PEMBERITAAN FIRMAN
DALAM KEBAKTIAN RUMAHTANGGA
HARI RABU – 11 JULI 2012
POKOK PEMBERITAAN
BUKAN SOAL BERCADAR ATAU TIDAK BERCADAR
TETAPI PIKIRKANLAH KEPENTINGAN BERSAMA DALAM JEMAAT
BACAAN PERIKOPAL
I KORINTUS XI : 10 – 16
TUJUAN KHUSUS PEMBERITAAN
Mengajar dan mendidik Warga
Gereja
untuk saling menghormati
keragaman latar belakang tiap
anggotanya, serta menomor
satukan kepentingan bersama.
Ditulis oleh
ARIE A. R.
IHALAUW
-----oooo00oooo-----
PENGANTAR KE DALAM MATERI
Gereja /
Jemaat adalah ciptaan Allah melalui pekerjaan Yesus Kristus. Ia terdiri dari
berbagai anggota yang memiliki latar belakang etnik, status sosi-ekonomi, jenis
kelamin, hubungan marital berbeda. Gereja / jemaat bukan bersifat homogen. Allah
menghimpunkan (menguduskan) anggota-anggota Gereja / Jemaat, agar menjadi saksi
bagiNya.
Gereja /
Jemaat yang diutus Yesus Kristus ke tengah-tengah masyarakat-bangsa Indonesia.
Kita menyadari bahwa masyarakat-bangsa ini juga bersifat majemuk. Memiliki
keaneka ragaman etnik, budaya, suku dan sebagainya. Keberadaan itupun mewarnai
keanggotaan Gereja / Jemaat. Oleh karena itu, Gereja/Jemaat, selayaknya,
menjadi contoh yang benar dan baik tentang persekutuan (kesatuan dan keutuhan)
dari orang-orang dengan berbagai latar belakang.
I
PENDAHULUAN
Bertahun-tahun
lalu kaum perempuan se-dunia, khususnya di Indonesia, telah mengadakan
perlawanan terhadap superioritas (pengunggulan) kaum laki-laki di segala aspek
kehidupan sosial; katakanlah, Gerakan Emansipasi
Wanita (sejak masa R.A.Kartini), Women
Liberation (Women’s Lib), sampai saat ini masalah yang sama dikemas dalam
segelan baru : Kekerasan Dalam
Rumahtangga (KDRT). Semua hal itu membicarakan masalah hak, fungsi dan peran perempuan dalam masyarakat.
Sesungguhnya, masalah kaum perempuan bukan merupakan hal baru dalam
masyarakat. Keadaan kaum perempuan amat dipengaruhi mitos-mitos yang mengandung
nilai-nilai pembentuk budaya (pola pikir dan perilaku manusia) di dalam
masyarakat. Saya mengajak saudara untuk mendalami mitos Penciptaan Manusia yang
disadur oleh Penulis Kitab Kejadian (Cerita I : Kej. 1 : 26 – 2 : 7; Cerita II
: Kej. 2 : 18 – 23). Kedua cerita tersebut merupakan satu kesatuan, namun
ditempatkan dalam fungsi berbeda :
Cerita I
-> KEJADIAN 1 : 26 – 28 difungsikan dalam Liturgis - Ibadah Umat
Israel (fungsi keagamaan)
26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,
supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap
di bumi." 27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 28. Allah memberkati mereka, lalu Allah
berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah
dan bertambah banyak; penuhilah bumi
dan taklukkanlah
itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas segala binatang yang merayap di bumi."
Cerita I (Kej.
1:25-28) dipakai sehubungan dengan tradisi penyembahan Israel akan Allah.
Israel memahami dan mengakui, bahwa TUHAN, Allahnya,
adalah Pencipta alam semesta. Tidak ada dewa-dewi atau ilah-ilah yang sebanding
dengan Dia (bd. Yes. 44:24; 45:9-19, dan ayat-ayat lain di dalam Alkitab).
Pemahaman iman umat Allah itu dilatarbelakangi oleh cerita tentang pencitaan
Israel, keturunan Yakub, sebagai sebuah bangsa merdeka, setelah pembebasa
(exodus) dari Mesir, sebuah karya reflektif atas peristiwa konkrit dalam
sejarah kebangsaan / keumatan Israel.
Cerita II
-> KEJADIAN 2 : 18 – 23 difungsikan dalam relasi sosio-kultural
(fungsi budaya)
18. TUHAN Allah
berfirman : "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan penolong
baginya, yang sepadan dengan dia." 19. Lalu TUHAN Allah
membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara.
Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia
menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk
yang hidup,
demikianlah nanti nama makhluk itu. 20. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan
kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan
dengan dia.
21. Lalu TUHAN
Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah
satu rusuk dari padanya,
lalu menutup tempat itu dengan daging. 22. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 23. Lalu berkatalah manusia itu : "Inilah
dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan,
sebab ia diambil dari laki-laki."
Cerita II
(Kej. 2:18-23) merupakan perlukisan dari kondisi sosio-kultural Israel, setelah
pendudukan Kanaan. Sesuai pola / model kebudayaan suku bangsa Semith yang berkiblat
pada budy feudal – ptriarkis, Israel memakainya menjadi landasan
pembangunan masyarakat. Suku-suku bangsa Semith (akar kata Sem, anak Nuh – Kej.
10:27-31; Kej. 11:10-26, khususnya ayat 25 – 27 -> “Nahor masih hidup seratus sembilan
belas tahun, setelah ia memperanakkan Terah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan
perempuan.
Setelah Terah
hidup tujuh puluh tahun, ia memperanakkan Abram, Nahor dan Haran. Inilah
keturunan Terah. Terah memperanakkan Abram, Nahor dan Haran, dan Haran memperanakkan Lot”).
Menurut kesaksian Kejadian 11:25-27, Nahor “memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan,”
tetapi yang dicatatkan hanyalah anak-anak lelaki. Sebab menurut budaya patriarkis,
anak-anak lelakilah yang melanjutkan keturunan ayahnya. Sementara anak-anak
perempuan tidak terhitung, karena mereka akan meninggalkan rumah ayahnya dan
mengikuti sang suami.
Pada sisi
lain, kalimat yang dituliskan penulis Kejadian -> “TUHAN Allah berfirman : Tidak baik,
kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia" (Kej. 2:18), sesungguhnya, menggambarkan pandangan
terhadap kaum perempuan dalam tradisi budaya masyarakat Israel umumnya. Untuk
menambah keyakinan intelektual, sebaiknya, kita membandingkan hak dan status
kaum / anak perempuan menurut tradisi
hukum masyarakat Israel.
MENEPIS PANDANGAN EMANSIPASI
PEREMPUAN.
Kaum perempuan dalam
masyarakat modern cenderung berpandangan
miring terhadap
hampir semua ayat-ayat dalam Kitab-Kitab Suci Agama-Agama Langit tentang status
sosial dan status
hukum kaum perempuan. Sikap itu dipengaruhi oleh
kelompok politik tertentu yang berasal dari Eropa dan Amerika. Ada suatu proses
akulturasi budaya, jika tidak mau dikatakan intervensi budaya asing, ke dalam
budaya lokal Asia-Afrika dengan menggunakan kondisi sosio-kultural lokal.
Celakanya gagasan konseptual itu tidak bersikap adil memandang ayat-ayat Kitab
Suci Agama-Agama Langit (Yahudi – Kristen – Islam) sesuai konteks budaya
masyarakat lokalnya. Gerakan ini mengkritisi hampir seluruh ayat-ayat Kitab
Suci Agama apapun yang kurag mendukung tujuannya. Di sinilah letak kurangnya
kesadaran dan penalaran penggerak emansipasi kaum perempuan terhadap
nilai-nilai keagamaan. Semestinya, jika ayat-ayat itu dikritisi, maka sebaiknya gerakan emansipasi kaum perempuan mengoreksi
tradisi kebudayaan yang berlaku pada masa penulisan Kitab Suci, dan bukan
pada nilai-nilai keyakinan yang dianut dan diajarkan masing-masing agama. Mudah-mudahan kaum perempuan yang
mendukung gerakan emansipasi menyadarinya.
MENEPIS DIKOTOMI AKAN AJARAN KITAB
SUCI (KHUSUSNYA ALKITAB) TENTANG LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN.
Di atas telah dijelaskan secara ringkas penciptaan
manusia menurut Cerita I (Kej. 1:26-28) dan Cerita II (Kej. 2:18-23).
Alkitab tidak memisahkan dan memilahkan pekerjaan Allah
secara khronologis : laki-laki mendahuli perempuan. Saya berpegang teguh pada
Cerita I, bahwa “Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki
dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej.
1:27). Mengapa demikian ? Sebab Cerita II tentang penciptaan manusia perempuan
merupakan sebuah refleksi sosio-budaya saja. Cobalah membayangkan !, siapakah
manusia yang menjadi saksi, ketika Allah menciptakan segala sesuatu dalam alam
semesta ? Tidak ada seorangpun di sana ! Jikalau tidak ada seorang manusiapun
yang menjadi saksi atas peristiwa tersebut, dapatkah ia menyatakan : Allah
menciptakan manusia-laki-laki terlebih dahulu, barulah kemudian manusia-perempuan ? Yang
jelas Allah menciptakan manusia (spesies makhluk ciptaan) menurut jenis kelamin
(kodrat) : laki-laki dan perempuan.
OBJECTION. Saya berkecenderungan kuat untuk meletakkan titik
berangkat dari Cerita I (Kej. 1:26-28). Hal ini dikarenakan :
1. Umumnya masyarakat beragama cenderung menekankan proses kehadiran
manusia di atas bumi : laki-laki duluan, baru sesudah itu perempuan.
2. Pandangan seperti itu, bukanlah inti/esensi kesaksian Kitab Suci semua Agama Langit. Inti/esensi-nya adalah
TUHAN Allah sendiri yang menciptakan manusia-laki-laki maupun manusia- perempuan
sekaligus dan dalam waktu bersamaan. Kitab-Suci semua Agama Langit hendak
menegaskan, bahwa pada
saat penciptaan Allah tidak membedakan fungsi-peran mereka. Inti / esensi kesaksiannya adalah ALLAH MENCIPTAKAN MANUSIA.
3. Manusialah yang menciptakan fungsi dan struktur budaya terkait
aktifitasnya sesuai peran sosial, juga pembagian tugas, menurut model budaya
lokal (pengertian ini saya simpulkan berdasarkan kesaksian penulis Kejadian : “Lalu
TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di
udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia
menamainya; dan seperti
nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu” -> Kej. 2:19).
4. Uraian di atas (butir 3) dengan lugas dapat menjawab persoalan
dalam masyarakat yang menganut pandangan matriarkis (masyarakat menurut garis
keturunan perempuan, seperti budaya masyarakat Minang, dan lain-lain di
berbagai belahan bumi).
5. Penalaran tersebut menangkal pandangan miring terhadap kaum
perempuan, bahwa mereka menjadi sumber kejatuhan ke dalam dosa. Pemahaman
seperti itu merupakan kebiasaan kaum laki-laki yang bertujuan
mengkambinghitamkan pihak perempuan atas kondisi berdosa. Pandangan tersebut
masih terdengar pada ucapan dan terlihat dari tindakan kaum laki-laki, sebagai
suami / kepala rumahtangga sampai hari ini (sejenis KDRT terhadap kaum
perempuan).
Dengan
demikian saya menghimbau semua perempuan yang mengaktifkan diri mengikuti
pandangan emansipasi, agar mengubah sikap / kecenderungan yang kurang
menghormati nilai-nilai keagamaan yang termuat dalam kesaksian semua Kitab Suci
Agama-Agama Langit.
II
PERIKOP DAN PENJELASAN
A. NASKAH SURAT 1 KORINTUS XI
9 . Dan
laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki.
10. Sebab
itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para
malaikat.
11. Namun
demikian, dalam
Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa
perempuan.
12. Sebab
sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki
dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah.
13. Pertimbangkanlah
sendiri : Patutkah
perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung ?
14. Bukankah
alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia
berambut panjang,
15. tetapi
bahwa adalah kehormatan
bagi perempuan, jika ia berambut panjang ? Sebab rambut
diberikan kepada perempuan untuk menjadi
penudung.
16. Tetapi
jika ada orang yang mau membantah, kami maupun Jemaat-jemaat Allah tidak
mempunyai kebiasaan yang demikian.
B. PENJELASAN
B.1. Penjelasan
Umum
a. Latarbelakang
Rasul Paulus.
Seseorang penulis harus jujur dalam menuliskan sebuah
biograpi. Ia tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun dan sumber-sumber cerita.
Seharusnya ia bersifat objektif.
Paulus tidak termasuk ke dalam kelompok murid Yesus an sich (12 murid
maupun pengikutNya). Memang benar, Paulus, yang dahulu bernama Saulus, adalah
keturunan Ibrani-Yunani. Berasal dari Kota Tarsus, di Turki Modern saat ini
(dahulu ditulis Tarsis). Ia dikirim oleh ayahnya untuk mempelajari tradisi
Agama Israel terkait Hukum Taurat di bawah asuhan Rabbi Gamaliel, dari aliran Parisi.
Tidaklah mengherankan, jika Paulus sangat menguasai tradisi tersebut.
Paulus tidak pernah diceritakan dalam Injil-Injil
Sinoptis terkait masa kerja Yesus. Ia juga tidak diceritakan dalam peristiwa
pencurahan Rohkudus (Pentakosta). Pemunculannya baru diceritakan oleh Tabib
Lukas di sekitar kematian Diaken Stepanus (Kis. 8:1, 3). Dahulunya rasul ini
sekomplotan dengan imam-imam Baith Allah (Kis. 9:1-2). Mereka memburu dan
membantai warga Jemaat Kristen Abad I. Dalam perjalanan misi pembantaian orang Kristen
di Damaskus – Siria, menurut
pengakuan Paulus, Tuhan menjumpainya [Kis. 9:3-9
-> Tidak ada keterangan tertulis dari
saksi mata yang melihat peristiwa. Cerita tersebut dituliskan Tabib Lukas
berdasarkan informasi Paulus semata-mata (?).
Simaklah secara cermat Kisah 9 :
1-19a. Hanya ada seorang Kristen --- Ananias --- yang menolongnya atas
perintah Tuhan. Dia juga tidak menceritakan pengalamannya. Prakiraan ini
bersifat objektif terkait data akurat menurut peristiwa sejarah, an sich]. Menurut Paulus sesuai cerita Lukas, Allah
menugaskan dia untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa (Kis. 9:15).
Mengapa riwayat ini dikaji dan diuji demikian ? Sebab Paulus menghadapi pertanyaan (keraguan
warga jemaat) tentang kerasulannya dalam pelayan kepada bangsa-bangsa
non-israeli (bd. Rom. 15:14-21). Jawaban terhadap pertanyaan itu lebih jelas
dikemukakan Paulus kepada Jemaat Kristen di Korintus (II Kor. psl. 10-12),
sebab mereka meragukan kerasulannya.
b. Perjumpaan Injil
dan Budaya.
Pertama, saya menyimak permasalahan dalam perikop bacaan
(I Kor. 11:10-16) ini bukan dikarenakan penolakan warga jemaat terhadap Injil
Kristus, melainkan mereka menaruh keberatan atas budaya Israel tentang status
perempuan.
Kedua, Paulus tak bersikap tegas terhadap perjumpaan
budaya yang menyebabkan gesekan (culture shock) antara warga jemaat
Kristen-israeli dan Kristen non-israeli di Korintus (bacalah secara seksama
perikop dan ayat-ayat selanjutnya).
Dalam I Korintus 11 : 11 Paulus menyatakan pendapatnya : “…
dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa
laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan.” Menurut
saya inilah Injil Kristus yang benar. Apakah alasannya ? Begini, ketika Yesus
mati di Golgota, para penulis Injil menceritakan fenomena alam yang terjadi di
bait Allah, katanya : “Dan, lihatlah
tabir Bait suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah…” (Mat. 27:51;
Mrk.15:38; Luk. 23:45b). Kalimat itu merupakan tradisi lisan, yang kemudian
dituliskan, tentang karya Allah yang mempersatukan ciptaanNya. Trdisi itulah
yang kemudian melatar belakangi seluruh pernyataan Paulus tentang kesatuan dan keutuhan ciptaan yang diadakan Allah dalam dan melalui
pekerjaan Yesus Kristus (bd. I Kor. 11:12 ->
“Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang
Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum
dari satu Roh”; bd. Kol. 3:11
-> “telah mengenakan manusia baru yang
terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut
gambar Khaliknya; dalam hal ini tiada lagi orang Yunani
atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau
orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam
segala sesuatu”).
Ketiga, budaya masyarakat Israel berbeda dari pada
masyarakat non-israeli (Yunani-Romawi). Dalam masyarakat Israel, perempuan
wajib menggunakan cadar / jilbab / kerudung untuk menutup aurat (kepala dan
wajah)-nya. Mereka tidak diperkenankan berbicara dalam pertemuan-pertemuan
agama juga masyarakat. Mereka bisa mendengar penjelasan suaminya tentang hasil
pertemuan jika sudah berada di rumah. Kebiasaan seperti ini merupakan tradisi
Agama Israel menurut para rabi yang ditafsirkan dari Hukum-Hukum Musa (Taurat
yang mengatur ibadah liturgis dan aktifitas sosial). Budaya demikian kurang dikenal oleh masyarakat
non-israeli.
Di sinilah muncul tabrakan
budaya (culture-shock). Oleh karena itu, saya berpendapat, bahwa tabrakan
budaya itu bukan saja disebabkan pemberitaan Injil Kristus, melainkan juga
latarbelakang budaya yang masuk bersamaan dengan kedatangan para misionaris (bandingkan sikap Islam terhadap budaya barat yang masuk
bersama misionaris Eropah ke Indonesia). Dengan
demikian, orang Kristen saat ini patut berhati-hati dalam menafsirkan kesaksian
Alkitab, agar bisa membedakan manakah Injil Kristus dan kebiasaan /
adat-istiadat Israel yang diwariskan sejak masa Musa.
B.2. Penjelasan
Ayat – Ayat Perikop
Ay. 8-10: “Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan,
tetapi perempuan berasal dari laki-laki.
Dan laki-laki
tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan
diciptakan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai
tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.”
Simaklah uraian PENDAHULUAN tentang
pengaruh budaya suku-suku Semit (termasuk Israel) ke dalam cerita penciptaan
manusia.
Ay. 10 : “Namun
demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada
laki-laki tanpa perempuan.”
a). “Namun demikian”… menyiratkan adanya
pertimbangan psikologis yang dipikirkan Paulus, jika ia terus menerus
memaksakan adat-istiadat Israel untuk dilakukan oleh warga jemaat non-israel.
b). Oleh karena itu, Paulus menegaskan pendapatnya
: “dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak
ada laki-laki tanpa perempuan.”
Pernyataan ini bersifat netral yang bersifat rekonsiliasi. Tujuannya
agar warga jemaat Kristen-israeli dapat menerima realitas keragaman budaya
sesama seimannya (warga jemaat Kristen non-israeli).
c). “…dalam Tuhan…”
Idiom ini sering dipakai Paulus dalam surat-suratnya. Bertujuan mengajak warga
jemaat Kristen untuk memahami dan menghayati karya Kristus yang mempersatukan
dan mempersekutukan keragaman pengikutNya dari berbagai latar belakang (bd.
Kol. 3:14, 17; Plp. 4:8-9). Dengan demikian, pernyataan Paulus itu bersifat amnese (nasihat dan ajaran).
Ay. 11 : “Sebab sama seperti perempuan berasal dari
laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah”
Kalimat
“segala sesuatu berasal dari Allah”
mengandung makna terkait anugerah Allah kepada manusia sejak penciptaan.
Manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan adalah makhluk ciptaan Allah,
berasal dari Allah. Keduanya adalah kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan
serta dipilahkan. Allah menciptakan keduanya untuk saling menolong. Ia
memberikan status dan hak sama kepada mereka. Perempuan tidak lebih tinggi dari
laki-laki; sebaliknya perempuan tidak lebih rendah dari laki-laki.
Ay.12-15: “Pertimbangkanlah sendiri
: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung ?” Bukankah
alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia
berambut panjang, tetapi bahwa adalah kehormatan bagi
perempuan, jika ia berambut panjang ? Sebab
rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi
penudung.”
a). “Pertimbangkanlah
sendiri…” Jelaslah bagi kita, Paulus menyerahkan keputusan untuk
mengaktualisasikan diri menurut pandangan masing-masing warga jemaat. Ia tidak
memaksa. Sebab ia tahu persis, bahwa seorang perempuan Israel wajib berkerudung
pada saat berdoa. Dan, ia tidak memaksa perempuan non-israeli untuk melakukan
hal sama. Sebab itu, Paulus mengusulkan : “Pertimbangkanlah
sendiri…”
b). Pengambilan
keputusan etis. Usulan Paulus dalam butir a di atas menunjukkan sikap
fleksibilitasnya untuk menanggapi masalah interlan jemaat. Dan, Paulus sering
menyatakan hal itu di dalam Surat Korintus ini. Dalam pasal lain Paulus
mengatakan : “Sebab
bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati
hukum-hukum Allah” (I Kor. 7:19). Dia memotivasi warga jemaat untuk
memikirkan kepentingan bersama (kepentingan kolektif : Jemaat selaku
persekutuan tubuh Kristus – bd. I Kor. 10:33 -> “Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal,
bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk
kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat.” Mengapa
Paulus berkata seperti itu ? (II Kor. 5:13 -> “Sebab jika kami tidak menguasai diri, hal itu adalah dalam pelayanan
Allah, dan jika kami menguasai diri, hal itu adalah
untuk kepentingan kamu”; 12:20 -> “Aku kuatir akan adanya perselisihan, iri
hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah,
bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan”). Dengan demikian, setiap warga
jemaat : Kristen-israeli maupun non-israeli, selayaknya memikirkan ‘kepentingan
persekutuan jemaat’, supaya tidak terjadi perselisihan yang berujung
pada perpecahan jemaat.
Ay. 16 : “Tetapi jika ada orang yang mau membantah,
kami maupun Jemaat-jemaat Allah tidak mempunyai
kebiasaan yang demikian.”
III
POKOK TEOLOGI BAGI PEMBERITAAN FIRMAN
BUKAN SOAL BERCADAR ATAU TIDAK BERCADAR
TETAPI PIKIRKANLAH KEPENTINGAN BERSAMA DALAM JEMAAT
Jika kita
membaca secara hurufiah perikop bacaan I Korintus 11 : 10 – 16, maka kita akan
cenderung bersikap formal (menurut apa yang dikatakan Paulus). Padahal, Paulus
sendiri tidak bermaksud demikian. Ia menyadari bahwa Jemaat-Jemaat yang
diinjilinya sebagian besar berasal dari suku bangsa non-israeli. Mereka
memiliki budaya (adat istiadat) sendiri yang berbeda dari umat Israel. Oleh karena itu, sebaiknya Gereja/Jemaat melakukan
upaya reinterpretasi kesaksian Alkitab dan reformulasi Ajaran / Dogma Gereja,
supaya dapat mengembangkan misi Kristus di Indonesia. Beberapa kondisi yang
perlu dipikirkan :
1. Reinterpretasi kesaksian Alkitab dan
reformulasi Ajaran / Dogma Gereja
Konteks
misional yang sedang dan akan dihadapi Gereja/Jemaat adalah masyarakat-bangsa
Indonesia yang bersifat beragam dan kompleks (budaya, agama, etnik, dsb-nya). Oleh
karena itu, sebaiknya Gereja dan Jemaat-Jemaat mengadakan rethinking akan
tujuan dan strategi (pendekatan) bagi usaha pemberitaan Injil.
Terkait
perikop bacaan (I Kor. 11:10-16) tentang penggunaan cadar / kerudung / jilbab
pada tempat umum. Banyak Pemerintah Daerah, khususnya mayoritas beragama
non-kristen, telah mengeluarkan Peraturan Daerah (PER-DA), seperti
di Aceh, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu dll, agar
siswa-siswi memakai pakaian yang bernuansa keagamaan. Malasah ini menimbulkan
sikap pro kontra meluas bagi warga Indonesia lainnya. Pertanyaannya :
a). Dapatkah Gereja
membangun konsep teologi yang mendukung kebijakan tersebut ?
b). Sebaliknnya, menurut
Gereja, apakah perlu muncul reaksi penolakan mentah-mentah praktik berpakaian tersebut,
karena tidak sesuai dengan jatidiri Kristen ?
c). Jika Gereja menolak
dengan alasan jatidiri Kristen, maka akan muncul pertanyaan : apakah yang
dimaksudkan dengan jatidiri Kristen ?
d). Apakah cara berpakaian
seperti itu tidak lebih baik dari pada bercelana jeans mengikuti kebaktian
Gereja ?
e). Bagaimanakah etika kristen
dalam masalah berpakaian yang pantas ?
Sikap Gereja / Jemaat
akan turut mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan misi Kristus di Indonesia.
2. Pikirkan kepentingan bersama
Meskipun Gereja /
Jemaat adalah milik Allah; akan tetapi untuk sementara waktu ia sedang berada
di dalam dunia (Indonesia). Oleh karena itu, selayaknya ia juga memikirkan
kepentingan bersama sesama warga Negara non-kristiani. Pertanyaan pembimbing
untuk menyusun pemberitaan firman Hari Rabu, 11 Juli 2012 :
a). Apakah sumbangan Gereja
/ orang kristen dalam proses membangun kepribadian Indonesia ?
b). Jika suatu waktu nanti
Hari Libur Nasional dipindahkan menjadi Hari Jumat (sama seperti di Negara-negara
Timur Tengah), bagaimanakah sikap dan keputusan etis Gereja / orang kristen ?
IV
ACHIR’UL KALAM
Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan di atas dipikirkan
jawabannya, dan menjadi bahan untuk menyusun pemberitaan firman Allah.
MEDAN –
SUMATERA UTARA
HARI KAMIS,
07 JULI 2012
SALAM DAN
DOA
PUTERA SANG
FAJAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar