Selasa, 05 Juli 2011

TEOLOGI DALAM PERJALANAN - PART II, dari TRADISI LELUHUR ISRAEL


PART II

MASA DEPAN KETURUNAN ABRAHAM

KEJADIAN 15 : 1, 12 – 17


disusun oleh :

PENDETA ARIE A. R. IHALAUW


1.     PENGLIHATAN TENTANG MASA DEPAN ISRAEL (Kej. 15 : 12 – 17)

12.      Menjelang matahari terbenam, tertidurlah Abram dengan nyenyak. Lalu turunlah meliputinya gelap gulita yang mengerikan.
13.      Firman TUHAN kepada Abram: "Ketahuilah dengan sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya.
14.      Tetapi bangsa yang akan memperbudak mereka, akan Kuhukum, dan sesudah itu mereka akan keluar dengan membawa harta benda yang banyak.
15.      Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu.
16.      Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan orang Amori itu belum genap."
17.      Ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu.

a)    Masalah

Bahagian ini menimbulkan pertanyaan. Apakah bacaan ini (Kej. 15 : 12 – 17) termasuk ke dalam tradisi Abram ataukah merupakan sebuah refleksi tentang tradisi eksodus di Mesir. Di satu pihak, kaum fundamentalis yang memegang teguh pemahaman tentang Alkitab adalah Firman Allah, meyakini sepenuhnya bahwa cerita ini sungguh-sungguh merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari tradisi Abram. Di lain pihak, para pakar biblika Perjanjian Lama meragukannya. Keraguan itu bertolak dari penelitian naskah asli, sejarah sosial, kritik analisa terhadap naskah-naskah, dan sebagainya. Persoalannya : apakah seorang manusia dapat mengetahui sebuah keadaan konkrit yang akan terjadi kemudian hari ?

Jawaban kaum fundamental adalah : Bisa ! Mereka bertolak dari fenomena alam yang sering mengulang, yakni : bencana kekeringan yang merusakan panen hasil bumi. Siklus alam (musim) ini telah ada jauh sebelum Abram – Ishak – Yakub berdomisili di tanah Kanaan. Abram (Kej. 12:9-20), Ishak (Kej. 26:1) dan Yakub (Kej. 41:53 – 42:5) mengalaminya. Berdasarkan pengalaman ini, kaum fundamentalis berpendapat, bahwa keturunan Abram akan mengalami hal yang sama. Keadaan itu akan memaksa mereka meninggalkan Kanaan ke suatu negeri dan menetap di sana menjadi orang asing.

Sementara kaum intelektual kristen (teolog) mengembangkan pemahaman tersebut melalui berbagai penelitian ilmiah. Mereka mempelajari seluruh tradisi sumber-sumber narasi yang dipakai untuk menuliskan Kitab – Kitab Musa. Sumber-sumber itu dinamainya Y (Yahwis), E (Elohis), P (Priest = Imam-Imam) dan D (Deuteronomi = Ulangan). Dalam sumber-sumber tersebut terdapat kesamaan gagasan teologi, sedangkan pengalimatannya bervariasi, atau sebaliknya. Kadang ditemukan juga perbedaan pengalimatan, disebabkan karena konsepsi teologi yang berbeda. Saya mengambil contoh tentang penciptaan manusia.

Ada 2 (dua) versi narasi yang berbeda : Kejadian 1 : 26 – 27; 2:7 dan Kejadian 2 : 18 – 21 (simak juga Kejadian 5:1-2). Dalam Kejadian 1 : 26 – 27 tidak diceritakan proses Allah menciptakan manusia. Allah berpikir langsung bertindak menciptakan. Tanpa keterangan tentang bagaimana prose situ berlangsung. Sementara dalam Kejadian 2:18-21 penulis menjelaskan prosesnya, khususnya terkait penciptaan Eva (Hawa, manusia perempuan). So  pasti, kedua narasi itu memiliki latarbelakang pemahaman teologi tersendiri.

Contoh itu (masih banyak juga contoh lainnya) dikemukakan oleh pakar Perjanjian Lama dengan tujuan, agar kita disadarkan tentang proses menyalin tradisi lisan ke dalam tradisi tulisan. Kita perlu mengenal secara baik konsepsi para teolog yang menulis sebuah kalimat, perikop serta bagaimana mereka memilih istilah-istilah teologi yang ada pada masanya. Dengan demikian kita akan memperoleh pengetahuan tentang pemahaman dan pengakuan iman umat Allah sesuai kurun waktunya.

b)    Teologi Dalam Proses

Teologi dalam Proses adalah pemahaman dan pengakuan umat Allah yang selalu berkembang sesuai kurun waktu di mana manusia mengembangkan pemikirannya. Pemahaman dan pengakuan iman itu dipengaruhi oleh konteks sosio-budaya, di mana manusia (termasuk : penulis Kitab dan nabi-nabi) menjalankan misi Allah. Narasi-narasi yang tertulis dalam Alkitab menunjukkan adanya perkembangan tersebut. Ambillah sebuah Kitab sebagai contoh : KITAB YESAYA. Kitab ini berisikan 66 pasal. Menurut terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia --- LAI --- kitab ini dibagi ke dalam 2 (dua) bahagian : YESAYA 1 – 39 (disebut juga Yesaya-Yerusalem untuk menunjuk pada Nabi Yesaya) dan YESAYA  40 – 66. Pembahagian ini didasarkan atas hasil penelitian dan pengujian materi kitab. YESAYA 1 – 39 diwarnai oleh situasi sosial sebelum Israel diasingkan ke Babilonia (situasi ini disebut pra-exilis); sedangkan YESAYA  40 – 66 dituliskan dalam situasi di mana Israel sedang berada dan sedang mempersiapkan diri untuk meninggalkan Kerajaan Babilonia (situasi ini juga disebut : post-exilis). Tiap situasi yang dihadapi Israel : pra-exilis maupun post-exilis, mempengaruhi juga penulisan KITAB YESAYA. Penulis Kitab Yesayapun menubuatkan dan menuliskan firman Allah untuk menjawab situasi sosial yang sedang dialami umat Allah. Oleh karena itu, so pasti, akan terjadi perkembangan gagasan teologi di sana.

Saya cenderung mengikuti alur berpikir seperti ini. Saya menamainya : Teologi dalam Pengembaraan dari persinggahan ke persinggahan baru, menurut narasi yang dituliskan Kitab Kejadian tentang perjalanan Abram :

Pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, Ia berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, dari Tanah Negeb sampai dekat Betel, di mana kemahnya mula-mula berdiri, antara Betel dan Ai, ke tempat mezbah yang dibuatnya dahulu di sana; di situlah Abram memanggil nama TUHAN. (Kej. 12:4a; 13: 3-4).

Dahulu Abram bukanlah seorang monoteis. Ia penganut politeisme (mungkin juga panteisme). Tetapi setelah berjumpa dengan Allah Yang Memanggil, Abram mengikuti suara-Nya. Ia pergi meninggalkan segala sesuatu yang dimiliki dan yang dicintainya. Ia memutuskan hubungan dengan keluarga dan masyarakatnya, hanya karena tekad dan motivasi yang bersumber di dalam Allah. Ia tidak tahu arah jalan ke negeri baru. Tetapi karena keyakinan-iman yang kuat kepada Allah, Abram tidak pernah takut. Ia pergi tanpa mempertimbangkan untung-rugi, suka-duka, bahagia-derita. Ia pergi karena Allah memanggilnya.

Bagi Abraham : Allah adalah sumber spiritual, sumber inspirasi ! Semakin ia jauh melangkah dan semakin banyak kesulitan yang menghadang, Abram percaya pada Allah yang berfirman: “Janganlah takut, Abram ! Akulah perisaimu !  Upahmu akan sangat besar !” (Kej. 15:2). Dari persinggahan ke persinggahan baru, sepanjang perjalanan itu ada tantangan dan ancaman yang membahayakan dirinya serta keluarga dan semua orang yang mengikutinya; akan tetapi oleh pertolongan Allah Yang Mahakuat, Abram dan kaumnya tiba dengan selamat ke persinggahan baru. Semua terjadi karena Allah bekerja bagi Abram, orang Ibrani, yang mengasihi-Nya ! Abram percaya akan Dia yang berfirman : "Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim untuk memberikan negeri ini kepadamu menjadi milikmu." (Kej. 15:7).

Penulis Kejadian mencatat : di setiap persinggahan baru Abram mendirikan mezbah dan menyembah Allah. Di sanalah ia memanggil nama TUHAN (Kej. 12:8; 13:2; 21:3). Saat memanggil (menyebut) nama TUHAN, Abram tidak mempersoalkan rumusan dogmatis. Hal itu terlalu sulit baginya. Yang diyakininya : TUHAN itu Allah Yang Mahakuat, Yang Mahakudus, Penolong yang mengeluarkan kaumnya dari kemelut. Gagasan teologi yang muncul dari pengalaman iman Abram membuahkan pengakuan, yang kemudian hari diucapkan Israel : “TUHAN itu Allah kita ! TUHAN itu Esa. Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:4 – 5). TUHAN, menurut keyakinan Abram, adalah Allah yang hidup, Yang berdaulat penuh, Yang bebas dan tidak terikat pada waktu dan tempat, Yang hadir di mana-mana, Yang mengikat perjanjian, Yang menuntun perjalanan ke masa depan. TUHAN Allah inilah yang mengantar sepanjang perjalanan dan di setiap tempat persinggahan baru.

Segala sesuatu yang dialaminya mengubah dirinya sebagai hamba yang setia. Pengenalan akan TUHAN, Allahnya, telah mengubah kehidupannya yang lama menjadi yang baru. Sepanjang perjalanan hidup, dari satu persinggahan ke persinggahan baru, Abraham tetap percaya kepada Allah. Itulah kebenaran hatinya. Itulah juga yang dikomentari penulis Kejadian : “Percayalah Abraham kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (Kej.15:6). Pengalaman Abram telah mengubah arah hidupnya bersama isterinya. Mereka bukanlah manusia lama lagi. Keduanya telah menjadi manusia baru oleh iman kepada Allah : “Karena itu, namamu bukan lagi ABRAM, melainkan ABRAHAM”, dan lagi “Tentang SARAI, janganlah engkau menyebut dia lagi SARAI, tetapi SARA, itulah namanya” (Kej. 17:5, 15). Ia dan seluruh kaum-keluarganya keluar dari budaya-agama-suku (politeisme – panteisme)  menjadi pengikut Allah Mahaesa (monoteisme).  Semua itu dinikmatinya, karena Allah membawanya keluar dari Haran, yang di Ur-Kasdim

APLIKASI

ð  Tidak seorangpun di antara kita mengetahui dan mngenal jalan menuju masa depan. Acapkali kita telah merencakan tahapan-tahapan pekerjaan untuk dijalankan, tetapi sering kita tidak berhasil, karena kita selalu mengandalkan kemampuan akalbudi. Kita perlu belajar dari pengalaman Abraham yang dituliskan oleh penulis Kejadian. “Engkau membuat berhasil perjalanan yang kutempuh ini” (Kej. 20:42). [1] Itulah juga yang dikatakan nabi Yeremia : “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN !” (Yer. 17:7), sebab orang beriman seperti ini mendengar suara-Nya : “Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.” (Yes.45 : 6b – 7).

ð  TUHAN, Allah Yang Disembah Abraham, telah menyatakan Diri-Nya dalam nama Yesus, Dialah yang menyelamatkan umat-Nya (Mat. 1: 21)[2]. Dia telah menjadi manusia (Yoh. 1:14) [3], supya Ia memberikan kepada kita ke dalam hidup yang berkelimpahan (Yoh. 10:10b) serta menuntun kita kembali kepada Allah (Yoh. 14:6). Masalahnya : apakah kita (manusia) mau mendengarkan suara-Nya yang memanggil serta dengan setia mengikuti-Nya ? Jawaban ada pada setiap orang yang mendengar panggilan Kristus.

ð  Gereja dan tiap orang beriman (kristen) perlu belajar dari pengalaman Abraham. Belajar mencontohi kasih-setianya kepada Allah. Belajar untuk taat mendengar suara Allah serta melakukan kehendak-Nya. Banyak kesempatan di mana kita menemukan kesulitan, karena mengandalkan kekuatan dan akan budi manusia. Kita berpikir, seakan-akan ilmu pengetahuan managemen dapat menyelesaikan berbagai kasus di dalam menyelenggarakan persekutuan yang diutus untuk melayani dan bersaksi. Kenyataannya sebaliknya, acapkali Gereja dan warganya menjadi frustrasi, karena pelaksanaan managerial yang sempurnapun tak sanggup membawanya keluar dari pelukan masalah.

Gereja dan warganya perlu bertobat. Kembali kepada Allah ! Hidup dengan rendah hati di hadapan-Nya. Mendengar dan memberlakukan firman-Nya. Pertobatan itu berarti Gereja dan warganya membiarkan Allah membaharui hati nurani dan akalbudi, agar dipersiapkan untuk kembali menjalankan misi Kristus.  TUHAN, Allah Yang Disembah Abraham, akan menguatkan kita, seperti yang dilakukannya kepada Abraham, sehingga kita berkata : “Terpujilah TUHAN, Allah Yang Disembah Abraham ! Dialah yang membuat segala usaha kita berhasil”.


----> PART III under reconstruction <----
c)      

2.    

SOLI DEO GLORIA,

MEDAN – SUMATERA UTARA
4 Juli 2011

Arie Arnold Remals Ihalauw


[1]     bd, Kej. 21 : 22; 24 : 12, 40; II Taw. 26 : 5
[2]    bd. Luk. 2:21
[3]   bd. Plp. 2 : 5 – 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar