RITUS PERSEMBAHAN
MANUSIA sebagai KORBAN
Allah berfirman kepada : "Ambillah anakmu yang tunggal
itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah
dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu
gunung yang akan Kukatakan kepadamu."
KEJADIAN 2 : 2
oleh
Arie. A. R. Ihalauw
A. PENDAHULUAN
A.1. Latarbelakang Cerita tentang “Korban Manusia”
Gagasan
tentang pengorbanan-manusia
maupun binatang telah bertumbuh lama dalam sejarah keagamaan, meski teknis dan
waktu penyelenggaraannya berbeda sesuai tradisi budaya-agama-suku. Ada berbagai
motivasi dan alasan-alasan rasional di balik pelaksanaannya. Maksud dan tujuan
persembahan korban itu adalah :
1. Menyenangkan dewa-dewi,
supaya mereka tidak menumpahkan murkanya atas kehidupan manusia dan alam
semesta.
2. Memohonkan
bantuan para dewa, agar mereka memberikan kemenangan dalam peperangan. Dalam
legenda Yunani Kuno, Iphigeneia dikorbankan oleh Agamemnon, ayahnya, agar ia
meraih kemenangan dalam Perang Troya.
3. Memperoleh tempat
yang layak sesudah peristiwa kematian (biologis). Hal ini banyak ditemukan
dalam manuskrip mitos di Mesir dan Babilonia, di mana para budak bersedia dikorban
bagi kehidupan rajanya di kemudian hari.
4. Ada pula mitos
tentang pengorbanan-manusia dalam dunia
pedukunan, supaya si dukun mendapatkan kekuatan kuasa dari sesembahannya.
Kita dapat menemukan banyak cerita tentang praktik ritual perngorbanan manusia dalam berbagai mitos dan legenda dari masyarakat tradisional. Malahan tidak sedikit pula yang menceritakan tentang pengorbanan-manusia demi tujuan-tujuan politis.
Kita dapat menemukan banyak cerita tentang praktik ritual perngorbanan manusia dalam berbagai mitos dan legenda dari masyarakat tradisional. Malahan tidak sedikit pula yang menceritakan tentang pengorbanan-manusia demi tujuan-tujuan politis.
A.2. Tradisi Korban Manusia
dalam Sejarah Agama Israel Kuno.
Cerita tentang pengorbanan-manusia
dalam Alkitab ditemukan pada kesaksian penulis Kitab Kejadian tentang Abraham
mempersembahkan Ishak, anaknya, kepada Allah (Kej. 22 : 1 – 19). Setelah Ishak
lahir (Kej. 21 : 1 – 7) Allah meminta Abraham untuk mempersembahkan anaknya di
Bukit Moria (Kej. 22:2 => "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi,
yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung
yang akan Kukatakan kepadamu"). Dalam permohonan
itu masih terasa nuansa kebiasaan pengorbanan-manusia sebagaimana dilakukan oleh
penganut budaya-agama-suku sekitarnya. Namun penulis Kitab Kejadian cukup
piawai. Ia memakai tradisi itu untuk mewariskan keunikan ajaran Agama Israel
Kuno tentang makna pengorbanan-manusia.
Hal ini terbaca pada
pertanyaan Ishak : "Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak
domba untuk korban bakaran itu ?" (Kej. 22:7), lalu Abraham menjawab : "Allah yang akan menyediakan anak
domba untuk korban bakaran bagi-Nya,
anakku" (Kej. 22:8). Jawaban Abraham
mengungkapkan keteguhan keyakinan imannya : Allah akan menyediakan anak domba. Pada saat itu, Abraham tidak mengetahui apakah jawaban itu
sungguh-sungguh terbukti ataukah tidak. Hatinya percaya kepada Allah. Ia tidak memikirkan apakah perbuatannya itu dipengaruhi ritual
korban budaya-agama-suku ataukah tidak. Ia setia menjalankan perintah Tuhan Allahnya. Namun, kita yang sekarang mengkaji ritual pengorbanan-manusia berpendapat, bahwa perbuatan Abraham memperlihatkan adanya
kebiasaan itu dalam dunia keagamaan pada masa Abraham.
Kemungkinan
besar, seluruh budaya-agama-suku wilayah Timur Tengah Kuno memiliki sistem
kultus ritual persembahan korban, termasuk pengorbanan-manusia kepada ilah-ilahnya (bd. Im. 18:29). Akan tetapi ada kesulitan, jika mengatakan bahwa
ritual korban-manusia terdapat dalam tradisi Agama Israel Kuno. Menurut pendapat
saya, narasi ini merupakan penolakan Agama Israel Kuno terhadap gagasan
tersebut. Dan jikalaupun terdapat ayat yang menunjukkan persembahan anak-anak sulung (Kel. 22:29), maka hal itu tidak diartikan seperti yang
dilakukan dalam ritual penduduk
suku-suku Kanaan.
A.3. Makna dari Narasi dalam Tradisi Abraham (Kej. 22 : 1 – 19 )
a. Berdasarkan tradisi Abraham dalam narasi Kejadian 22 : 1 –
19, kita menemukan ritual persembahan korban sesuai budaya-agama-suku yang
mempengaruhi gagasan teologi Agama Israel Kuno.
b. Jenis korban yang dimaksudkan adalah : hasil panen (Kej. 4:3),
hewan (Kej. 4:4) dan manusia. Rupanya 2 (dua) jenis korban yang pertama disebut
berkaitan erat dengan mata pencaharian masyarakat : pertanian dan peternakan.
Masyarakat pertanian mempersembahkan hasil panen; sedangkan masyarakat
peternakan, hewan.
Kaum Abraham adalah masyarakat semi-nomaden (berpindah
tempat), dikarenakan penghidupannya tergantung pada peternakan. Mereka amat
tergantung dari lahan penggembalaan. Tidaklah mengherankan, jika suku Abraham
selalu berpindah tempat untuk mencari padang rumput bagi makanan ternaknya.
Jadi jelaslah suku Abraham mengikuti model ritual korban hewan.
c. Tuntutan Allah kepada Abraham untuk mengorbankan Ishak, anaknya
merupakan sebuah
kekecualian. Mengapa dikatakan demikian ? Saya
berpendapat demikian :
Pertama, pada masa itu penulis Kitab Kejadian sedang
menggumuli perilaku sosial religius umat, ketika mereka telah menduduki tanah
Kanaan. Israel berjumpa dengan budaya-agama-suku, lalu mereka mengikuti
kebiasaan ritual ibadah suku-suku tersebut : penyembahan kepada dewa-dewi.
Kedua, Di samping hewan dan hasil panen dikorbankan kepada
para dewi, suku-suku itupun mempersembahkan anak sulung laki-laki. Praktik
keagamaan ini bertentangan dengan Hukum Taurat (Kel. 20:13; bd. Ul. 5:17 => “Jangan membunuh”).
Ketiga, penulis Kitab Kejadian memakai narasi tentang Ishak
selaku korban bakaran untuk menegaskan, bahwa jauh sebelum Musa memerintahkan :
“Jangan membunuh,” Allah telah memberi sebuah contoh melalui kisah Abraham – Ishak.
Hukum Taurat hanyalah bentuk penegasan verbal dari contoh konkrit terkait
ritual ibadah sejati / ibadah yang benar menurut kehendak TUHAN, Allah Israel.
Keempat, umat harus melaksanakan ibadah sesuai petunjuk yang
diberikan Allah, bukan meniru model ibadah yang dijumpai dalam dunia keagamaan
sekitarnya. Melalui cara demikian, masyarakat
akan mengenal keistimewaan / keunikan yang terkandung di dalam Ibadah Umat Allah. Hal itu pulalah yang
membedakan umat Israel dari bangsa-bangsa sekitarnya.
d. Sekalipun Ibadah Umat Israel berkiblat pada sistem persembahan
korban; akan tetapi ritual itu bukanlah tujuan peribadahan. Penulis Kitab
Kejadian sengaja memakai narasi dalam tradisi Abraham untuk menunjuk pada pusat
ibadah sesungguhnya, yakni : Allah yang berfirman atau Allah yang memanggil. Itulah alasan kuat bagi penulis Kejadian untuk menuliskan : “Allah (Ia)
berfirman kepada Abraham” (Kej. 22:1; bd. ay. 15 => “Demikianlah firman
TUHAN”).
Penulis Kitab Kejadian pasti menandaskan, bahwa allah tidak memanggil
Abraham untuk menjalankan ritual persembahan korban, melainkan untuk “mendengarkan
firmanKu” (Kej. 22:18). Kata kerja bhs. Ibrani “mendengarkan” bersifat aktif dan dinamis. Bukan saja “mendengarkan”
tetapi “melakukan
apa yang didengarkan” dari Tuhan. Sesuatu yang didengar membentuk
pengetahuan dan motivasi, sehingga si pendengar bersikap menanggapi keadaan
sekitarnya. Ketika Abraham mendengarkan firman (perintah) TUHAN, ia
tidak ragu melaksanakannya, karena ia percaya akan janji Allah (bd. Kej.
12:1-3). Itulah sebabnya penulis Kitab Kejadian menyimpulkan : “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka
TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (Kej. 15:6).
e. Apakah Allah mencobai Abraham ? Penulis mengawali ceritanya dengan sebuah catatan : “Setelah semuanya
itu Allah mencoba Abraham” (Kej. 22:1; Ibr. נִסָּ֖ה – bc. nis.sah; Ing. to test, tested). Jika salah menterjemahkan, kita akan
menyimpulkan Allah mencobai Abraham (meskipun
secara harfiah terjemahan itu benar). Akan tetapi makna harfiah itu akan
membawa kita ke dalam kesulitan untuk memahami tulisan Yakobus : Apabila seorang dicobai, janganlah ia
berkata : "Pencobaan ini datang dari Allah !" Sebab Allah tidak dapat
dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri
tidak mencobai siapapun” (Yak. 1:13).
f. Bagaimanakah menuntaskan kasus
bahasa ini ? Marilah menelusuri keadaan Abraham
sebelum Kejadian 22 ini. Pasal 22 : 1 menuliskan : "Setelah semuanya itu..." Apakah yang dimaksudkan oleh penulis ?
1) Kejadian 12.
Ayat 1 – 8 penulis menceritakan bagaimana Abraham
menjawab panggilan Allah. Lelaki itu segera meninggalkan kaumnya. Ia memperlihatkan
ketaatan kepada kehendak Allah.
2) Kejadian 15.
Ayat 1 – 4, 8 mengisahkan ketakutan Abraham, karena ia tidak memiliki ahli waris. Di dalam
ayat-ayat tersebut, terasa nuansa keraguan Abraham terhadap janji Allah (Kej.
12 : 2). Cerita ini bernuansa pencobaan. Abraham dihantui oleh pikirannya
sendiri. Ia bingung.
Ayat 5 Allah mengulangi kembali perjanjian yang diberikanNya, bahwa ahli waris
yang sah akan lahir dari Abraham (bd. ay.18 – 21).
Ay. 6 kepercayaan Abraham diteguhkan.
3) Kejadian 17.
Ay. 17 – 18 memperlihatkan sikap kemenduaan Abraham antara anak yang dijanjikan dan
Ishmael, anak Hagar, gundiknya. Keraguan itu dikarenakan Abraham melihat
kondisi biologis isterinya, Sara, yang sudah menua (bd. Kej. 18 : 9b – 13; 21 :
2).
Ay. 19 – 21 Allah memberikan kepastian, bahwa Ishmael akan diberkati, tetapi anak
perjanjian itu adalah Ishak (padahal Ishak belum lahir).
4) Kejadian 21
Ayat 1 – 7 Sarah melahirkan anak. Keraguan
Abraham terhapus oleh karya penyelamatan Allah.
5) Kesimpulan
Pertama, narasi di atas mengungkapkan, bahwa “pencobaan”
(Ing. temptetion)
bukan berasal dari Allah, tetapi lahir dari keraguan manusia akan keberadaannya
sendiri. Abraham mengetahui persis, bahwa secara biologis Sarah, isterinya,
telah tua, sudah menopose, dan tidak mungkin melahirkan. Inilah alasan kuat
untuk menyatakan, bahwa pencobaan itu merupakan sebuah keadaan, di mana
keinginan atau harapan manusia tidak terpenuhi. Hal itulah yang dimaksudkan
oleh Yakobus (Yak. 1 : 13).
Kedua, Narasi Kejadian 22 : 1 dst tak dapat
diartikan sama dengan pencobaan tetapi pengujian / ujian (Ing. to
test).
Ketiga, Allah menguji
kepercayaan Abraham (bukan mencoba Abraham).
Mengapa Allah menguji iman Abraham ? Karena Ia tahu persis, bahwa hambaNya itu
telah melewati peembinaan mental spiritual dengan memuaskan. Abraham telah
mengalami berbagai peristiwa yang menegangkan dan membahayakan. Dalam berbagai
keadaan itu ia menyaksikan bagaimana TUHAN bekerja menyelamatkan kehidupannya.
Oleh karena itu, Abraham percaya kepada Allah yang berfirman / berjanji.
Keempat, Belajar dari pengalaman sebelumnya
Abraham semakin menyadari, bahwa di balik ujian yang diberikan Allah, so pasti,
ada kebahagiaan. Oleh karena itu, ia menjawab pertanyaan Ishak, anaknya : “Allah yang akan menyediakan
anak domba untuk korban bakaran bagiNya” (Kej. 22:8). Dan, nama
tempat itu disebur Mor-Yah (Ibr. יִרְאֶ֑ה יְהוָ֣ה bc. Yeh.wah yir.’eh), artinya : “Allah menyediakan” atau “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan” (Ibr. היֵרָאֶֽ היְהוָ֖ בְּהַ֥ר bc. be.har Yeh.wah ye.ra.’eh =>
Kej. 22:14).
B. KERANGKA CERITA
B.1. Pemeran Utama : Allah yang
berfirman atau Allah yang berjanji.
B.2. Pemeran Pembantu : Abraham
dan Ishak, anak tunggalnya.
B.3. Alur
cerita : Abraham mempersembahkan Ishak berdasarkan suruhan Allah di atas Bukit
Mo-ria, tetapi akhirnya Allah sendiri yang menyediakan anak domba sebagai korban
persembahan.
C. INTI BERITA DALAM CERITA
C.1. Penyimakan atas narasi di atas mengungkapkan, bahwa “pencobaan”
(Ing. temptetion)
bukan berasal dari Allah, tetapi lahir dari keraguan manusia akan keberadaannya
sendiri. Abraham mengetahui persis, bahwa secara biologis Sarah, isterinya,
telah tua, sudah menopose, dan tidak mungkin melahirkan. Inilah alasan kuat
untuk menyatakan, bahwa pencobaan itu merupakan sebuah keadaan, di mana
keinginan atau harapan manusia tidak terpenuhi. Hal itulah yang dimaksudkan
oleh Yakobus (Yak. 1 : 13).
Narasi Kejadian 22 : 1 dst tak dapat diartikan
sama dengan pencobaan
tetapi pengujian
/ ujian (Ing. to test). Allah menguji kepercayaan Abraham (bukan mencoba Abraham).
Mengapa Allah menguji iman Abraham ? Karena Ia tahu persis, bahwa hambaNya itu
telah melewati peembinaan mental spiritual dengan memuaskan. Abraham telah
mengalami berbagai peristiwa yang menegangkan dan membahayakan. Dalam berbagai
keadaan itu ia menyaksikan bagaimana TUHAN bekerja menyelamatkan kehidupannya. Pengalaman
berjalan bersama Allah teleh membuat Abraham sangat percaya kepada Allah yang
berfirman / berjanji.
C.2. Berita di balik cerita persembahan Ishak ini mengajarkan,
bagaimana sikap yang lahir dari iman Abraham kepada Allah, yakni : setia mengasihi
Allah dan taat memberlakukan perintahNya. Abraham mempersembahkan
sesuatu yang indah dan yang terbaik dari harta kesayangannya. Abraham belajar
dari pengalaman sebelumnya, bahwa di balik ujian yang diberikan Allah, so
pasti, ada kebahagiaan. Ia sungguh-sungguh percaya akan janji Allah. Oleh
karena itu, ia menjawab pertanyaan Ishak, anaknya : “Allah
yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagiNya”
(Kej. 22:8).
C.6. Allah bagi Abraham adalah TUHAN yang nyata, yang setia, yang menolong, yang
melepaskannya dari
berbagai kesulitan. Abraham tidak menyusun teori tentang subtansi /
hakekat Allah, tetapi ia menceritakan berbagai perbuatan besar dari Allah yang
diimaninya.
SELAMAT MEMASUKI MINGGU PRAPASKAH V
Medan – Sumatera Utara
Selasa, 05 Maret 2013
Salam dan Doa dari
PENULIS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar