Senin, 25 Oktober 2010

Amor, anakku !

Papi menuliskan PERIKOP RENUNGAN ini kepada seluruh rekan-rekan sepelayanan. Namun papi juga mengalamatkan tulisan ini kepada Abang Amor, dengan harapan agar Abang mempelajarinya sebagai sebuah bahan studi, serta mendalami tulisan ini. Dengan demikian Amor dapat berdiskusi dengan papi untuk mengembangkan pemahaman teologi yang Amor terima di STT. Hal ini amat penting anakku, supaya Amor dapat mempersiapkan diri dalam segala hal, bukan saja untuk menjadi seorang teolog di masa depan, tetapi terutama menjadi pelayan (hamba) TUHAN yang melayani Jemaat-Jemaat GPIB di Indonesia.

Salam sayang dari papi
Noke Ihalauw


NABI HOSEA 1 : 6 - 9
Rancangan Pengajaran dalam
Kebaktian Keluarga Rabu, 27 Oktober 2010
ALLAH BERFIRMAN KEPADA KELUARGANYA  
PERIKOP BACAAN

KITAB HOSEA  I : 1 - 12

PENDAHULUAN

Semua pencinta dan pembaca Kitab Nabi Hosea patutlah menyoroti  tradisi tertulis dalam kitab ini dengan memakai kacamata pengalaman pribadi Nabi Hosea. Kalaupun ada kesamaan dengan tradisi dari nabi-nabi lain, maka hal itu merupakan sebuah faktor ketidak sengajaan belaka.

1.   CATATAN REDAKSI – Hosea 1 : 1

Firman TUHAN yang datang kepada Hosea bin Beeri pada zaman Uzia, Yotam, Ahaz dan Hizkia, raja-raja Yehuda, dan pada zaman Jerobeam bin Yoas, raja Israel.
HOSEA 1 : 1
Pada awalnya tradisi kenabian itu bersifat lisan (cerita). Meskipun ada beberapa Nabi yang menuliskan nubuat-nubuatnya sendiri atau dibantu oleh sekretarisnya.  Didorong oleh kebutuhan umat serta kemauan untuk memelihara dan meneruskan tradisi tersebut, maka para penulis (editor/redaksi) menyusun kembali semua cerita-cerita (tradisi lisan) + yang tertulis ke dalam bentuk tulisan. Jadilah Kitab-Kitab tersebut, termasuk HOSEA. Pewaktuan penyalinan kembali tradisi (cerita lisan) tidak dapat dikatakan secara pasti; akan tetapi dapat diperkirakan sejak masa Kerajaan Daud dan Salomo (Abad X – IX. Sb.M) , dikarenakan kedua raja Israel itu sangat berinisyatif memajukan budaya Israel. 

2.   ANTARA CINTA DAN TUGAS – Hosea Psl. I - III

Pasal I – III merupakan sebuah latar belakang, bagaimana Hosea memahami dan menggumuli panggilan (serta pengutusan) TUHAN, Allah Israel. Perkawinan Hosea sempat mengalami masa buruk, disebabkan ulah isterinya GOMER binti DIBLAIM (1:3). Gomer adalah seorang perempuan PSK (Pekerja Seksual, sebaiknya disebut PTS : Perempuan Tuna Susila, bukan Perguruan Tinggi Swasta). Menurut Hosea, TUHAN Allah menyuruhnya mengawini Gomer (1:2 -> Pergilah kawinilah perempuan sundal…). Meskipun, kemungknan besar, Hosea tidak menyetujuinya, namun karena suruhan itu datangnya dari TUHAN, Hosea melakukannya sebab nabi setia mengasihi dan taat melakukan kehendak Allah Israel (tema-tema kasih, kesetiaan dan ketaatan amat jelas pada seluruh pemberitaan). 

Keberatan Hosea sama seperti masyarakat Israel se-zamannya. Ia mempertimbangkan prestise dan masa depan pribadi, sebab tindakannya akan dinilai berlawanan dengan TORAH Allah yang diberikan kepada umat-Nya melalui Musa – Jangan berzinah (Kel. 20:14, 17; bd. Ul. 5 : 18, 21). Namun karena sikap hati Hosea yang sudah terbiasa setia mengasihi dan taat kepada firman Allahnya, mendorong dia memberlakukan semua perintah TUHAN. Hosea sungguh-sungguh mengenal (Ibr. yada יָדַעְ. Nabi Hosea memakai kata ini bukan hanya menunjuk pada pengetahuan teologi saja, melainkan terutama menunjuk pada sikap hati Israel yang mengasihi) Allah. Dan, oleh karena itu, nabi meletakkan masa depan hidup kepada TUHAN Allahnya. Entahkah orang menilahinya berdosa ataukah tidak berdosa dan atau mengucilkan dari persekutuan, iatidak menghiraukan semua itu. Sebab yang penting baginya adalah setia mengasihi dan taat memberlakukan firman Allah. Itu sudah cukup baginya. Inilah komitmen pelayanan seorang hamba TUHAN yang menderita. Hosea taat mendengarkan dan memberlakukan firman Allah, itulah pemahaman pribadi tentang TUGAS PANGGILAN TUHANnya. 

3.   TEMPAT – MASA KERJA HOSEA DAN AMOS

Hosea bekerja di Samaria – Ibukota Israel Utara. Ia se-zaman dengan Nabi Amos, orang Yehuda dari desa Tekoa, yang diutus oleh Allah untuk memberitakan Firman di Samaria. Namun dari tulisan kedua orang itu, mereka tidak saling mengenal/mengetahui.  Masa kerja kedua nabi itu hampir bersamaan waktunya : Abad VII – VI sb. Masehi.

4.   KECAMAN HOSEA TERHADAP KULTUS RITUAL ISRAEL

Saya bertujuan menuliskan sub-pokok bahasan ini, agar kita mengetahui dan mengerti pokok-pokok teologi Hosea, ketika ia memberitakan Firman di tengah-tengah umat Allah di wilayah  Israel Utara, dengan ibukotanya Samaria.

4.1.    Ibadah tanpa pengenalan akan Allah

Memang masyarakat Israel-Utara serta pemimpin agama dan penguasa kerajaan Samaria rajin mengadakan ibadah rutin dan perayaan-perayaan agamawi. Mereka rajin mempersembahkan korban kepada Allah. Akan tetapi, sesungguhnya, sambil mempersembahkan korban kepada Allah, mereka pun beribadah kepada ilah-ilah dari bangsa-bangsa sekitarnya. Hati penduduk Israel-Utara bercabang dua. Hosea mengajukan dakwaan Allah (4:1) :

Dengarlah firman TUHAN, hai orang Israel, sebab TUHAN mempunyai perkara dengan penduduk negeri ini, sebab tidak ada kesetiaan (אֵין-אֱמֶת) dan tidak ada kasih (וְאֵין-חֶסֶד) dan tidak ada pengenalan akan Allah (וְאֵין-דַּעַת)  di negeri / tanah ini (הָאָרֶץ)”.
Istilah pengenalan akan Allah (אֱלֹהִים דַּעַת, baca :  daat elohim) disejajarkan dengan makna kasih  (חֶסֶד, baca : chesed) dan kesetiaan (אֱמֶת, baca : emeth). Kultus rituan dari ibadah yang dilakukan Israel utara lahir dari keinginan dan hanya mengikuti perintah-perintah manusia yang dihafalkan (bd. Yes. 29:13). Bukan lahir dari hati yang mengasihi dan setia kepada Allah, yang menunjukkan bahwa mereka menegenal TUHAN, Allahnya. Dengan kata lain, penyelenggaraan kultus ritual itu hanya merupakan pelengkap informal, seolah-olah mereka adalah bangsa yang memiliki Allah (Nabi Yesaya yang se-zaman dengan Nabi Hosea, Nabi Amos, dan Nabi Mikha, berkata : Bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya; padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan-> 29:13). Suatu bentuk ibadah penuh semarak nyanyian pujian dan korban persembahan, tetapi hal itu dibenci dan tidak disukai Allah (bd. Amos 5 : 21 -> Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu, dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban korban-korban sajian, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu beruba ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang). Sebab, menurut Hosea, ibadah yang berkenan kepada Allah harus lahir dari hati yang mengenal Allah (אֱלֹהִים עיָדַ, baca : Yada Elohim) : muncul dalam sikap mengasihi (חֶסֶד)-Nya serta setia (אֱמֶת) memberlakukan firman-Nya. Penyelenggaraan ibadah yang tidak disertai rasa kasih dan sikap hati yang setia, sesungguhnya, mencerminkan ibadah dari orang-orang yang tidak mengenal Allah. Hosea sungguh-sungguh mencermati dan mengecam sikap hati Israel terhadap Allah. Menurut nabi, ibadah Israel itu tanpa kasih kepada Allah.

Antara Hosea dan Amos

Kedua gagasan teologi yang diucapkan oleh Hosea dan Amos, bukan bertentangan; melainkan saling melengkapi. Jikalau Hosea menoroti ibadah Israel dari pendekatan vertikal (hubungan Allah dan Umat), maka Amos mencermati sikap ibadah Israel dari pendekatan horizontal (relasi sosial antar anggota umat Allah). Hosea merujuk pada kasih, kesetiaan  dan pengenalan akan Allah; sedangkan Amos mengecam Ibadah Israel yang tidak membawa keadilan, kebenaran, kebaikan ke dalam kehidupan masyarakat (Amos 2 : 4-5 kecaman atas Yehuda; 2:6-18 kecaman atas Israel Utara). Amos memberitakan Injil dalam bidang sosial {Amos 2:6-8 -> Mereka (Israel-Utara. red) menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut, mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu, dan membelokkan jalan orang sengsara; anak dan ayah  pergi menjaman seorang perempuan muda, sehingga melanggar kekudusan Allah; mereka merebahkan diri di samping setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena denda di rumah Allah mereka}. Bagi Amos, ibadah itu patut membawa keadilan, kebenaran dan kebaikan ke dalam kehidupan umat-Nya. 

5.   PEMBERITAAN MENURUT HOSEA Psl. I

5.1.    Tempat Hosea Psl. I

Hosea pasal I ini harus ditempatkan dalam kelompok pasal I – III. Di atas telah dikemukakan, bahwa bahagian ini termasuk dalam pengalaman pribadi nabi. Pengalaman pribadinya itu dihubungkannya dengan tugas dan panggilan Allah yang mengutusnya memberitakan firman kepada Israel-Utara. Bertolak dari pengalaman pribadinya, nabi diumpamakan sebagai suami (Allah -> simak 2 : 15, dalam Alkitab Bhs Ibrani terletak pada ayat 18, di mana Allah disebut Suami -> Ibr. אִישִׁי, baca ishyi) yang menikahi / mengawini kembali perempuan bersundal dan berzinah (Hos. 3:1) yang memperlihatkan sikap TUHAN Allah kepada umat-Nya.  Menurut Hosea, persinahan dan persundalan Israel, dengan kata lain : pengkhianatan (Hos. 5:7), dikarenakan roh perzinahan (Hos. 5:3) yang mengendalikan pikiran dan perasaan mereka. Tindakan Allah (Hosea) menikahi/mengawini Israel (pesundal atau pelacur) kembali itu didasarkan atas pembuatan perjanjian (2:17, dalam Alkitab Ibrani ay. 20 ->   וְכָרַתִּי לָהֶם בְּרִית, dibaca : berith lahem u qarati), sebuah perjanjian yang baru. Sebab perjanjian yang lama telah dilangkahi Israel (Hos. 6:7). 

Sikap pengkhianatan Israel itulah yang menjadi sumber murka Allah. Hal ini dilambangkan dalam nama kedua anak Hosea :

5.2.    Makna teologis dari perikop bacaan

Sikap pengkhianatan Israel itulah yang menjadi sumber murka Allah. Hal ini dilambangkan dalam nama kedua anak Hosea : Lo – Ruhama (רֻחָמָה לֹא) yang secara harfiah berarti : Aku tidak menyayangi dan : Lo – Ami (עַמִּי לֹא) berarti : bukan umat-Ku. Kedua nama anak itu menjelaskan sikap TUHAN  yang akan menghukum Israel-Utara. 

Perempuan itu mengandung lagi dan melahirkan seorang anak perempuan. TUHAN berfirman kepada Hosea : “Berilah nama LO-RUCHAMA kepada anak itu, sebab Aku tidak menyayangi lagi kaum Israel, dan sama sekali tidak akan mengampuni mereka” (Hos. 1:6)
Sesudah menyapih LO-RUCHAMA, mengandunglah perempuan itu dan melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu berfirmanlah Ia : “Berilah nama LO-AMI kepada anak itu, sebab kamu ini bukan umat-Ku dan Aku bukan Allahmu” (Hos. 1 :9).
Jadi Nubuat Hosea (16-9) tidak sama persis seperti yang diuraikan penulis SGK. Perikop bacaan ini menunjuk pada tugas Hosea untuk memberitakan murka dan penghukuman Allah, karena dosa pengkhianatan (perzinahan dan pesundalan) Israel kepada Allah. Saya tidak mengerti dari manakah alasannya, sehingga penulis Sabda Guna Krida (berdasarkan perikop bacaan Rabu, 27 Oktober 2010) memperkosa makna pemberitaan Hosea. Katakan YA atas apa yang benar dan yang tersurat. Jangan memperkosa firmat TUHAN untuk tujuan pribadi. Sebab dalam perikop bacaan yang ditunjuk, tidak terdapat nubuat Hosea tentang penyelamatan. 

6.   APLIKASI KE DALAM KEHIDUPAN BERJEMAAT

6.1. Dosa dan Penghukuman atas GPIB dan dalam Jemaat – Jemaatnya 

Nubuat Hosea mengingatkan orang kristen dewasa ini, bahwa TUHAN bukan hanya Allah yang mengasihi, tetapi juga menghukum siapapun yang berkhianat kepada-Nya. Acapkali pejabat Gereja takut mengajarkan kebenaran Allah, bahwa TUHAN benci dan tidak suka kepada kultus ritual yang serba mewah, penuh semarak, tetapi tanpa makna kesetiaan dan kasih sayang. Para pejabat Gereja (Pelayan Firman) seperti ini selalu membuai dengan pujian dan kata-kata manis, padahal warga jemaat itu dengan nyata-nyata berbuat dosa. Apalagi kepada donatur yang suka berselingkuh / senang berzinah. Karena mereka mencenderungkan hatinya kepada isi amplop yang akan diterima setelah pelayanan Ibadah Syukur. Malahan para Penatua dan Diaken selalu memarahi / menegur keras Pendeta yang jujur, mengecam sikap donatur yang suka melakukan dosa. Biasanya penatua dan diaken itu ketakutan, jikalau sang donator tersinggung, serta tidak mau memberikan bantuan lagi. Mereka (Penatua dan Diaken) selalu berkata : “Pak, jangan khotbah menyinggung perasaan bapak/ibu Anu, karena beliau adalah penyandang dana Jemaat”. Dan jika sang pendeta adalah orang mata duitan, yang jelas-jelas melihat keuntungan pribadi, ia akan mengikuti anjuran seperti itu. Ia akan berkhotbah sambil memuji-muji si penyandang dana, agar jika nanti bubaran kebaktian, ia akan menerima sejumlah uang dalam amplop. Pendeta itu adalah PENDETA AMPLOPAN. (hati dan pikirannya tertuju pada uang, karena kurang merasa puas dengan gajinya dank arena ada target kebutuhan keluarga yang mendesaknya). Pendeta seperti itu sama seperti Israel yang berzinah dan bersundal dengan MAMON, dewa harta benda. Ia adalah pengkhianat, sebab karena hawa nafsu dan cinta akan uang ia melangkahi perjanjian yang diucapkannya pada saat Ibadah Pentahbisan. TUHAN Allah tidak akan berkenan kepada pelayanannya. 

Demikian juga Penatua dan Diaken mata duitan itu pasti dihukum Allah, karena mereka tidak mengasihi dan setia memberlakukan firman TUHAN; akan tetapi mereka mencari keuntungan ketika menduduki kursi jabatan Penatua dan Diaken. TUHAN pasti membinasakan mereka dan keluarganya. 

Juga warga jemaat. TUHAN Allah menghendaki tiap warga jemaat mengasihi nama-Nya dan setia menjalankan Firman. Kita mendengarkan rumusan liturgis menjelang rumpun Pemberkatan pada tiap Ibadah : “Pulanglah dalam damai sejahtera TUHAN. Lakukanlah firman yang telah kamu dengar dalam kehidupan sehari-hari, dan terimalah berkat-Nya”. Rumusan itu mengingatkan warga jemaat tentang 2 (dua) hal :
Pertama, KEBAHAGIAAN sebagai BERKAT ALLAH tidak akan diterima warga jemaat yang tekun membaca dan mendengarkan suara Allah, tetapi tidak mengamalkannya. KEBAHAGIAAN sebagai BERKAT ALLAH akan selalu dinikmati warga jemaat yang TEKUN MEMBACA ALKITAB, MENDENGAR PENGAJARAN dan RAJIN BERBUAT SESUAI APA YANG DIBACA DAN DIDENGARKAN TENTANG KEHENDAK ALLAH DALAM ALKITAB. Tetapi bagaimanakah warga jemaat bisa melakukannya dengan baik, jika mereka melihat perilaku Pendeta, Penatua dan Diaken yang tidak mengalkan firman Allah ? 

Kedua, KESELAMATAN hanya dapat dinikmati, jika orang yang tekun membaca Alkitab, dan mendengar akan pengajaran Firman Allah, rajin  mengamalkannya melalui perilaku sehari hari (baik secara agamis maupun sosial). Tidak mungkin lahir keselamatan dan kebahagiaan dari orang-orang yang tekun membaca / mendengar Firman Allah, tetapi melakukan kejahatan. Mustahil terjadi ! Jangan mengajarkan yang salah ! Jangan memutar balikkan kebenaran Firman Allah. 

Allah memandang hal itu dan menganggapnya sebagai PENGKHIANATAN. Ia pasti menghukum Pendeta, Penatua, Diaken serta seluruh warga jemaat yang tidak mengasihi nama-Nya dan tidak setia melaksanakan Firman-Nya. Sikap jahat seperti itu mencerminkan, bahwa pejabat dan warga gereja/jemaat tidak mengenal Allah.  Itulah sebabnya Yesaya mengatakan :

Bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya; padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan(29:13)
dan Amos berbicara atas nama TUHAN, katanya :

Mereka (Israel-Utara. red) menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut, mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu, dan membelokkan jalan orang sengsara; anak dan ayah  pergi menjaman seorang perempuan muda, sehingga melanggar kekudusan Allah; mereka merebahkan diri di samping setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena denda di rumah Allah mereka (Amos 2:6-8)
Tidak mungkinlah warga jemaat melakukan kesalahan, jikalau mereka tidak melihat contoh yang baik dilakukan oleh para Pendeta, Penatua dan Diaken. Pepatah mengatakan : “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Apa yang dilihat seorang murid dari perilaku orangtua / gurunya, itulah yang dibuatnya juga. Kita tak mungkin mengharapkan kebaikan akan muncul dari dalam Gereja / Jemaat ini, jika para pemimpinnya memberikan contoh yang tidak baik.

6.2. Mencari Jawaban Untuk Menyelesaikan Masalah

a). KENALLAH TUHAN, ALLAH KITA !

Memang benar, Alkitab adalah sumber pengenalan akan Allah. Setiap orang yang ingin mengenal Dia harus tekun membaca dan rajin mendengar suara-Nya melalui kesaksian Alkitab. 

Akan tetapi perjumpaan dengan Allah itu bukan terjadi, ketika kita membaca Alkitab saja, melainkan juga ketika menggumuli masalah kehidupan, di mana kita melihat nyata-nyata TUHAN, Allah yang kita kenal dalam pekerjaan Yesus Kristus dan Rohkristus, melakukan pembebasan atas kita dan keluarga. Pengalaman iman pribadi seperti ini, yang terjadi berulang-ulang, akan menumbuhkan pengenalan yang benar tentang Dia Yang Berfirman dan Bekerja bagi  dan atas kehidupan kita. 

b). KASIHILAH DIA DAN TAATLAH MELAKSANAKAN PERINTAH-NYA !

Bertolah dari pengalaman perjumpaan dengan Allah, yang bekerja dalam Yesus-Kristus dan Rohkristus, kita menikmati berkat-Nya. Berkat itu, pertama-tama adalah keselamatan, pembebasan dari cengkeraman dosa dan maut. Berkat itu adalah anugerah yang menandai kasih Allah ke atas kehidupan umat-Nya. Menikmati berkat kehidupan yang dianugerahkan-Nya, kita diajak untuk mengenal Dia serta mengasihi nama – Nya. 

c). SETIA MELAYANI DIA DALAM SEGALA KEADAAN DAN DI SETIAP TEMPAT !

Mengenal (kognitif) dan mengasihi (afektif) merupakan kegiatan / aktivitas jiwa yang tidak terlihat siapapun. Hanya orang perorangan sajalah yang mengetahuinya. Persoalannya : bagaimanakah kita membuktikan pengenalan akan Allah dan sikap hati yang mengasihi Dia dalam relasi sosial sehari-hari ?  Hal inilah yang perlu dibuktikan warga dan pejabat gereja / jemaat. Orang lain hanya bisa melihatnya melalui perilaku ibadah liturgis dan karya sosial gereja / jemaat. Warga dan Pejabat Gereja/ Jemaat dipanggil dan diutus Allah untuk bersekutu bersama Dia sambil menyatakan kasih-Nya melalui karya pelayanan dan kesaksian bagi dan bersama dengan masyarakat. 

Jika Gereja / Jemaat, yakni : para pejabat dan warganya, bertobat dari hati dan pikiran yang jahat, menyerahkan diri dan dibaharui oleh Rohkristus, maka TUHAN akan memakainya kembalu sebagai alat untuk menyaksikan kasih dan kesetiaan-Nya kepada semua orang, supaya dunia mengenal Dia sebagai TUHAN dan Juruselamat. Hanya dengan cara itulah Gereja : warga dan para pejabatnya terbebaskan dari murka Allah yang dahsyat.

7.   CATATAN USULAN

Setelah membaca beberapa tulisan perikopal untuk bahan-bahan SGD & SGK, kami mengusulkan kepada MAJELIS SINODE XIX, agar memperhatikan dan mengevaluasi pekerjaan Unit Kerja Penerbitan. Oleh karena, pentafsiran perikopalnya sering menyimpang dari pokok-pokok teologi dalam kesatuan dengan naska penulis Kitab-Kitab Alkitab (contohnya pentafsiran bacaan perikop untuk diajarkan dalam Ibadah Keluarga, Hari Rabu, 27 Oktober 2010). Peringatan ini sudah berkali-kali dikemukakan, akan tetapi tidak ditindaklanjuti.

Mengatasi masalah tersebut, kami mengusulkan kepada MS-GPIB XIX, agar mengadakan SEMILOKA berskala nasional demi memberdayakan penulisan seluruh sabda-sabda GPIB, termasuk SABDA BINA ANAK (SBA) dan SABDA BINA TERUNA (SBT), serta SABDA BINA PEMUDA (SBP).

MEDAN, 24 Oktober 2010

SALAM DAN HORMAT KAMI

ARIE A. R.IHALAUW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar