MEMPERSIAPKAN PENYAMBUTAN
RAJA TUHAN YANG AKAN DATANG
SEBUAH REFLEKSI ALKITABIAH DALAM
PEMAHAMAN KRISTEN TENTANG KEDATANGAN
YESUS KRISTUS SELAKU RAJA MESSIAH
MEDAN – SUMATERA UTARA,
SABTU, 26 NOPEMBER 2011
OLEH
PDT. ARIE A. R. IHALAUW
PENGANTAR
Umumnya masyarakat sangat antusias mempersiapkan pesta penyambutan seorang pembesar ke wilayahnya. Kebiasaan ini terlihat dalam kasus, seperti : penyambutan panglima perang yang kembali dengan membawa kemenangan atau kunjungan seorang raja. Ketika panglima bersama pasukan perangnya berangkat ke medan juang, rakyat mendukungnya penuh semangat. Ada harapan besar dipercayakan padanya, bahwa panglima itu akan berhasil dan kembali membawa kemenangan. Ketika panglima itu sedang berperang, rakyat menanti kedatangannya kembali sambil menaikkan doa, supaya semua yang dimiliki sang panglima menerima sukacita.
Gambaran seperti itu masih berakar kuat dalam dunia keagamaan tentang datangnya seorang Raja, sejak masa Israel Perjanjian Lama sampai Gereja sekarang ini. Sejak dahulu, setelah ditaklukkan oleh penguasa kegelapan (Iblis, maut), manusia melakukan perbuatan berdosa dengan melanggar firman Allah. Manusia menjadi hamba kegelapan. Ia melakukan yang dikehendaki raja kegelapan. Ia menderita dan seuruh kehidupannya terancam kematian-kekal (maut). Penderitaan manusia meliputi seluruh aspek spiritual – material dan lahiriah – bathiniah. Keadaan ini dialami secara bersama-sama maupun sendirian.
ADVENT DALAM SEJARAH PENYELAMATAN MANUSIA
Israel, umat Allah dalam Perjanjian Lama, menjalani 2 (dua) pengalaman yang berbeda :
EXODUS I : Pembebasan dan penciptaan umat Allah. TUHAN Allah membebaskan Israel dari penindasan Mesir, agar mereka beribadah kepada-Nya (Kel. 4 : 20 – 23). Peristiwa ini bukan karena Israel berdosa; akan tetapi peristiwa eksodus pertama melukiskan perjuangan Allah melawan Firaun (symbol kuasa kegelapan). Pada saat itu Israel berseru memohonkan pertolongan Allah, karena diperlakukan secara tidak adil oleh Pengasa Mesir. Dan, Allah langsung bekerja memerdekakan umat-Nya.
Perenungan atas pembebasan dan penciptaan Israel inilah yang menjadi landasan spiritual dari refleksi penulis Kitab Kejadian tentang penyelamatan dan penciptaan alam semesta dan segala isinya, termasuk manusia (Kej. 1 : 1 – 26). Tujuan TUHAN Allah menciptakan manusia pun jelas. Dia menghendaki manusia selalu berada dalam persekutuan bersama-Nya. Dia menciptakan manusia untuk beribadah melayani kemuliaan-Nya, sama seperti Dia menciptalan Israel.
EXODUS II : Cerita tentang exodus kedua menjelaskan rachmat Allah ke atas kehidupan umat-Nya. Israel diasingkan Allah ke Babilonia, karena mereka melanggar Hukum Perjanjian. Mereka berbuat dosa di bidang keagamaan maupun kemasyarakatan. Dalam pengasingan di Babilonia, Israel meratapi kemalangannya. Ia terpisah jauh dari tanah perjanjian. Ia mengalami kesengsaraan sepanjang 70 tahun (Yer. 29:10). Di sanalah Israel merenungkan makna persekutuan hidup bersama Allah : Bapa dan Penebusnya (Yes. 63 : 15 – 17; Maz. 137). Di sanalah Israel menjalani proses penyucian yang dilakukan oleh Allah sendiri. Meskipun sebelum waktu pengasingan sudah muncul gagasan tentang Hari TUHAN, di mana umat menantikan kedatangan seorang Raja TUHAN (Messiah) dan keturunan Daud, namun pengharapan itu semakin dipertegas dalam situasi pengasingan di Babel. Di Babel-lah Israel duduk merenungkan harapan akan janji Allah yang pernah mereka nikmati, ketika masih berdiam di Yerusalem. Sebuah penantian dan harapan akan datangnya Sang Messiah yang sanggup membebaskan dan memerintahi umat-Nya dengan kebenaran dan keadilan serta damai-sejahtera Allah.
REINTERPRETASI SEJARAH. Gereja memahami exodus kedua secara spiritual. Gereja, yaitu : persekutuan orang-percaya-yang-setia, yang masih berada dan berjuang dalam dunia ini bagaikan Israel dalam masa pembuangan. Situasi pembuangan yang dimaksudkan tidak sama artinya dengan keadaan Israel di Babilonia. Namun yang hendak ditekankan adalah suatu keadaan sementara, di mana Gereja terpisah dari Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatnya, seperti yang dikatakan-Nya : “Mereka bukan dari dunia ini” (Yoh. 17:14, 16). Meskipun Gereja bukan berasal dari dunia, tetapi sedang berada di tengah dunia untuk melaksanakan tugas pemberitaan Injil Kerajaan Allah yang disuruh oleh Yesus Kristus, sama seperti Dia diutus oleh Bapa (Yoh. 17:18).
EXODUS III, pengharapan dan penantian akan kedatangan Yesus Kristus selaku Raja. Gereja sedang bekerja di dalam dunia sesuai suruhan Tuhannya. Ia mengalami berbagai keadaan pelik. Menghadapi keadaan ini ia harus percaya, bahwa Allah senantiasa bekerja menurut rencana-Nya yang agung. Sambil menantikan pembebasan Gereja bekerja terus sampai waktu Yesus Kristus menyatakan kemuliaan-Nya kelak. Demikianlah bagaikan seorang ibu yang merindukan kelahirannya, begitu pula tiap orang-percaya-yang-setia merindukan waktu itu, yakni : saat (Yun. KAIROS)di mana Allah menyatakan kemuliaannya. Dalam keadaan seperti ini, persekutuan orang-percaya-yang-setia berseru : O DATANGLAH IMANNUEL !
MAKNA PENYALAAN SATU LILIN
Kebanyakan orang kristen beranggapan, bahwa penyalaan LILIN 1 hanyalah untuk menandai dimulainya Perayaan ADVENT I. Pandangan itu wajar saja. Akan tetapi perlu diluruskan, supaya tidak menimbulkan kerancauan. Penyalaan LILIN 1, sesungguhnya, mengingatkan kita akan nubuat-nubuat para nabi dalam Alkitab Perjanjian Lama tentang HARAPAN, PENANTIAN, PERSIAPAN dan KERINDUAN akan datangnya Raja Messiah yang dijanjikan Allah untuk membebaskan umat dari dosa dan penderitaan. Jadi jika sekarang kita menyalakan kita menyalakan LILIN 1, maka kita mengingat akan makna tersebut dengan ditambahkan pemahaman iman kristiani, bahwa Gereja dan tiap orang-percaya-yang-setia selalu akan mempersiapkan diri menantikan terwujudnya harapan dan kerinduan akan datangnya Yesus Kristus selaku Raja Messiah pada kedatangan-Nya yang kedua (Yun. porousia)
PEMBERITAAN TENTANG AKHIR ZAMAN
YESAYA 24 – 27
Nabi Yesaya bin Amos bekerja pada Abad VII – sb. Masehi di Yehuda – Yerusalem. Jauh sebelum Yesaya bin Amos diutus Allah (Yes. 6) keadaan sosial keagamaan tidak lagi kondusif. Para penguasa kerajaan, pemimpin agama dan konglomerat melakukan kejahatan di semua wilayah Kerajaan Yehuda dan di Kota Kudus : Yerusalem. Semua orang : laki – laki dan perempuan, berbuat jahat. Sistem kehidupan sosial dan keagamaan mengalami kelumpuhan, kebenaran dan keadilan tidak berjalan baik (Yes. 5:7 -> “… dinantikan-Nya keadilan, tetapi hanya ada kelaliman, dinanti-Nya kebenaran, tetapi hanya ada keonaran”), sehingga damai-sejahtera sulit diperoleh siapapun. Penderitaan itu telah mendorong rakyat untuk mempertahankan kehidupannya dengan melakukan kejahatan sosial yang bertentangan dengan suruhan Allah. Harapan untuk hidup layak amat sulit ditemukan. Singkatnya, dalam kondisi sosial keagamaan seperti itulah TUHAN Allah memanggil dan mengutusnya. Ia mengecam serta menubuatkan penghukuman Allah atas Yehuda – Yerusalem. Musuh akan datang menyerang dan membawa keluar Yehuda – Yerusalem dari tanahnya (Yes. 5 : 25 – 30).
Penduduk Israel mengalami depresi mendalam. Di dalam kesengsaraan yang dahsyat itu Yesaya bin Amos menguatkan dan menghibur hati rakyat. Ia membangkitkan harapan penduduk Yehuda – Yerusalem tentang
1. Datangnya seorang anak yang dilahirkan oleh “perempuan muda” yang dinamai IMMANUEL (Yes. 7 : 14; 9 : 5ab; bd. Mat. 1 : 23). Ia juga digelari “PENASIHAT AJAIB, ALLAH YANG PERKASA, BAPA YANG KEKAL, RAJA DAMAI“ (Yes. 9 : 5c). Dia-lah yang memenuhi kerinduan dan harapan umat akan damai-sejahtera (Ibr. SHALOOM). Dia akan menegakkan KEBENARAN (Ibr. TZEDEQAH) dan KEADILAN (Ibr. MISHPHAT) Allah. Dia ROH TUHAN (Ibr. RUAKH YHWH) ada padanya, dan berasal dari keturunan Isai (Yes. 11 : 1 – 10).
2. Mendahului kedatangan IMMANUEL, Allah menghancurkan semua kerajaan bangsa-bangsa (Yes. 13 – 23), sebab melalui kehadirannya Allah membangun kembali Yehuda-Yerusalem dengan mengembalikan “sisa-sisa umat-Nya” (Yes. 11 : 11 – 16).
3. Yesaya bin Amos menegaskan, bahwa harapan yang dirindukan umat-Nya segera akan tiba, katanya : “Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakannya”(Yes. 25 : 6 – 12, khususnya ayat 9). IMANNUEL itu bukan saja harapan Yehuda-Yerusalem, tetapi yang dinantikan semua bangsa. Hal itu tersirat dalam penggunaan kata ganti orang ketiga jamak : KITA. Seluruh bangsa akan datang ke Gunung TUHAN, yakni : Zion, untuk ikut merayakan pesta kemenangan-Nya (Yes. 25 : 6). Semua orang dari berbagai bangsa akan datang dan dijamu dalam pesta jamuan TUHAN.
PENTAFSIRAN GEREJA TENTANG MAKNA KESELAMATAN DARI SIFAT POLITIS KEPADA SPIRITUAL
Nubuat Yesaya bin Amos tentang keselamatan yang bersifat politis, yakni : Allah bertindak mengembalikan “sisa-sisa umat-Nya” dari pengasingan, oleh orang-orang kristen ditafsirkan dan dirumuskan dalam pemahaman baru dengan menggunakan kalimat :
a. “Dan di atas gunung ini TUHAN akan mengoyakkan kain perkabungan yang diselubungkan kepada segala suku bangsa dan tudung yang ditudungkan kepada segala bangsa-bangsa. Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya; dan Tuhan ALLAH akan menghapuskan air mata dari pada segala muka; dan aib umat-Nya akan dijauhkan-Nya dari seluruh bumi, sebab TUHAN telah mengatakannya.” (Yes. 25 : 7 – 8).
b. “Pada waktu itu TUHAN akan melaksanakan hukuman dengan pedang-Nya yang keras, besar dan kuat atas Lewiatan, ular yang meluncur, atas Lewiatan, ular yang melingkar, dan Ia akan membunuh ular naga yang di laut.” (Yes. 27 : 1)
c. “TUHAN semesta alam akan menyediakan di gunung Sion ini bagi segala bangsa-bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang disaring endapannya.” (Yes. 25 : 6)
Pentafsiran kembali (reformulasi) yang dilakukan Gereja terhadap pemberitaan Yesaya bin Amos itu dikembangkan berdasarkan latar belakang pemahamannya mengenai ucapai ilahi : “Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati.” (Yes. 65 : 17; bd. Why. 21 : 5). Bukan sebuah kerajaan Yehuda-Yerusalem yang baru, melainkan suatu keadaan baru yang dimulai ketika TUHAN Allah mengambil alih pemerintahan atas Yerusalem. Dan Gereja menafsurkan ulang peristiwa – peristiwa sejarah sosial itu dengan memakai kacamata iman, bahwa zaman baru itu dimulai ketika sejak kelahiran Yesus Kristus di Beth-Lechem.
SHALOOM !
PENULIS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar