Selasa, 17 Januari 2012

KEBEBASAN YANG BERTANGGUNGJAWAB



PDT. ARIE A. R. IHALAUW
PENDETA GPIB JEMAAT KASIH KARUNIA MEDAN


 THEMA YANG SAYA TENTUKAN :

GUNAKANLAH KEBEBASANMU UNTUK MENGHADIRKAN KEBENARAN, DAMAI SEJAHTERA DAN SUKACITA OLEH PIMPINAN ROH ALLAH

POKOK BAHASAN

SURAT ROMA 14

SUB POKOK BAHASAN

ROMA 14 : 13 – 18

DITULIS DI
MEDAN – SUMATERA UTARA
HARI SELASA – 17 JANUARI 2012

OLEH
ARIE A. R. IHALAUW

NASKAH PERIKOP BACAAN

14 : 13      Karena itu, janganlah kita saling menghakimi lagi ! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini : Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung !
14 : 14      Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri, hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa segala sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis.
14 : 15      Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak lagi hidup menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia.
14 : 16      Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah.
14 : 17      Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan atu minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Rohkudus.
14 : 18      Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan kepada Allah dan dihormati manusia.

EKSEGESE DAN HERMEUNETIKA

14 : 13      Karena itu, janganlah kita saling menghakimi lagi ! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini : Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung !

Karena itu, ( Yunani – sun ) …. adalah kata yang dipakai menunjukkan hubungan sebab akibat pada sebuah kalimat dalam gagasan si penulis. Dengan demikian, kita berkesimpulan, bahwa Roma 14 : 13–18 sangat berhubungan dengan perikop sebelumnya ( Rom. 14 : 1 – 13 ).

menghakimi … ( Yunani : krinomen,  dari kata dasar krino. Dalam arti harfiahnya krino : mengkritik, menyalahkan, menuduh, menggugat, menghakimi. Katakanlah, menilai seseorang berdasarkan pandangan / pikiran sendiri atau pun bertolak dari latar belakang hukum tertentu.

tersandung … ( Yunani – skandalon).  Skandalon adalah kata benda, berarti : sebuah beban, jebakan, jerat, sesuatu yang bisa membuat orang lain melakukan kesalah-an, sesuatu yang menyebabkan orang lain mengalami petaka, batu yang sandungan.

MAKNANYA :

Paulus menasihati Jemaat di Roma yang sedang berselisih paham tentang perihal memberlakukan Hukum Taurat ( terdapat di dalam Kitab Keluaran 20 dan Ulangan 5 ), termasuk Hukum Kekudusan (teologi Kitab Imamat dan Bilangan ). Jemaat Kristen Israeli mendesak Jemaat Kristen non-Israeli untuk melakukan Hukum Taurat sama seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ( band. Latar belakang persoalan yang dituliskan oleh Matius 5 : 17 – 18 ). Menurut Jemaat Kristen Israeli, menjadi Kristen bukan berarti mem-batalkan Hukum Taurat. Justru sebaliknya, karena Tuhan Yesus memberlakukan Hukum Taurat ( Mat. 17 --> Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya ). Oleh karena itu, semua pengikut Tuhan Yesus wajib memberlakukan segala sesuatu yang tertulis di dalam Hukum Taurat, termasuk Hukum Kekudusan yang terkait tentang Haram – Halal ( makanan dan binatang --> Imamat 11 ).

KONTEKS MISI DI ROMA :

Perselisihan di kalangan Jemaat Roma, disebabkan makanan yang dipersembahkan pada upacara penyembahan agama budaya ( yang kami maksudkan adalah kepercayaan yang lahir dari pengalaman manusia dalam konteks sosio-culturalnya ). Oleh karena kebiasaan lamanya orang Kristen non-Israeli tidak beranggapan, bahwa ma – kanan yang sudah dipersembahan pada upacara agama-budaya adalah sesuatu yang haram ( dilarang ); sedangkan orang Kristen Israeli berpendapat untuk menjaga keselamatan karunia Allah, seluruh jemaat wajib tidak makan dari makanan yang sudah diper-sembahkan kepada berhala.

PEMIKIRAN TEOLOGI PAULUS

Paulus tidak membenarkan pandangan kaum sebangsanya tetapi ia juga tidak membela pemahaman non-Israeli.

STATUS HUKUM TAURAT DALAM ANUGERAH KESELAMATAN

1.      Di satu sisi rasul tidak membenarkan pendapat Kristen–Israeli. Menurut Rasul Paulus, ada kekisruhan di kalangan orang Israel tentang STATUS HUKUM TAURAT dalam sejarah penyelamatan.  Orang Kristen Israeli yang mewarisi tradisi Agama Israel telah disesatkan oleh pandangan pengajar – pengajar mereka ( Ahli Taurat : aliran Parisi dan aliran Saduki ).  Orang Israel berpen – dapat bahwa dengan memberlakukan HUKUM TAURAT, mereka pasti diselamatkan Allah sejak dari bumi sampai ke dalam sorga.

Padahal HUKUM TAURAT hanya berfungsi sebagai pembimbing anak-anak ( Yunani : paedagogos ) dalam hal merealisasikan keselamatan yang sudah dianugerahkan Allah. Pemberlakuan HUKUM TAURAT secara hurufiah dalam relasi kemanusiaan tidak menjadi jaminan keselamatan. Rumusan terkenan yang mengungkapkan pikiran teologi Paulus nampak dalam ucapan-nya : “… OLEH KARENA KASIH KARUNIA ( kita ) telah dibenarkan dengan CUMA-CUMA karena penebusan dalam Kristus” ( Rom. 3 : 24 ), dan lagi : “Manusia dibenarkan karena IMAN, dan bukan karena ia melakukan HUKUM TAURAT” (Rom. 3 : 28 ).

Dengan cara demikian Paulus ingin menegaskan, bahwa oleh karena iman DI DALAM KRISTUS ( Yunani : en tou Kristou ) HUKUM TAURAT tidak lagu memiliki kekuatan apa-apa seperti yang dirumuskan dalam pengajaran dari para Ahli Taurat, melainkan ia ( Hukum Taurat ) memiliki fungsi baru, yakni : sebagai petunjuk-petunjuk ilahi untuk dilakukan dalam relasi sosial maupun religius.

2.      Pada sisi lain, Paulus pun tidak membela Kristen non – Israeli. Ia memiliki pandangan teologi tersendiri. “KESELAMATAN adalah ANUGERAH ALLAH oleh IMAN KEPADA YESUS-KRISTUS”. Orang-orang Kristen non-Israeli tidak diselamatkan oleh Allah, karena mereka melakukan perbuatan baik ! Dan sekalipun mereka melakukannya, Allah pun belum tentu menyelamatkan mereka. Manusia dibenarkan oleh iman kepada Allah dalam nama Yesus–Kristus. Pembenaran Allah telah membebaskan    ( memerdekakan ) dan juga telah mengubah status mereka menjadi anak – anak Allah. Oleh karena itu, kemerdekaan / kebebasan anugerah Allah itu wajib dilakukan secara bertanggungjawab. Bukan anarkhis ! Berbuat sekehendak hati. Pembebasan / kemerdekaan anugerah Allah itu harus menjadi landasan kokoh bagi penyelenggaraan hidup sesuai dengan kehendak-Nya ( bd. Gal. 5 : 13 – 15 ).

Di sinilah kita dapat memahami fungsi HUKUM TAURAT dalam penyelenggaraan kebebasan . kemerdekaan orang kristen. Di sini pula HUKUM TAURAT memiliki FUNGSI dan PERAN yang dibaharui, yakni : MENGATUR dan MENERTIBKAN relasi antara Allah dengan umat, dan juga antara sesama seiman, serta antara sesama manusia.

Karena itu, tiap orang Kristen, entahkan Kristen-Israeli ataupun non-Israeli,  tidak boleh menghakimi. Masing-masing tidak boleh menjadi sandungan seorang terhadap yang lain. Artinya, orang Kristen-Israeli tidak boleh memaksakan sesama seiman-nya melakukan hakum Taurat sebagai kaidah keselamatan; tetapi sebaliknya orang Kristen non-Israeli pun tidak boleh menggunakan kebebasan / kemerdekaan anugerah Allah untuk melakukan perbuatan yang tidak etis. Menurut Paulus, “Allah menghendaki kekacauan, tetapi damai-sejahtera” ( 1 Kor. 14 : 32 ) dan oleh karena itu “segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur” ( 1 Kor. 14 : 40 ), agar “Jemaat dapat dibangun” (1 Kor. 14 : 5 ). Jadi di dalam hal ini baik orang Kristen-Israeli maupun non-Israeli harus saling menghormati, dan semua itu adalah KASIH ( ay. 15; bd. Gal. 5 : 14 ).

14 : 14      Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri, hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa segala sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis”.

Paulus bermaksud menegaskan, bahwa persekutuan Kristen itu terbentuk oleh karya Kristus ( bd, 1 Kor.3 : 11 ). Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan siapapun yang ada di dalam Kristus, haruslah tertuju pada Kristus. Sebab Kristen sendiri telah memper – satukan dan mempersekutukan “orang-orang yang jauh” menjadi dekat satu sama lainnya. Di dalam Kristus, semua orang Kristen itu bersaudara.

“…tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri …” Kenajisan adalah kata benda abstrak. Berasal dari kata dasar najis --> kata sifat / keadaan --> menjadi kata kerja “menajiskan”. Berangkat dari latar belakang keagamaannya Paulus menegaskan, secara tersirat dalam ayat ini : segala sesuatu adalah tidak najis, Sebab Allah sendirilah yang menentukan sesuatu itu najis atau tidak najis, bukan manusia. Dialah juga yang menciptakan dan menjadikan semuanya itu baik adanya  ( bd. Kej. 1 : 24, dll ).

Jadi jika ada “orang yang beranggapan, bahwa segala sesuatu itu najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis”. 

Katakanlah, saya penderita diabetes melitus. Untuk menjaga hidup sehat saya memutuskan mengurangi makan makanan yang mengandung  gula ( manis ). Sejak saat itu saya menajiskan makanan berkadar gula tinggi. Demi kesehatan pribadi saya menajiskan sesuatu yang manis. Sikap demikian tidak boleh dipakai untuk menilai / menakar orang lain. Bagi saya makanan yang manis itu najis, tetapi tidak berlaku untuk orang lain.

APA YANG TERSIRAT DALAM AYAT INI

1.      Menurut saya ( kita bisa berbeda pemahaman dan pentafsiran ) Rasul Paulus bertolak dari pekerjaan Yesus-Kristus. Dalam karya pelayanan-Nya Allah telah membenarkan orang berdosa ( = najis ), entahkah dia berasal dari keturunan Israeli ataupun keturunan bangsa – bangsa non-Israeli (Yunani : panta ta ethna; Ibrani : goyim). Ungkapan Paulus yang amat terkenal ialah : “Pembenaran oleh iman kepada Yesus-Kristus” ( Pemahaman teologi Gereja-Gereja  Calvinis : Justification by faith alone ). Oleh karena itu, tidak boleh seorang pun menyatakan ada sesuatu yang najis dan ada yang tidak najis. Hanya Allah sendirilah yang menyatakannya.

2.      Secara tersirat Paulus “menyerang” pokok ajaran Agama Israel tentang HUKUM TAURAT. Bagi orang-orang Israel, khususnya pengajar hukum Taurat, memang benar, Allah akan menghim – pun orang dari berbagai bangsa-bangsa ( Ibrani : goyim ) untuk datang ke Zion dan menerima pengajaran. Akan tetapi, menurut penafsiran para pengajar Agama Israel, orang orang itu harus dibersihkan dari kenajisannya dan tunduk di bawah kuasa Hukum Taurat. Mereka harus disunat pada hari ke - 8 menurut Hukum Taurat. Jika mereka tidak melakukannya, mereka tidak bias mamsuk ke dalam persekutuan umat Allah ( Ibrani : am YHWH; Yunani : laou tou Theou ). Padahal Paulus tidak lagi berpendapat demikian, sejak “menjadi pengikut Yesus”. Menurut Paulus, ukuran untuk menjadi anggota dari persekutuan umat Allah ditentukan oleh kasih karunia Allah dalam iman kepada Yesus-Kristus. Allah saja yang menentukan, bukan Hukum Taurat.

Oleh karena itu, orang-orang Kristen Israeli tidak boleh berang – gapan, bahwa dalam persekutuan iman dengan Allah ada orang najis ( yang berasal dari bangsa-bangsa ) dan ada orang kudus     ( yang berasal dari keturunan Abraham, Ishak dan Yakub ). Di hadapan Allah, semua orang adalah berdosa ( Rom 3 : 10 – 12; bd. Maz. 14 : 1 – 3 ) baik orang Israel maupun non-Israeli.

3.      Makna pemberitaan bagi kemanusiaan. PEMBENARAN membuk-tikan KASIH ALLAH atas kehidupan manusia berdosa. Allah sendiri bertindak membenarkan (menyelamatkan) manusia dari dosa dan kuasa maut. Mereka yang sudah diselamatkan, mereka itu juga dikasihi dan dikuduskan-Nya, supaya mereka menjadi umat milik-Nya sendiri. Dia, Allah, tidak membedakan manakah orang Israel dan manakah orang non-Israeli. Itulah bukti KASIH Allah kepada manusia. Dengan demikian jika Allah sudah mengu-duskan (= tidak menajiskan ) sesuatu yang dahulu dinajiskan Hukum Taurat, siapakah gerangan dapat menajiskannya ?

4.      Makna bagi ETIKA. “Jangan menghalalkan segala sesuatu yang diharamkan Allah, dan jangan mengharamkan segala sesuatu yang telah dihalalkan Allah” atau “Jangan menajiskan ( mengo-tori ) segala sesuatu yang telah dikuduskan Allah, dan jangan berburuk sangka atas segala sesuatu yang telah disucikan oleh Allah”. Orang Kristen-Israeli selalu menakar ( menilai ) sesuatu berdasarkan ukuran / takaran lama, yakni : Hukum Taurat. Padahal mereka tidak menyadari, bahwa di dalam karya Kristus-Yesus, Allah telah menciptakan segala sesuatu yang baru, termasuk cara pandang ( = paradigma ? ) terhadap bangsa-bangsa non-Israeli.

Ukuran / takaran itu, oleh Paulus, disebut Hukum Kristus --> hidup menurut tuntutan KASIH ( ay. 15 ). Jikalau orang telah mengenal dan menikmati KASIH Allah, maka dia juga wajib melihat dan memperlakukan orang lain, sama seperti Allah telah berbuat baginya. Itulah dasar etika kristen. Di sinilah ucapan Tuhan Yesus dibenarkan : “Apa yang kamu ingin agar orang lain berbuat bagimu, kerjakanlah hal itu juga kepada mereka”. Dengan kata lain : “Apa saja yang baik yang kamu inginkan agar Allah melakukannya bagimu, lakukanlah semuanya itu dalam nama Kristus bagi kemuliaan Allah” ( bd. Kol. 3 : 17 ).

5.      KEBEBASAN dan KESADARAN YANG BERTANGGUNG JAWAB.

a)      Tentang KEBEBASAN. Penyelamatan atau pembebasan adalah anugerah Allah yang dilimpahkan ke atas kehidupan manusia. Dasarnya adalah pekerjaan Yesus-Kristus. Tidak seorangpun mampu menyelamatkan atau membebaskan diri dari cengkeraman kuasa maut dan dosa.

b)     Tentang KESADARAN. Inilah dasar pemahaman Kristen tentang KESADARAN. Kesadaran itu bukan sesuatu yang bersifat genetic saja, melainkan juga muncul karena perjumpaan dengan realitas objektif dalam pengalaman keseharian*. Kesadaran seperti itu* menempatkan manusia pada pengenalan diri, bahwa ia adalah makhluk berdosa dalam persekutuan dengan leluhurnya : Adam. Berdasarkan realitas fenomenal, manusia menyadari kemampuannya, ia tak mungkin membebaskan diri dari hutangnya kepada Allah. Sejak semula, sejak manusia diciptakan, Allah mengaruniakan kebaikan ke dalam kehidupannya, padahal ia menolak pengenalan akan Allah. Ia memberontak, Ia berdosa. Hutang yang dimaksudkan adalah kebaikan Allah yang menciptakan manusia melalui kelahiran dari kandungan ibunya ( bd. Pemahaman iman Nabi Yeremia --> 1 : 4 – 5 ).

Dosa telah memisahkan manusia dari Allah. Pengenalan manusia terhadap Allah Mahabaik telah menjadi kabur. Manusia terseret oleh keinginan nafsiahnya sendiri. Ia semakin terpuruk, tak dapat melangkah maju karena tidak melihat jalan ke masa depan.

c)      PENGALAMAN YAKUB. Manusia selalu bergerak  ( = berjalan ) menuju masa depan. Sepanjang perjalanan ia BERJUMPA dengan berbagai masalah. Dalam setiap perjumpaan ia memikirkan ulang makna kehidupannya ( biograpi Yakub > saya menyebutnya Yakub berteologi di dalam perjalanan < Kej. 28 : 10 – 22 dan 32 : 22 – 32 ). Di kala manusia menggumuli persoalannya, Allah menjumpai dan menawar-kan jalan keluar kepadanya. Tawaran Allah itu adalah pernyataan KASIH – Nya disebabkan seruan minta tolong  yang diucapkan manusia. Di sanalah, di dalam perjumpaan seperti itu, manusia menyadari akan keterbatasan, dan sekaligus mengakui kemahakuasaan Allah.

KELAHIRAN, KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS-KRISTUS adalah titik berangkat pembentukan (pertumbuhan dan perkem-bangan) KESADARAN. Saya menempatkan KELAHIRAN, KEMATI-AN dan KEBANGKITAN Yesus pada pusat KESADARAN manusia. Yesus, Yesus-Kristus, menurut saya, adalah wadah perjumpa-an yang sempurna antara Allah dan manusia. Inilah misteri yang tidak dapat diungkapkan oleh siapapun sampai Dia me-nyatakan Diri-Nya kelak.

Manusia menyadari, bahwa penderitaan yang dialami adalah akibat ( dari sikap hati yang tampak dalam perilaku membe-rontak terhadap Allah ) dosa. Ia berteriak minta tolong. Dan, tepat pada saat bersamaan, Allah menjumpai dan menolong-nya keluar dari penderitaan. Allah datang di dalam nama Yesus, yang adalah Kristus dan sekaligus merupakan KUASA ALLAH  ( Roh dan Firman ) yang membebaskan manusia.

v LAHIRNYA KESADARAN DIRI.

Saya meletakkan KESADARAN DIRI pada perjumpaan dengan Yesus-Kristus. Era pra Yesus merupakan zaman tanpa penge-nalan akan Allah Yang Benar ( bukan berarti saya menyangkal fungsi agama-budaya ). Artinya, pada era itu manusia bertindak tanpa batas-batas pengenalan akan kebenaran Allah. Bertindak atas dorongan pemikiran yang diwarnai oleh latar belakang kepentingan dan kebutuhan individual maupun kolektif (gambaran pembangunan Menara Babel --> Kej. 11). Sampai pada batasnya manusia mengalami frustrasi. Bukan berarti Allah membiarkan keadaan berlarut-larut, tetapi lebih ditimbulkan oleh ulah manusia. Motivasi ( kepentingan dan kebutuhan ) itulah yang menghancurkan kemanu-siaan dalam seluruh aspek kehidupan social dan religius. Padahal sejak penciptaan, manusia diberikan kebebasan oleh Allah untuk mengelola dan mengolah seluruh pemberian-Nya secara bertanggungjawab.

Pada akhirnya, menurut kesaksian Alkitab, Allah meng-hadirkan ( melahirkan ) Diri-Nya, di dalam nama Yesus, dengan tujuan untuk menyelesaikan rencana yang sudah ditetapkan atas semua ciptaan-Nya, yakni : keselamatan. Di dalam peristiwa historis itu bukan saja Allah menjumpai manusia, tetapi manusia pun datang berjumpa dengan Allah { band. cerita kunjungan pada gembala di padang Efrata ( Luk. 2 : 20 ) dan orang – orang Majuzi dari Timur ( Mat. 2 : 1 – 12) }.

Pada perjumpaan itu manusia ( yang diwakili para gembala dan orang-orang Majuzi ) memahami dan mengakui pemun – culan Allah dalam rupa manusia. Yang ilahi menjadi sama seperti manusia. Itulah era baru dari serentetan peristiwa bersejarah ( dengan memakai kaca mata iman ) yang melahirkan KESADARAN BARU. Suatu kesadaran yang bersifat unibersal. Suatu kesadaran yang pernah ada pada saat penciptaan*, dan yang sudah hilang ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Kini, di dalam peristiwa kelahiran Yesus, Allah melahirkan kembali ( re-borning ) kesadaran itu* (maknai cerita perjumpaan Nikodemus dengan Yesus --> Yoh. 3).

v KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS-KRISTUS MELAMBANG KEBANGKITAN TERJADINYA KESADARAN yang bersifat UNIVERSAL.

Meskipun s mengakui kesadaran genetic, namun saya lebih cenderung mengatakan, bahwa kesedaran genetic itu cenderung mapan. Saya lebih cenderung memakai pengalaman manusia sebagai titik titik berangkat dari pembentukan ( proses ) kesadaran**.

Berangkat dari pemahaman seperti itu**, saya berusaha memahami peristiwa KEMATIAN DAN KEBANGKITAN Yesus  sebagai wadah pembentukan kesadaran universal. Kata “mati” di sini dipakai dalam arti : selesai tuntas. Tidak ada lanjutan dan tidak ada hubungan antara yang ada sebelum dan yang terjadi sesudah kematian,

Saya mengambil contoh alkitabiah dari ucapan Paulus : “

Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan,…. Apa yang dahulu meru-pakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi oleh Kristus. Malahan segala sesuatu ku – anggap rugi, karena pengenalanku akan Yesus, Tuhanku, jauh lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada di dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri dengan mantaati Hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan” (Flp. 1 : 21; 3 : 1 – 9 ).

Menurut saya, ungkapan Paulus itu menunjukkan kesadarannya tentang pengenalan akan Allah oleh iman kepada Yesus-Kristus. Ungkapan itu bukanlah suatu bentuk dari perubahan kepribadian, melainkan lebih menunjukkan pada kesadaran yang mendorong lahirnya kepribadian baru ( oleh pengenalan akan Allah ). Bagi Paulus, segala sesuatu telah dilepaskan demi Kristus. Yang baru bukan hanya suatu yang terkait dengan keadaan, tetapi lebih terpaut pada isi. Dan, tidak ada hubungan antara yang sekarang ( baru ) dan yang dahulu ( lama ). Bukan mengenal Allah dengan memakai kaca mata baru, melainkan hidup di dalam Allah oleh karena pembaharuan yang dilakukan-Nya oleh pekerjaan Rohkristus.

Dalam hal ini Paulus menyatakan kebersamaan dalam kematian dengan Yesus, ketika menuliskan surat-surat kepada Jemaat yang dibangunnya.

  karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. Jadi jika kita mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia… Demikianlah hendaknya kamu memandangnya, bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi hidup bagi kemuliaan Allah dalam Kristus-Yesus( Rom. 6 : 6 - 8, 11 ). Karena itu, matikanlah di dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi; yaitu….. ( Kol. 3 : 5 )

KESADARAN, tidak sama persis kepribadian, tetapi ia menjadi akar kuat yang menumbuh kembangkan kepribadian.Saya lebih suka menyebutnya “pengenalan diri”. Pandangan Paulus tersebut merupakan “pengenal-an diri”-nya dalam hubungan dengan Allah. Berpangkal pada hal itu Paulus berani menggantikan kepribadian-nya. Katanya :

Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan yang menyerahkan Diri-Nya untuk aku ( Gal. 2 : 20 ).

“Hidup yang ia hidupi sekarang”, menurut Paulus, berbeda dari yang pernah dijalaninya pada masa lalu. Sebab kesadaran ( yang bertolak dari iman ) akan kebangkitan Yesus meneguhkannya, bahwa Allah yang berkuasa akan menolong untuk menjalankan kehidupan-nya yang baru dala Kristus.

HUBUNGAN AYAT 14

Palulus menuliskan : “Aku tahu dan yakin …” tentang KASIH Allah di dalam Kristus-Yesus.  Jika orang Kristen di Roma mengetahui dan meyakini, bahwa Allah telah membebaskan dan menyelamatkan hidupnya, mereka harus menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Allah dan melakukan segala kehendak-Nya. Kehendak-Nya yaitu KASIH. Hidup saling mengasihi di dalam persekutuan jemaat ( Rom. 13 : 8 – 14 ). Dengan cara demikian, mereka tidak menghakimi sesama seiman.

14 : 15      Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak lagi hidup menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia.

---- dapat dipahami ---

14 : 16      Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah.

----- dapat dipahami -----

14 : 17      Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan atu minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Rohkudus.

Kerajaan Allah…. Ada dua istilah yang sering digunakan di dalam Alkitab Perjanjian Baru :

1.      KERAJAAN ALLAH ( Yun. Basilea tou Theou, Ibr : Malkut Elohim )

Penggunaan istilah Kerajaan Allah menunjuk pada system peme-rintahan, di mana Allah menjadi penguasa tunggal di dalamnya    ( Sistem Teokrasi ).  Allah adalah pemilik kerajaan itu.

2.      KERAJAAN SORGA       ( Yun. Besilea tou Ouranou; Ibr. Hamalkut Hasyamaim )

Penggunaan istilah Kerajaan Sorga menunjuk pada wilayah kekuasaan ( domain ), di mana Allah menjalankan dan menyelng-garakan pemerintahan.

“…soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Rohkudus…”

a.      KEBENARAN ( Yun. dikaiosune; Ibr. tzedeq )

Bahasa Indonesia hanya memiliki satu kata sifat : BENAR, yang kemudian menjadi berbagai bentuk, setelah ditambahkan imbuh-an. Sementara Bahasa Yunani dan Ibrani memiliki beberapa kata yang berbeda baik secara hurufiah maupun maknanya. Dalam Bahasa Ibrani kita tidak saja menemukan kata “tsedeq” tetapi juga “mishphat”, “tsedeqah”, begitu pula dalam Bahasa Yunani ditemukan juga kata “aletheia” dll. Makna kata-kata tersebut sangat bervariasi, tergantung pada penggunaannya dalam sebuah kalimat.

Dalam Bahasa Ibrani ( Alkitab Perjanjian Baru ) kata tsedeq digu-nakan Paulus. Kata itu berjenis kelamin laki-laki ( jika jenis kela – min perempuan disebut “tsedeqah” ). Paulus menggunakan kata tersebut bukan terkait pada Kerajaan, melainkan pada si pemilik kerajaan, ialah : Allah. Tsedeq Elohim : Allah yang benar ! Juga bisa Kebenaran Allah. Itu berarti Paulus menunjuk pada dua realitas dari Allah yang esa :

·         Sifat ilahi- yang melekat dalam Diri Allah “tsedeq”, dan
·         Tindakan yang diperlihatkan dan dilakukan “kebenaran”. Dalam kata ini terkandung makna, “kebenaran” itu lahir dari perbuatan dan perkataan Allah. Ia mengandung kekuatan hukum tetap, tidak berubah. Cenderung pada “keadilan”. Hal yang sama pun dimaksudkan dalam penggunaan kata “dikaiosune”.

Secara teologis, penggunaan kata kebenaran itu menunjuk pada keputusan dan tindakan Allah yang membenarkan sesuai dengan sifat-Nya ( yang benar ). Jika Paulus menggunakan kata tersebut, maka ia bermaksud menunjuk pada pekerjaan Allah yang dinyatakan di dalam pelayanan Yesus-Kristus. Itulah sebab-nya dalam ayat 15 dikatakan “Kristus telah mati untuk dia”. Jadi, karena Kristus telah mati untuk semua orang, maka mereka itu telah menjadi milik Allah. Dan, oleh karena, mereka adalah milik Allah, jelaslah bahwa di dalam persekutuan mereka dengan Allah harus diberlakukan satu-satunya tuntuan Allah ( ay. 15 ), yakni : KASIH. Dengan demikian, dalam persekutuan Jemaat di Roma, Paulus meminta perhatian warga jemaat, agar memberla-kukan kebenaran Allah, yakni : sama seperti Allah telah menga– sihi orang berdosa dengan mengorbankan Yesus-Kristus, Anak–Nya itu, maka semua warga jemaat wajib saling mengasihi sesama seimannya. Jangan saling menghakimi ! Cara seperti itu tidak dikehendaki Allah.

b.      DAMAI – SEJAHTERA ( Yun. eirene, Ibr. shalom )

Kata ini sarat makna. Amat tergantung pada kalimat di mana ia digunakan. Kadang shalom atau eirene dapat menjadi kata benda ( abstrak ), tetapi juga bisa menjadi kata sifat atau yang menunjuk pada kondisi / keadaan.

·        Shaloom atau eirene adalah tujuan dan cirri khusus yang melekat  ( menyatu ) pada pemerintahan Allah.
·        Shaloom atau eirene adalah nilai ilahi yang mendasari seluruh rentetan dari tindakan Allah yang menyelamatkan.
·        Shaloom atau eirene adalah Kristus-Yesus. Naskah Per-janjian  Lama yang menjadi latar belakang pandangan Gereja tentang Kristus-Yesus, berbunyi : namanya disebut orang  : Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, RAJA DAMAI” ( Yes.5 : 6 ).
·        Shaloom atau eirene menunjuk pada sebuah kondisi yang tercipta oleh karena tindakan Allah. Ia adalah anugerah Allah ke dalam kehidupan manusia.

c.       SUKACITA ( Yun. chara, Ibr. simchah )

·        Chara atau simchah adalah anugerah Allah yang dikerja – kan Kristus-Yesus.
·        Chara atau simchah adalah nilai etis moral yang bersum– ber pada penghayatan akan kasih Allah, sebagaimana yang dinyatakan Kristus-Yesus.

14 : 18      Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan kepada Allah dan dihormati manusia.

----- dapat dimengerti ------

BEBERAPA POKOK TEOLOGI

A.    METODE

Ketika kita akan memasuki pendalaman gagasan-gagasan teologi dalam perikop bacaan yang ditentukan untuk diajarkan pada Hari Minggu, 27 September 2009, kita harus memahami beberapa hal terlebih dahulu :

1.      Pahamilah kata – kata kunci yang berisikan gagasan teologi Rasul Paulus.

2.      Jika kita telah menemukannya, maka kita harus melihat garis hermeneutis dari gagasan teologi dalam perikop bacaan dalam kerangka teologi yang ada pada keseluruhan  isi Surat Roma.

3.      Tidak tertutup kemungkinan, gagasan teologi tersebut juga dipakai Paulus dalam surat-suratnya kepada Jemaat – Jemaat lain.

Dengan cara demikian, kita dapat memahami kesatuan dan keutuhan kerangka teologi Paulus.

B.     GAGASAN TEOLOGI
Melalui pendalaman atas perikop bacaan ( Roma 14 : 13 – 18 ) kita mene-mukan beberapa gagasan teologi, yakni :

a)     PANDANGAN PAULUS TENTANG KERAGAMAN DALAM KEESAAN PERSEKUTUAN JEMAAT


Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya, … karena Allah telah menerima orang itu” dan ”karena Kristus telah mati untuk dia” ( Rom. 14 : 1, 3, 15 ). Allah bekerja menguduskan dan menghimpunkan semua orang dari berba-gai latar belakang. Itu berarti, tidak secara otomatis, ketika seseorang menjadi kristen, maka ia tercabut dari akar budaya (sosio-cultural) –nya. Tidak otomatis, ketika seseorang mengakui Kristus selaku Tuhan dan Juruselamat, ia berpindah dari bumi ke sorga. Akan tetapi ia mengalami keadaan sorgawi di atas bumi bersama sesama seiman.

Sama seperti Allah telah menerima kita, baik dalam kemampuan dan kelemahan manusiawi, demikian pula kita wajib menerima sesama seiman tanpa mempersoalkan kepribadian dan latar belakangnya. Inilah landasan kokoh bagi pemberdayaan potensi manusia yang beragam. Semua itu dilakukan berdasarkan tuntutan Allah : “kasihilah sesamamu” (14 : 15 ).

b)    PANDANGAN PAULUS TENTANG KESADARAN DAN KEBEBASAN YANG BERTANGGUNGJAWAB


Kata penghubung “karena itu” merupakan jalan masuk bari ay. 13 – 23 kepada ay. 1 – 12. Pada ay. 12 dikatakan : “Setiap  orang di antara kita akan memberikan pertanggungan jawab  tentang dirinya sendiri kepada Allah”; karena itu, janganlah kita saling menghakimi” (ay. 13 ). Ada beberapa pemahaman yang tersirat di dalam ayat-ayat ini :

1.      Allah telah menerima orang itu ( ay. 3), karena Kristus telah mati untuk dia ( ay. 15 ).

Paulus berangkat dari pemahaman tentang karya pernyela – matan Allah. Oleh iman kepada Kristus-Yesus, Allah telah me-nerima semua orang dari berbagai bangsa, menghimpunkan mereka menjadi satu persekutuan. Tidak ada lagi perbedaan antara orang Israel dan bangsa-bangsa ( Rom. 10 : 12; bd. Kol. 3 : 11 )

2.      Penyelamatan itu bernilai kebebasan. Dalam iman kepada Kristus-Yesus, Allah telah menganugerahkan KEBEBASAN bagi orang percaya. Kebebasan untuk melakukan kehendak-Nya. Kebebasan seperti itu tidak bersifat anarkhis. Bebas menurut kemauan dan keinginan individual. Kebebasan yang dimak – sudkan dibatasi oleh TANGGUNGJAWAB (14:12). Paulus menge-mukakan argumentasi : “Kristus telah mati untuk dia” (14: 15) Sebab itu, tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri…” (14:7a). Tidak seorangpun boleh menghalangi kebebasan seseorang, tetapi kebebasan yang dinikmati pun wajib mempertimbangkan kebahagiaan sesama.

3.      Di sinilah letak KESADARAN CORPORAL dari pemahaman ten-tang persaudaraan kristen. Sekalipun tiap-tiap orang dipang – gil secara pribadi, namun dalam statusnya sebagai anggota persekutuan, ia wajib memikirkan keadaan sesama seiman, ketika akan melakukan kehendaknya. Paulus meletakkan batasan yang cukup ketat, ketika ia menuliskan “Dan siapa yang makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia meng-ucap syukur kepada Allah. Dan siapa yang tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia mengucap syukur kepada Allah” (Rom. 14 : 6b).

Kalimat “ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah” mengandung pengertian mendasar, yang terkait dengan “karena Kristus telah menerima dia”. Sama seperti Allah telah menerima Israel, demikian pula Dia menerima bangsa-bangsa oleh iman kepada Kristus, menjadi umat-Nya. Jadi, oleh sebab itu, janganlah saling mengahakimi sebab kita adalah anak-anak Allah.

c)     PANDANGAN PAULUS TENTANG PERILAKU ETIS DALAM HUBUNG-AN ANTAR WARGA JEMAAT


“Lakukanlah semuanya itu untuk Tuhan” Kalimat ini cukup terkenal dalam teologi Paulus. Di dalam beberapa surat Paulus menggunakan-nya ( bd. Efs. 6 : 7 --> “seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia” ). Maksud Paulus, tiap orang percaya yang mengha-yati anugerah Allah ( pembebasan dan penyelamatan ), seharusnya, mengucap syukur kepada Allah. Sikap bersyukur kepada Allah itu, tidak saja tampak dalam ritual keagamaan, melainkan juga dalam relasi sosial. Sama seperti ia membina hubungan baik dengan Allah dengan cara menyenangkan hati Allah, maka hal yang sama pula layak dilakukannya dalam memelihara hubungan baik dengan sesa-ma seiman.


KAPTEN MUSLIM
PENDETA ARIE A R IHALAUW
GPIB KASIH KARUNIA DI MEDAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar