Jumat, 19 April 2013

Rancangan PEMAHAMAN ALKITAB - Ulangan 17 : 1 - untuk IBADAH KELUARGA - Rabu, 24 April 2013




MEMBERI YANG TERBAIK
KEPADA ALLAH

“Janganlah engkau mempersembahkan bagi TUHAN, Allahmu, lembu atau domba, yang ada cacatnya, atau sesuatu yang buruk; sebab yang demikian adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu."

ULANGAN 11 : 1

disusun oleh

ARIE A. R. IHALAUW



I.       PENDAHULUAN

I.1. Mengenal Kitab Ulangan
               
Memang benar, jika kita mengatakan, bahwa selurut tulisan di dalam Alkitab yang berhubungan dengan “ucapan ilahi” adalah Firman Allah; akan tetapi kita juga patut memperhatikan, tidak semua ayat-ayat dan pasal-pasal di dalamnya diucapkan langsung (direct sentence) oleh Allah. Oleh karena itu, kita membutuhkan waktu untuk menafsir (eksegese) secara baik dan benar (bd. II Pet.  1:20 => “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri”). Himbauan inipun bertujuan mengingatkan, agar kita berhati-hati menafsirkan Kitab Ulangan (Hebrew Bible. DEBARIM; Vulgata. DEUTERONOMI).

a.  Kitab Ulangan (Hebrew Bible. DEBARIM; Vulgata. DEUTERONOMI) merupakan sebuah kumpulan “tradisi lisan” yang dimiliki masyarakat Agama Israel pada masa Kerajaan. Awalnya, ia bukanlah sebuah kitab utuh seperti yang kita miliki sekarang. Ia terdiri dari fragmen-fragmen narasi (sejarah, ucapan ilahi, aturan-aturan, dll) yang tersebar dalam persekutuan umat Israel.

b.  Nama Kitab

Nama DEBARIM (Ibr. םרִ֗יבָדְּ) diambil dari kata pertama dalam Kitab Ulangan 1 : 1 dalam Alkitab Bahasa Ibrani. Berasal dari DEBARIM (kata dasarnya : DABAR) yang berarti : Ucapan-ucapan atau Perkataan-Perkataan. Terkait DEBARIM (Ibr. םרִ֗יבָדְּ) kata ini bermakna : ucapan-ucapan yang diucapkan di padang gurun (atau kumpulan perkataan yang diucapkan selama pengembaraan umat di padang gurun).

     Alkitab Bahasa Latin (Vulgata) menterjemahkan DEBARIM (Ibr. םרִ֗יבָדְּ) menjadi DEUTERONOMI. So pasti, penterjemahannya bertolak dari latar belakang yang sama. DEUTERONOMI berasal dari 2 (dua) kata : DEUTERO artinya : kedua, salinan, kutipan atau kopian. Dengan demikian DEUTERONOMI berarti salinan perkataan-perkataan yang diucapkan sepanjang masa pengembaraan di padang gurun.

d.  Kapankah Kitab Ulangan dituliskan ?  

     Pada butir a di atas dikatakan, bahwa kitab ini merupakan tradisi lisan yang diwariskan turun-temurun. Oleh karena itu, banyak pakar teologi APL (Alkitab Perj. Lama) menelitinya berdasarkan kesaksian Alkitab juga bukti-bukti tertulis lainnya.

Salah satu bukti dikemukakan terkait reformasi keagamaan yang dilakukan oleh Raja Josia bin Amon dalam tahun 622/621 yang tertulis dalam kitab II Taw. 34:15 => Kata Inan Besar Hilkia kepada Panitera Safan : "Aku telah menemukan kitab Taurat di rumah TUHAN !" (bd. II Rj. 22:10). Temuan kitab Taurat itulah yang dimaksudkan DEBARIM (Ibr. םרִ֗יבָדְּ) atau DEUTERONOMI atau Kitab Ulangan.

Gulungan Kitab Taurat temuan Hilkia ini dijadikan sumber penulisan Kitab Ulangan {DEBARIM (Ibr. םרִ֗יבָדְּ) atau DEUTERONOMI }. Ia disebut juga sumber Deuteronomi (inisialnya : Sumber D).

Setelah seluruh Kerajaan Israel runtuh, maka para pemimpin kerajaan dan pemuka agama diasingkan ke Babilonia. Di sanalah para alim-ulama, aliran teologi Deuteronomi, menyalin kembali fragmen-fragmen Hukum Taurat, Sejarah Pengembaraan Israel serta Ucapan-Ucapan Ilahi di Padang Gurun. Penyusunan Kitab itu diperkirakan pada Abad V sb. M.

I.2.  Konteks Masyarakat Israel Masa Penulis Kitab Ulangan (Deuteronomi)

Untuk mengetahui jelas keadaan masyarakat Israel pra-eksilis (sebelum pembuangan) sampai ke masa pos-eksilis (sesudah pembuangan). Kita harus menyimak Kitab Raja-Raja dan Kitab Tawarik. Kedua kita tersebut merupakan Kitab Sejarah. Di samping itu masih ada juga beberapa kitab lain yang berhubungan, yakni : Kitab Nabi-Nabi, antara lain : Kitab Nabi Yeremia (masa pra-eksilis), juga Kitab Nabi Yeheskiel (sebagian nubuatnya diucapkan sebelum pembuangan dan sebahagian lagi selama masa pembuangan), sedangkan Kitab Deutero Yesaya (psl. 40-55), Kitab Trito-Yesaya (psl. 56-66). Kedua kitab yang disebut belakangan itu merupakan karya alim ulama Israel pada masa eksilis sampai pos-eksilis.

a.  Kondisi sosial keagamaan pada masa pra-eksilis.

     Bahan-bahan yang ditemukan dalam Kitab Raja-Raja dan Kitab Tawarikh kurang lengkap melukiskan keadaan masyarakat Yehuda-Yerusalem pra eksilis. Kita wajib membandingkannya dengan kesaksian Nabi Yeremia yang bekerja sejaman dengan Josia bin Amon, raja di Yerusalem.

     Menurut kesaksian Yeremia, kondisi masyarakat memprihatinkan, karena keluarga dan bangsawan kerajaan, kelompok bisnismen (pedagang) serta rohaniwan (penguasa) Baith Allah berbuat jahat (bd. Yer. 7 : 1–15, dll). Fungsi Baith Allah sebagai “lambang kehadiran TUHAN, tempat pengajaran di mana umat mencari namaNya dan memperoleh shaloom” telah berubah menjadi “sarang penyamun” (Yer. 7:11). Akibatnya seluruh umat menderita, karena penghakiman  (peradilan) dan penghukuman (pelaksanaan eksekusi) oleh Allah. Israel-Yehuda diasingkan ke Babilonia (587 sb. M)

b.  Kondisi Israel-Yehuda dalam Pengasingan di Babel.
    
Pada waktu itu, mereka mengalami kemerosotan mental-spiritual. Mereka putus asa. Keadaan itu dikatakan Nabi Trito Yesaya (masa kerjan nabi ini menjelang akhir pengasingan) :

Pandanglah dari sorga dan lihatlah dari kediamanMu yang kudus dan agung ! Di manakah kecemburuanMu dan keperkasaanMu, hatiMu yang tergerak dan kasih sayang-Mu ? Janganlah kiranya Engkau menahan diri ! Bukankah Engkau Bapa kami ? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala. Ya TUHAN, mengapa Engkau biarkan kami sesat dari jalanMu, dan mengapa Engkau tegarkan hati kami, sehingga tidak takut kepadaMu ? Kembalilah oleh karena hamba-hambaMu, oleh karena suku-suku milik kepunyaanMu ! Keadaan kami seolah-olah kami dari dahulu kala tidak pernah berada di bawah pemerintahanMu, seolah-olah namaMu tidak pernah disebut atas kami. (Yes. 63 : 15-19).

     Israel-Yehuda menyanyikan lagu penderitaan dan perkabungan (bd. Mz. 137 : 1 – 9), karena mengenang masa-masa di mana TUHAN memberkatinya. Mereka merasa perih, karena tidak bisa menyelenggarakan ibadah di Bait Suci di Bukit Zion. Bait Suci itu telah porak poranda.

c.  Mempersiapkan “umat baru” (sisa Israel) yang akan kembali membangun Yerusalem dan Bait Allah.

Nabi Yeheskiel (bekerja pada masa pengasingan) sengaja menegur Israel-Yehuda, katanya : Oleh karena itu katakanlah kepada kaum Israel : Beginilah firman Tuhan ALLAH : Bukan karena kamu Aku bertindak, hai kaum Israel, tetapi karena namaKu yang kudus yang kamu najiskan di tengah bangsa-bangsa di mana kamu datang” (36:22; bd. 36:32). 

Menurut Nabi Yeheskiel, Babilonia bukan saja tempat pengasingan umat Israel-Yehuda; akan tetapi di sanalah Allah bekerja mereformasi sebuah bangsa-baru, yang dimulai dari manusia-baru. Di sanalah Allah membaharui hati dan pikiran umatNya. Dia memberi Roh yang baru, agar mereka melaksanakan ibadah yang baru dengan ketaatan dan kesetiaan (bd. Yeh. 36:25-27). Itulah masa baru yang dimaksudkan oleh nabi Yeremia (Yer. 31; bd. Trito-Yes. 65:17). Jadi, Allah tidak menuliskan lagi Hukum Taurat Baru, seperti yang dilakukanNya di kaki Gunung Horeb / Sinai, ketika Israel membakar korban bakaran kepada patung anak lembu emas; akan tetapi Dia sendiri menuliskan Taurat itu dalam bathin umatNya (Yer. 31:33 => “... perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN : Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku). Suatu umat baru yang menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran (hukum).

II.     NASKAH PERIKOP DAN PENJELASAN

Janganlah engkau mempersembahkan bagi TUHAN, Allahmu, lembu atau domba, yang ada cacatnya, atau sesuatu yang buruk; sebab yang demikian adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu."

.  Ritual Persembahan dan Korban dalam Budaya-Agama-Suku.

a.1. Ritual Persembahan

Kisah tentang ritual persembahan bukan hanya dimiliki Israel-Yehuda (termasuk tradisi kristen) saja. So dari dolo, ritual tersebut tersebar dalam budaya-agama-suku di seantero jagad raya. Aktifitas keagamaan ini dilakukan tiap penganut untuk menghaturkan puji sembah kepada Sang Hyang Widhi (dewa-dewi, ilah-ilah, TUHAN, Allah). Contoh konkrit penyelenggaraan ritual ini terbaca dalam Kitab Kejadian 4 : 4 – 5 (persembahan Kain dan Habel).

a.2. Korban Persembahan

Korban persembahanpun amat tergantung pada pola budaya masyarakat : pertanian (masyarakat menetap) atau peternakan (masyarakat semi-nomaden, pengembara). Masyarakat pertanian memberi korban persembahan sesuai hasil usahanya : padi, gandum, ubi-ubian dan lain-lain sejenisnya; demikian pula masyarakat peternakan : kambing domba, lembu, dan lain-lain sejenisnya.

Korban persembahan yang diberikan Kan – Habel menunjuk pada kedua tipe masyarakat yang disebutkan di atas. Dengan sengaja Penulis Kitab Kejadian mempertentangkan ritual persembahan korban Agama Israel contra Budaya-Agama-Suku Kanaan. Seakan penulis menempatkan dan ingin membenarkan, bahwa model praktik persembahan korban yang diselenggarakan Israel sudah ada sejak dahulu kala, sekaligus model yang dipakai Habel itulah yang berkenan kepada Allah.

a.3. Motivasi dan Tujuan Penyelenggaraan Ritual Persembahan Korban.

       Umumnya pelaku budaya-agama-suku memiliki tujuan dan motivasi ibadah. Ritual itu dilaksanakan untuk memuja, menyenangkan dan menjaga relasi vertikal dengan ilahnya, supaya ia memenuhi semua keinginan penyembahnya. Ia memberkati hasil usaha serta melindungi dari bencana alam yang mematikan. Dalam hal ini ilah-ilah dijadikan alat untuk mencapai keinginan pelaku ritus.

b. Ritual Persembahan dan Korban dalam Agama Israel-Yehuda.
               
b.1. Motivasi dan Tujuan Ibadah Umat.

* Tuhan yang menciptakan Ibadah

Israel (Allah Abraham, Ishak dan Yakub) bukanlah objek ibadah seperti yang dilakukan oleh penganut budaya-agama-suku. Dia adalah kiblat (pusat) ibadah umat perjanjian. Dialah yang menciptakan manusia (Kej. 1:26-27; bd. Yes. 43:7; 45:12) juga umat Israel beserta leluhurnya (bd. Yes. 43:1; 45:15). Malahan, menurut Trito-Yesaya, Aku akan menciptakan puji-pujian. Damai, damai sejahtera bagi mereka yang jauh dan bagi mereka yang dekat --- firman TUHAN --- Aku akan menyembuhkan dia !” (Yes. 57:19). TUHANlah yang menciptakan Ibadah Umat Perjanjian !

* Bagaimanakah saya dapat menyimpulkan seperti itu ?

    Kesimpulan ini didasarkan pada pemahaman iman Israel-Yehuda  fungsi dan peran Hukum. Taurat (Ibr. hattorah), menurut katanya, berarti petunjuk / jalan yang diberikan Allah kepada umatNya melalui perantaraan Musa. Petunjuk bagaimana umat harus menyelenggarakan karya-ibadah-hidup dalam relasi vertikal dengan Allah (dalam hal ini Taurat menjadi petunjuk pelaksanaan ibadah umat perjanjian kepada TUHAN => penekanan dalam TEOLOGI HUKUM KEKUDUSAN --- Imamat & Bilangan --- sumber P)  dan relasi horisontal bersama sesamanya (dalam hal ini Taurat adalah Hukum / norma yang mengatur interaksi manusia dalam sistem kehidupan masyarakat => penekanan dalam TEOLOGI KITAB ULANGAN / sumber D). Simaklah contoh Ulangan 17 : 1 ini.

* Tujuan Allah memanggil (menciptakan dan membentuk) Umat Israel-Yehuda

a).   Keluaran 4 : 22 – 23

    4:22 Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; 4:23 Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung."

     Allah membebaskan (Kel. 20:2; Ul. 5:6) dan menciptakan Israel-Yehuda sebagai bangsa, agar mereka menyelenggarakan ibadah kepadaNya. Ibadah itu tidak hanya dilakukan di tanah perjanjian saja; akan tetapi diadakan sepanjang perjalanan mereka, sejak dari Mesir sampai ke tanah Kanaan. Dengan demikian, sepanjang perjalanan sejarahnya Israel berfungsi sebagai pelaksana penyelmatan bangsa-bangsa.

b).   Yesaya 42 : 6

       42:6 "Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, 42:7 untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.
Sesungguhnya, Israel-Yehuda itu sama seperti bangsa Palestina dan Ethiopia (bd. Am. 9:7). Akan tetapi berdasarkan --- kedaulatan yang tak terbatas dan oleh kasihnya yang besar --- telah memilih dan memanggil Israel-Yehuda menjadi umat kesayanganNya. Allah mengutus mereka menjadi perjanjian dan menjadi terang di tengah bangsa-bangsa. Dengan kata lain, Dia ingin menjadikan umatNya selaku alat untuk maksud penyelamatan bangsa-bangsa. Oleh karena itu, karya-ibadah-hidup umat Israel-Yehuda, seharusnya, membuka mata semua bangsa untuk mengenal dan datang menerima berkat keselamatan dari tangan Allah (bd. janji Allah kepada Abraham => Kej. 12:3b => “.... olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”).

* Tujuan Ibadah Umat Perjanjian        

a) Untuk Melayani TUHAN (Ulangan 18 : 5)

18:5 ...dipilih oleh TUHAN, Allahmu,...senantiasa melayani TUHAN dan -kebaktian demi nama-Nya, ia dan anak-anaknya.

b) Hati yang bersyukur dan bukan korban (Maz. 50 : 14, 23)

Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!
Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya."
   
   Pemasmur tidak mengatakan : “Persembah-kanlah korban syukur kepada Allah;” akan tetapi ia bermaksud menegaskan : “korban itu adalah pernyataan hati yang bersyukur, karena umat telah memperoleh keselamatan yang datang dari tangan Allah”. Pemahaman kedua inilah yang benar, dan dikembangkan rasul-rasul, khusunya Paulus.

*  Sifat Korban
               
     Penulis Ulangan mengatakan sifat korban itu “yang ada cacatnya, atau sesuatu yang buruk.” Menunjuk pada keadaan korban : belum berjantan, tidak cacat tubuhnya, tidak belang-belang, tidak sakit, melainkan utuh sempurna.

   Rasul Paulus menyatakan hal itu dalam Surat Roma : “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Rom. 12:1). Ketiga sifat itu : yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, sesungguhnya, menunjuk pada kesempurnaan dan kesucian hati.


*  Jumlah Persembahan

  Acapkali bertanya : “Berapakah jumlah persembahan yang kita berikan ?” Seharusnya, kita menjawab sendiri, jika membandingkannya dengan kasih karunia TUHAN dalam kehidupan keluarga dan pekerjaan kita. Berapakah yang telah TUHAN berikan kepada kita ?

    Mengatasi kesulitan ini, Paulus menegaskan : “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah menga-sihi orang yang memberi dengan sukacita” (II Kor. 9:7). Jumlah pemberian itu, sesungguhnya, muncul dari hati yang bersyukur, bukan disebabkan oleh dorongan karena terpaksa.

     PERTANYAAN :

1.  Menurut pemahaman saudara, apakah alasan untuk memberikan persembahan ?

2.  Menurut pendapat saudara, berapakah jumlah uang yang harus diberikan untuk mendukung pekerjaan TUHAN yang dilakukan oleh Gereja ?

3.  Menurut pandangan saudara, apakah tujuan saudara memberikan persembahan kepada Allah ?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar