RANCANGAN
PEMBERITAAN FIRMAN MINGGU
15 JULI 2012
INTEGRITAS
KEPEMIMPINAN
HAKIM – HAKIM 7 : 1
– 14
oleh
ARIE A. R. IHALAUW
Putera Sang Fajar
I
PENDAHULUAN
Akhir-akhir
ini Indonesia dihadapkan pada masalah kepemimpinan. Hal itu dikarenakan
perubahan dan perkembangan sosial cukup pesat. Berbagai masalah mendesak
‘orang-orang yang menghendaki jabatan pemimpin’ (bd. I Tim. 3:1a) untuk
mencitrakan diri sejalan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, tidaklah salah
jika dikatakan, bahwa kepemimpinan itu bertujuan menjawab seruan manusia di
dalam penderitaan. Secara fenomenal dapat disimpulkan demikian. Untuk maksud
dan tujuan tersebut, maka kepemimpinan itu dapat direkayasa oleh organisasi
maupun individual, agar sekurang – kurangnya ia memenuhi kebutuhan standar
banyak orang yang dipimpin.
KEPEMIMPINAN DAN KEBUTUHAN UMUM.
a). Ada banyak model kepemimpinan. Banyak
pakar kepemimpinan telah mengemukakan konsep kepemimpinan menurut disiplin
ilmu. Saya hanya mendeskripsikannya secara acak. Kepemimpinan
dikelompokkan ke dalam 2 (dua) jenis : kepemimpinan
karismatik dan kepemimpinan yang
direkayasa. Kepemimpinan karismatik sangat terhubung pada kemampuan
individual; sementara kepemimpinan yang direkayasa merupakan keharusan yang
dibutuhkan organisasi dari seorang calon pemimpin. Kepemimpinan yang direkayasa ini lahir dari tuntutan masyarakat
yang tampak pada norma tertulis. Biasanya kepemimpinan seperti ini merupakan
pengungkapan dari pemahaman jatidiri organisasi. Ia dipikirkan, direncanakan
dan dirumuskan untuk ditaati dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Oleh
karena itu, seseorang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin banyak orang
memerlukan pengetahuan lengkap tentang sistem
yang akan dimasukinya serta model
kepemimpinan yang dikehendaki organisasi tersebut. Meskipun diakui juga
bahwa bakat lahiriah turut
mempengaruhi kepemimpinan seseorang; tetapi calon pemimpin pun membutuhkan pengetahuan yang cukup tentang hal itu
serta pengalaman pribadi.
b). Ada
banyak faktor pembentuk citra kepemimpinan, salah satunya : kebutuhan orang banyak dalam organisasi
(sistem). Faktor ini terkait konteks sosial-budayanya.
Marilah kita
belajar menyimak kepemimpinan Gideon menurut cerita penulis Kitab Hakim-Hakim.
II
PERIKOP BACAAN DAN PENJELASAN
A. NASKAH PERIKOP BACAAN
7:1 Adapun Yerubaal--itulah Gideon--bangun
pagi-pagi dengan segala rakyat yang bersama-sama dengan dia, lalu mereka
berkemah dekat mata air Harod; perkemahan orang Midian itu ada di sebelah
utaranya, dekat bukit More, di lembah. 7:2
Berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: "Terlalu banyak rakyat yang bersama-sama
dengan engkau itu dari pada yang Kuhendaki untuk menyerahkan orang Midian ke
dalam tangan mereka, jangan-jangan orang Israel memegah-megahkan diri terhadap
Aku, sambil berkata: Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku. 7:3
Maka sekarang, serukanlah kepada rakyat itu, demikian: Siapa yang takut dan
gentar, biarlah ia pulang, enyah dari pegunungan Gilead." Lalu pulanglah
dua puluh dua ribu orang dari rakyat itu dan tinggallah sepuluh ribu orang. 7:4 Tetapi
TUHAN berfirman kepada Gideon: "Masih terlalu banyak rakyat; suruhlah
mereka turun minum air, maka Aku akan menyaring mereka bagimu di sana. Siapa
yang Kufirmankan kepadamu: Inilah orang yang akan pergi bersama-sama dengan
engkau, dialah yang akan pergi bersama-sama dengan engkau, tetapi barangsiapa
yang Kufirmankan kepadamu: Inilah orang yang tidak akan pergi bersama-sama
dengan engkau, dialah yang tidak akan pergi." 7:5
Lalu Gideon menyuruh rakyat itu turun minum air, dan berfirmanlah TUHAN
kepadanya: "Barangsiapa yang menghirup air dengan lidahnya seperti anjing
menjilat, haruslah kaukumpulkan tersendiri, demikian juga semua orang yang
berlutut untuk minum." 7:6
Jumlah orang yang menghirup dengan membawa tangannya ke mulutnya, ada tiga
ratus orang, tetapi yang lain dari rakyat itu semuanya berlutut minum air.7:7Lalu
berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: "Dengan ketiga ratus orang yang
menghirup itu akan Kuselamatkan kamu: Aku akan menyerahkan orang Midian ke
dalam tanganmu; tetapi yang lain dari rakyat itu semuanya boleh pergi,
masing-masing ke tempat kediamannya."7:8Dari
rakyat itu mereka mengambil bekal dan sangkakala; demikianlah seluruh orang
Israel disuruhnya pergi, masing-masing ke kemahnya, tetapi ketiga ratus orang
itu ditahannya. Adapun perkemahan orang Midian ada di bawahnya, di lembah. 7:9
Pada malam itu berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Bangunlah, turunlah menyerbu
perkemahan itu, sebab telah Kuserahkan itu ke dalam tanganmu. 7:10
Tetapi jika engkau takut untuk turun menyerbu, turunlah bersama dengan Pura,
bujangmu, ke perkemahan itu; 7:11
maka kaudengarlah apa yang mereka katakan; kemudian engkau akan mendapat
keberanian untuk turun menyerbu perkemahan itu." Lalu turunlah ia bersama
dengan Pura, bujangnya itu, sampai kepada penjagaan terdepan laskar di
perkemahan itu. 7:12
Adapun orang Midian dan orang Amalek dan semua orang dari sebelah timur itu
bergelimpangan di lembah itu, seperti belalang banyaknya, dan unta mereka tidak
terhitung, seperti pasir di tepi laut banyaknya. 7:13
Ketika Gideon sampai ke situ, kebetulan ada seorang menceritakan mimpinya
kepada temannya, katanya: "Aku bermimpi: tampak sekeping roti jelai
terguling masuk ke perkemahan orang Midian; setelah sampai ke kemah ini,
dilanggarnyalah kemah ini, sehingga roboh, dan dibongkar-bangkirkannya,
demikianlah kemah ini habis runtuh." 7:14
Lalu temannya menjawab: "Ini tidak lain dari pedang Gideon bin Yoas, orang
Israel itu; Allah telah menyerahkan orang Midian dan seluruh perkemahan ini ke
dalam tangannya."
B. PENJELASAN UMUM
1. Penggunaan Istilah
a). HAKIM – HAKIM
bukanlah sama maknanya dalam kosa kata Bahasa
Indonesia. Kata Ibrani tersebut mempunyai banyak peng-arti-an, seperti : pemimpin,
hakim, panglima perang, pemuka formal masyarakat dalam suku-suku Israel.
Jadi tugas dan tanggungjawab seorang hakim bukan saja mengurusi kasus-kasus
sengketa hukum dalam masyarakat Israel.
b). SOPHET. Seseorang yang bertugas di bidang hukum, oleh
orang Israel disebut : sophet. Ia
berperan menentukan keadilan dalam kasus sengketa hukum.
Dengan demikian Israel mempunyai berbagai
kata untuk mengkategorikan tugas pemimpin, seperti : Imam,
Hakim, Raja, Kepala Suku, dan lain-lain. Mereka yang menduduki jabatan
itu disebut pemimpin formal sesuai status hukum masing-masing. Mereka ini
memiliki otoritas hukum ketatanegaraan Israel.
2. Kondisi Israel sesudah Pendudukan tanah suku-suku Kanaan.
Kita harus ingat, bahwa tanah Kanaan itu bukan milik
Israel. Jauh sebelum Abraham datang dari Ur di Iraq (Kasdim), di sana
sudah berdiam suku-suku pribumi. Masalahnya muncul karena Israel menyatakan,
bahwa wilayah Kanaan adalah ‘tanah perjanjian’ yang diberikan Allah kepada leluhurnya
: Abraham, Ishaq dan Yakub (Israel).
Sejak penaklukan dan pembagian tanah Kanaan
oleh Yoshua, Israel menghadapi sikap permusuhan dari penduduk pribumi. Keadaan
itu telah dialami sejak masa kepemimpinan Yoshua bin Nun. Setelah ditinggalkan
Yoshua, masing-masing suku Israel dipimpin oleh seorang pemimpin yang disebut Hakim.
Sudah ada beberapa pemimpin, seperti : Otniel (Hak. 3:7-11), Ehud
(Hak. 3 : 12 – 30), Samgar (Hak. 3:31), dan Debora
(Hak. 4 – 5), sebelum Gideon menjadi pemimpin Israel.
3. Kebutuhan Umat / rakyat
Meskipun menurut pemahaman agamis, jabatan
itu pemberian Allah, namun selayaknya kita menyoroti pengadaan sosok pejabat / pemimpin
dari sudut pandang sosial . Artinya, kita mengakui jabatan adalah karunia ilahi,
tetapi sosok manusia yang akan menduduki jabatan itu dipilih oleh umat /
rakyat (bd. Kel. 18:13-24) serta keinginan seseorang untuk menjadi pejabat
(I Tim. 3:1a). Dan, menurut kesaksian Alkitab, TUHAN menyetujui pendapat ini (bd. I Sam. 8:7a -> “TUHAN berfirman
kepada Samuel : "Dengarkanlah
perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu,…”).
Jabatan dan Akulturasi Budaya. Eksistensi Israel sebagai bangsa merdeka
masih dalam “proses menjadi.” Dikatakan demikian, karena sejak dari masa
leluhurnya Israel adalah kaum semi-nomaden (pengembara yang berpindah-pindah tempat)
menurut mata pencahariannya (peternakan). Sistem masyarakat semi-nomaden
berbeda dari suku-suku Kanaan yang sudah menetap lama. Suku-suku Kanaan telah
memiliki sistem kehidupan masyarakat yang mapan.
Sistem Ajaran Agama Israel. Israel yang keluar dari Mesir adalah kaum
semi-nomaden. So pasti, ia akan menghadapi ancaman alam dan lingkungan
sosialnya, juga permasalahan terkait ikatan kekerabatan/kekeluargaan. Permasalahan ikatan kekerabatan itu mencuat
ke permukaan, karena di dalam kelompok kaum budak (Ibrani) itu terdapat banyak
orang yang berasal dari beragam latarbelakang sosial. Bukan murni keturunan
Abraham, Ishaq dan Yakub. Keragaman latarbelakang sosialpun dapat memicu
deintegrasi. Oleh karena itu, menyadari akan bahaya tersebut Musa, selanjutnya
Yosua, mengikatkan Israel kepada warisan kepercayaan tentang perjanjian
yang diikatkan oleh Allah kepada leluhurnya (bd. Yos. 24). Ada 2 (dua)
faktor yang menjadi pilar pembangunan kesatuan umat, yakni : pemahaman
/ pengakuan iman Israel (Ul. 6:4-5) dan hukum Allah (Kel.
20:1–17; bd. Ul. 5: 1–22). Salah satu klausul hukum Taurat adalah sunat
(Kej. 17:9-14; bd. Kel. 12:43-49). Orang asing (bukan keturunan Yakub) diberikan
status kewarganegaraan Israel, jikalau ia telah disunat.
Kesimpulan. Masalah semakin kompleks ketika Israel
menduduki Kanaan. Bukan saja masalah keamanan territorial, tetapi juga
perjumpaan iman Israel dan budaya-agama-suku Kanaan. Bangsa ini
mulai belajar membangun sistem masyarakat (keumatan), misalnya : kasus
Samuel contra Umat Israel mengenai pengadaan jabatan raja (I Sam. 8).
Umat Israel mengadaptasi sistem pemerintahannya seperti yang dilihat dari
suku-suku sekitarnya. Sementara, sejak masa Abraham, Israel memahami dan
mengakui : TUHAN adalah
Allah dan Israel umatNya. Pandangan
inilah yang mendasari konsep kepemilikan dan pemerintahan Allah atas Israel,
disebut juga : Teokrasi. Desakan Israel meminta raja dimengerti Samuel sebagai
sikap
sinkritis yang mengancam subtansi keyakinan iman umat. Dan, sikap
demikian akan mengancam integritas bangsa. Dengan demikian perang yang dimaksudkan
bukan saja untuk menjaga kedaulatan Israel atas tanah perjanjian,
melainkan juga melawan akulturasi yang membahayakan keyakinan iman umat.
4. Latarbelakang Gideon.
a). Sikap Sinkritis Keluarga
Gideon.
Sejarah Gideon dan keluarganya (tradisi
Gideon) diceritakan dari Hakim–Hakim 6:1
– 9:57. Masa lalu Gideon diceritakan penulis dalam Hak. 6:1–40. Sebelum Gideon
dipilih TUHAN menjadi pemimpin umat, ia
menganut Agama Yahwis yang diajarkan Musa, tetapi bersamaan dengan itu
keluarganya masih menyembah Baal (6:10, 23-32).
b). Sikap Gideon bin Yoas bin Abiezer terhadap
panggilan Allah.
Allah ingin memakai Gideon bin Yoas dari
keturunan Manasye sebagai juruselamat atas umatNya; akan tetapi ia berkeberatan
karena sukunya, Manasye, kecil jumlahnya di antara suku-suku Israel (6:14-16).
TUHAN menguatkan hati Gideon bin Yoas melalui
mujizat yang dilakukanNya (6:19-24, 36-40).
c). Penyertaan Allah atas
Gideon bin Yoas
Keyakinan iman Israel, selaku suku
semi-nomaden, digemakan ulang oleh penulis kitab ini, tulisnya : “Akulah yang
menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai
habis.” (6:16; bd.
6:8-10, 12,36). Pernyataan Gideon bin Yoas menggemakan pengakuan, bahwa ia
bukan juruselamat tetapi TUHAN, Allah Israel. Gideon hanya mediator / perantara
saja.
5. Kondisi sosial Israel ketika Gideon bin Yoas dipilih Allah.
Penulis Kitab Hakim-Hakim menceritakan tentang
penyerangan suku Midian (6:14; 7:1-3). Gangguan keamanan territorial itu telah
berlangsung selama tujuh tahun, setelah kematian Debora (6:1-6). Penyerangan
dan pendudukan Midian telah menimbulkan penderitaan (6:6), lalu mereka berseru
meminta pertolongan TUHAN (6:7).
6. Kesimpulan
Melalui Penjelasan Umum ini kita memperoleh
gambaran menyeluruh mengenai :
a. Latarbelakang
orang pilihan TUHAN untuk melakukan pekerjaanNya. Sama
seperti tokoh-tokoh Alkitab lainnya, Gideon adalah seorang berdosa. Ia hidup di
tengah keluarga yang menyembah berhala (simak juga pengakuan nabi Yesaya dalam
cerita tentang panggilannya – Yes. 6:5).
b. Gideon
menyadari akan kelemahan dan keterbatasannya; oleh karena itu, ia menampik
panggilan dan pilihan Allah (gejala ini hampir terdapat dalam semua tradisi
para nabi). Dengan demikian setiap pemimpin umat insyaf, bahwa hanya
TUHANlah yang menyelamatkan, sedangkan pemimpin
adalah pelaksana. Allah yang
memanggil dan memilih, Dia juga akan menyertai utusanNya. Tradisi iman ini
sudah ada sejak Abraham sampai Gereja masa kini. Jadi seorang utusan yang memimpin
pekerjaan Allah, seharusnya, percaya akan penyertaan dan pemeliharaan TUHAN atas kehidupannya. Ia tidak boleh
mengandalkan kekuatan intelektual dan pisik, melainkan menaruh harapan penuh
kepada Allah yang bekerja melalui karyanya. Sejauh ia setia mengasihi dan taat
memberlakukan kehendakNya, maka Allah akan membuat segala usahanya berhasil
(bd. II Taw. 26:5).
c. Allah
memanggil dan memilih siapapun menurut kehendakNya untuk melakukan
penyelamatan/pembebasan umat dari penderitaan. Latarbelakang konteks sosial itu
dituliskan jelas oleh penulis (6:6-7). Jadi di setiap kesempatan di mana
penderitaan akan menghancurkan kehidupan ciptaan, TUHAN bertindak menyelamatkan / membebaskan dengan
mengutus orang pilihanNya. Ciri cerita ini selalu mengulang dalam penulisan
Alkitab tentang sejarah keselamatan (simaklah latarbelakang Exodus I dari
Mesir, Exodus II dari Babel dan karya Yesus Kristus).
C. PENJELASAN
KHUSUS (Perikop Bacaan)
Perikop bacaan ini menyoroti beberapa hal
yang akan diberitakan dalam Ibadah Jemaat, antara lain :
a). Ujian Allah atas Gideon dan konsep
kepemimpinannya
Gideon maju membawa 32.000 laskar (7:3c) dari
suku Naftali, Asyer dan Manasye (7:23) untuk berperang melawan suku Midian dan
Amalek, yang berjumlah 15.000 (8:10). Akan tetapi TUHAN tidak menginginkan jumlah sebanyak itu,
sebab jika kemenangan itu tercapai, maka Gideon dan laskarnya akan menjadi
sombong (7:2-3).
b). Penyaringan Laskar Perang.
Allah memerintahkan Gideon melakukan 2 (dua)
kali penyeringan : pertama, tiap laskas membuat pilihan ikut ataukan mundur.
Dari jumlah 32.000 ternyata 22.000 mengundurkan diri (7:3c). Kedua, ke – 10.000
yang sisa itu disuruh minum air layaknya seperti seeokor anjing (7:4-6).
Akhirnya bersama 300 orang Gideon maju berperang.
c). Penyertaan Allah
Cerita ini menggambarkan kekuatiran Gideon
menghadapi jumlah besar tentara Midian dan Amalek. Akan tetapi ia tidak dapat
membantah keputusan Allah. Mengapa ? Oleh karena ia telah melihat nyata-nyata
mujizat yang dibuat Allah (6:17-23, 36-40).
Mujizat itu dikuatkan oleh pernyataan Allah kepadanya : “Aku
akan menyerahkan orang Midian ke dalam tanganmu…” (7:7b; bd. 7:14b, 15b).
d). Strategi Perang (perencanaan)
Kekuatan
iman yang didasarkan janji Allah (7:7b) membuka akalbudi Gideon. Janji Allah
itu diwujudkan melalui penyusunan strategi perang yang baik : mengumpulkan
bekal (7:8) serta mengatur siasat perang (7:16-25). Di sini kita mengerti betapa
pentingnya iman dan pengetahuan diperlukan untuk menyusun strategi.
e). Bekerja
bersama Allah akan mencapai keberhasilan.
Alur cerita
tentang kemenangan perang melawan orang Midian dan Amalek mengungkapkan
pandangan teologi Israel tentang manusia yang bekerja bersama Allah.
Kemenangan (keberhasilan) ditentukan oleh pemahaman iman tentang anugerah Allah serta
hasil
usaha Gideon (penyusunan strategi-taktis berperang).
d). Integritas Gideon sebagai
Pemimpin Umat.
Dari riwayat Gideon, kita dapat memetik
pelajaran tentang apakah yang dimaksudkan integritas seorang pemimpin. Ada beberapa
faktor pembangun integritas pemimpin umat
Allah :
1. Keyakinan Iman.
a. Memegang
teguh prinsip-prinsip kerja yang digariskan oleh persekutuan.
b. Kepercayaan
kepada kekuatan Allah. Pandangan ini bertumbuh dari pemahaman iman, bahwa TUHAN yang memanggil dan mengutus seseorang untuk
mengerjakan pembebasan / penyelamatan umat dari penderitaan.
b. Keyakinan
akan panggilan dan pilihan Allah itu menumbuhkan rasa percaya diri (self-confidence) serta rasa tanggungjawab (self of responsibility) atas pelaksanaan pekerjaan
yang dipercayakan oleh Allah.
2. Sikap Konsistensi
a. Sikap
konsistensi yang sejajar antara ucapan dan tindakan. Hal ini mencerminkan
pemahaman sang pemimpin tentang sikap setia dan disiplin menjalankan tugasnya.
b. Kerelaan
menerima risiko / konsekwensi dari kebijakan yang diputuskan, jika bertentangan
dengan hasil yang direncanakan, situasi yang dihadapi dan penolakan konteks.
3. Pengetahuan dan Hikmat / Kebijaksanaan.
a. Pengetahuan.
Seorang pemimpin wajib memiliki pengetahuan yang membantunya untuk menyusun
Visi (tujuan) dan Misi (strategi) untuk menggerakkan (mobilisasi) umat untuk
masa depan yang dicita-citakan.
b. Hikmat
/ Kebijaksanaan. Seorang pemimpin haruslah berhikmat, supaya ia dapat
membijaki keputusan-keputusan, yang mungkin tidak dapat dijalankan seperti yang
dipikirkannya.
III
PEMBERITAAN DALAM KONTEKS SOSIAL YANG DIHADAPI
WARGA JEMAAT.
Hikayat Gideon mengisahkan panggilan dan
pengutusan ‘mantan pendosa’ (penyembah
Baal) oleh TUHAN, Allah Israel. Ada beberapa
butir pelajaran yang dapat ditarik dari hikayat ini :
1. TUHAN
Allah berdaulat penuh untuk memanggil, memilih dan mengutus siapapun yang berkenan
di hatiNya.
2. Orang
pilihanNya itu wajib menjalankan rencana kerjaNya, yakni : bekerja untuk
membebaskan / menyelamatkan umat dari penderitaan.
3. Ia
selalu patuh mengasihi Allah dengan cara melaksanakan firmanNya. Ia belajar terus
menerus dari cara Allah memimpin hidupnya, supaya karena pengalaman itu ia
dimampukan membawa umat keluar dari berbagai kesusahan. Hidup mengandalkan
Allah (bd. Yer. 17:7; II Taw. 26:5).
4. Pengetahuan
yang dimiliknya perlu dikembangkan untuk melayani Allah dan umatNya.
5. Ia
patut merendahkan hati di hadapan Allah (I Pet. 5:6, 10) dengan membiarkan
RohNya menguasai dirinya untuk menjalankan maksud dan tujuan ilahi.
6. Kemenangan
adalah anugerah Allah, bukan hasil usaha manusia. Tetapi manusia yang beriman
bukan saja hidup dari mujizat Allah, melainkan bekerja untuk meningkatkan
kualitas hidup bersama. Inilah mujizat dalam kehidupan nyata.
IV
AKHIRUL’KALAM
Semoga
catatan-catatan ini bermanfaat untuk membantu para pemberita firman yang akan
bertugas di Hari Minggu, 15 Juli 2012.
Salam dan
doa
PUTERA SANG
FAJAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar