai hari ini misteri kehidupan manusia masih terus ditelaah. Memang Ilmu Pengetahuan dapat dipakai untuk membantu kita mencari jawabannya; akan tetapi sebagai umat Allah kita perlu mendengar kesaksian Alkitab tentang manusia. 

1.   Aku adalah Makhluk Ciptaan Allah.-

     Alkitab memberikan kesaksian : 

a). “Tuhan Allah berfirman : ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi’. Maka Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gabar-Nya diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1 : 26 – 27). 

b). “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya ? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya ? Namun Engkau membuatnya hampir sama seperti Allah dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya” (Maz. 8 : 5 – 7). 

Kedua kutipan di atas memberikan beberapa penjelasan kepada kita, sebagai berikut 

Pertama, kehadiran manusia di atas bumi diletakkan “pada bahagian akhir dari proses penciptaan alam semesta dan segala isinya”, sesudah Allah menjadikan semua makhluk lainnya (Kej. 1 : 24 -25). 

Kedua, kemanusiaan manusia sangat tergantung pada hubungan baik dengan Allah selaku Penciptanya. Artinya, “kemuliaan” dan “kehormatan” (Maz.8:6 -> Engkau membuatnya hampir sama seperti Allah dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat) sebagai manusia ditentukan oleh sikapnya untuk membangun dan membina keakraban dengan Allah terus menerus sepanjang perjalanan di atas bumi. 

Ketiga, istilah “menurut rupa” dan “menurut gambar” (Kej. 1:26-27) tidak menunjuk pada makna hurufiah (maksudnya : faktor bio-genetic); akan tetapi bermakna spiritual. Artinya, penjadian manusia itu dilakukan Allah menurut gambaran diri-Nya sendiri. Pemazmur memakai frasa : “hampir sama seperti Allah” atau mirip kepada Allah (Maz. 8:6). Dengan kata lain, makhluk manusia itu berbeda dengan ciptaan lainnya, karena ia merupakan gambaran reflektif dari Allah. Dengan demikian kehidupan itu bersifat ilahi. Manusia dijadikan Allah sebagai “Tuan” yang mewakili kepemimpinan (pemerintahan) – Nya.

Keempat, Allah menjadikan manusia sesuai rencana dan tujuan-Nya, yakni : mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi (Kej. 1:26). Kalimat “mereka berkuasa atas” mempunyai makna :

a.  Allah menunjuk dan mengangkat manusia selaku utusan yang mengerjakan rencana penyelamatan bagi ciptaan-Nya.

b.  Manusia menjadi perwakilan Allah.

c.  Manusia tidak boleh bertindak di luar sepengetahuan Allah. Ia wajib memberlakukan segala sesuatu yang telah direncanakan dan yang sudah dikerjakan oleh Allah (bd. Yoh. 9 : 4 -> “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang telah mengutus Aku”).


2. Hidup Manusia tergantung pada Allah

     Alkitab memberikan kesaksian, bahwa 

a). Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej. 2 : 7). Kalimat tersebut mengandung beberapa makna :

     Pertama, Manusia ciptaan Allah. Pada hakekatnya, manusia tidak berbeda dari ciptaan lain. Tuhan Allah memakai debu-tanah atau tanah liat (Ayub berbicara : “Ingatlah, bahwa Engkau membuat aku dari tanah liatakupun dibentuk dari tanah liat“ -> 10:9a; 33:6b; Nabi Yesaya menuliskan : “Tetapi sekarang, ya Tuhan, Egkaulah Bapa kami ! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu” -> 64:8; Nabi Yeremia berkata : “Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk demikianlah kamu ditangan-Ku” -> 18:6) sebagai bahan baku untuk menciptakan manusia. Pada hubungan dialogis dengan Allah-lah manusia meletakkan pengharapan akan masa depannya. 

     Kedua, Berbicara dengan Allah. Apakah yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya ? Ilmu Pengetahuan menegaskan, bahwa yang membedakan manusia dari pada makhluk lain, karena ia memiliki akalbudi yang berpikir dan hati nurani yang berkehendak. Semua jenis binatang memiliki otak dan hati. Semua binatang pun bisa berbicara dan Allah bisa mengerti bahasa binatang ciptaan-Nya. Akan tetapi penciptaan manusia berbeda dari penciptaan makhluk-makhluk lain dalam alam semesta. Manusia dijadikan menurut rupa dan gambar Al-Khaliknya. Oleh karena itu, manusia memiliki hubungan khusus dengan Allah. Ia berbicara dengan Allah secara langsung. Ia memiliki kesadaran dan motivasi untuk hidup lebih tinggi dari pada ciptaan lain. Ia berada berhadap-hadapan dengan Allah. Ia berdialog dengan Allah. 

     Ketiga, Manusia makhluk terbatas. tanah liat menunjuk pada kelemahan, kekurangan dan keterbatasan manusia. Sama seperti tembikar yang dibuat dari tanah liat bisa hancur, begitulah juga keadaan manusia. Tubuhnya yang dibentuk dari tanah liat dapat binasa, dapat mati. Tubuhnya tidak kekal, tidak abadi. Dibatasi oleh usia dan kesehatan. Pikirannya pun terbatas. Tidak sama seperti Allah. 

     Keempat, Allah Sumber Hidup. “TUHAN Allah menghembuskan nafas hidup” memiliki makna, bahwa hidup dan kehidupan itu bersumber pada dan mengalir dari  Allah (“Sebab pda-Mulah ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang” -> Maz. 36:10; “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada sesuatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah terang manusia” -> Yoh. 1:3-4). Hidup dan kehidupan manusia tergantung dari Allah yang berfirman (bd. Ul. 8:3 ->  “… manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”; lih. Mat.4:4 -> Matius memakai istilah firman untuk menggantikan istilah ucapan dalam Kitab Ulangan). Oleh karena itu, manusia wajib membina dan memelihara keakraban / hubungan baik dengan Allah, agar Ia memberikan kebaikan-Nya ke dalam kehidupan manusia. 

     Kelima, kematian dan kehidupan. “TUHAN Allah menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej. 2:7) mengingatkan kita akan kekuatan kuasa Allah atas manusia. Nafas hidup adalah anugerah yang diberikan Allah kepada manusia. Tanpa Allah manusia tidak dapat disebut makhluk yang hidup. Ia memberi dan Ia pula yang mengambil (bd. Ayb. 1:21 -> “TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil. Terpujilah nama TUHAN”). Ia mematikan dan Ia pula yang mengidupkan (Akulah Dia, Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang menghidupkan dan yang menghidupkan” -> Ul.32:39).

Jadi, Siapakah Aku ?

Aku adalah manusia yang diciptakan Allah dari tanah liat atau debu tanah. Makhluk yang tidak bernyawa (hidup), tetapi Allah menghembuskan nafas hidup oleh kasih-Nya, sehingga aku menjadi makhluk yang hidup. Oleh karena itu, hidupku mengalir dari Allah Mahapengasih. Dan, jika aku selalu membina dan memelihara hubungan baik (bergaul akrab) dengan Dia, maka aku senantiasa akan hidup.

 By ARIE A. R. IHALAUW

-----oooo000oooo-----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar