RANCANGAN PEMBERITAAN FIRMAN
HARI MINGGU – 01 JULI 2012
PELAJARILAH
FIRMANNYA,
MAKA
ENGKAU AKAN BERHIKMAT
AMSAL 4 : 1 – 9
Ditulis oleh
PUTERA SANG FAJAR
Arie A. R.
Ihalauw
Di
MEDAN –
SUMATERA UTARA
HARI JUMAT,
29 JUNI 2012
I
PENDAHULUAN
Mengapa
kondisi masyarakat bermasalah ? Faktor penentu utamanya adalah kurangnya
perhatian orangtua akan pengajaran dan pendidikan etis-moral kepada anak.
Keluarga, sesungguhnya, merupakan lembaga / institusi pengajaran dan pendidikan
dalam masyarakat. Hampir dapat dipastikan, bahwa buruknya citra keluarga akan
mempengaruhi kondisi masyarakat, contohnya : jika orangtua kurang meluangkan
waktu untuk bercakap-cakap bersama anak tentang berbagai masalah sosial, maka kemampuan
intelektual dan kematangan psikologis anak akan bermasalah. Ia kurang memiliki
prinsip yang tegas, kepribadian dan karakter yang baik. Ia akan cenderung
mengikuti arus zaman. Secara psikologis maupun intelektual anak seperti ini
akan menciptakan masalah dalam keluarga. Oleh karena itu, Gereja wajib
mendukung pembangunan keluarga yang sehat melalui pembinaan warganya, supaya
bertanggungjawab mendidik dan mengajarkan anak tentang pengenalan akan Allah dan bagaimana
memperoleh ilmu pengetahuan.
II
PERIKOP BACAAN &
PENJELASAN
A.
PERIKOP
BACAAN
4:1 Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah supaya engkau beroleh
pengertian,
4:3 Karena ketika aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai
anak, lemah dan sebagai anak tunggal bagi ibuku,
4:4 aku diajari ayahku,
katanya kepadaku: "Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup.
4:5 Perolehlah hikmat, perolehlah pengertian,
jangan lupa, dan jangan menyimpang dari perkataan mulutku.
4:6 Janganlah meninggalkan hikmat itu, maka
engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya.
B.
PENJELASAN
B.1. Tradisi Hikmat
a). Acapkali ketika
membahas Kitab Amsal – Kitab Pengkhotbah --- dikelompokkan ke dalam
tulisan-tulisan hikmat ---, kita menghubungkan hikmat itu dengan ‘pengalaman
iman’ si penulis. Malahan dikarenakan bentuk dan gaya sasteranya,
maka kita menyebutnya ‘amsal’ atau ‘ibarat’
--- Ams. 1:6 --- (jenis
sastera lama
-- puisi
-- seperti : pantun,
syair, gurindam, seloka, dan lain-lain). Pandangan ini tak salah,
mungkin karena pada umumnya ‘amsal / ibarat’ dipergunakan
untuk membandingkan perilaku sosial keagamaan yang konkrit (sikap yang sedang
dilakukan) dengan yang ideal (perbuatan yang seharusnya dilakukan).
b). Dalam ksesusasteraan
Israel Kuno ‘amsal’
merupakan sebuah metode pengajaran/ pendidikan.
Bisa saja hampir sama dengan ‘cerita perumpamaan’ yang digunakan Yesus pada masa
kerjaNya. Namun patut diperhatikan, di Israel Kuno amsal itu memiliki nilai agamis yang kental serta terkait erat
pada Taurat Musa.
Mengapa amsal dikatakan sebagai sebuah metode pendidikan /
pengajaran ? Marilah menyimak perintah Musa --- dalam Kitab Ulangan --- tentang
pengajaran :
6:6 Apa yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, 6:7 haruslah engkau
mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu,
apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila
engkau bangun. 6:8 Haruslah juga engkau
mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di
dahimu,6:9dan
haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu
gerbangmu. 6:10 Maka apabila TUHAN, Allahmu,
telah membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada
nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepadamu --
kota-kota yang besar dan baik, yang tidak kaudirikan; 6:11 rumah-rumah, penuh berisi
berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi; sumur-sumur yang tidak kaugali;
kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun, yang tidak kautanami -- dan apabila
engkau sudah makan dan menjadi kenyang, 6:12 maka berhati-hatilah,
supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang
telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan. 6:13 Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah
engkau beribadah dan
demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah.
Musa
mengajarkan tentang monoteisme Allah
(Ul. 6:4 -> TUHAN ITU ALLAH KITA, TUHAN ITU ESA) dan sikap Israel kepada Allahnya (Ul. 6:5
-> KASIHILAH TUHAN,
ALLAHMU… dst).
Inilah inti pengajaran Musa. Di kemudian hari sewaktu Israel telah menduduki
tanah Kanaan, para pengajar agama membahasakan dalam berbagai bentuk / metode pengajaran
[simaklah dasar penulisan yang diletakkan penulis kitab : “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan” (1:7; bd.
Ul. 6:13). Dengan demikian penulis Amsal ingin mengatakan, bahwa segala sesuatu
yang dipikirkan untuk dilakukan, hanya bersumber dari pengenalan akan Allah (bd.
Teologi Kitab Hosea)]. Penulis kitab ini menggunakan amsal (tradisi hikmat) untuk
merumuskan pengajarannya tentang Firman yang diucapkan Allah kepada dan yang
dituliskan oleh Musa, yakni : HUKUM TAURAT.
B.2. HIKMAT ALLAH
a). HIKMAT YANG
DIUCAPKAN (Fiman yang
diucapkan kemudian dituliskan)
Sekali lagi,
amsal bukanlah Hikmat Allah. Seharusnya kita menjernihkan dan meluruskan pemahaman
ini, sebab warga jemaat telah keliru mengartikannya. Penulis kitab ini
menggunakan jenis sastera lama, yaitu : puisi, untuk mengajarkan umat Israel tentang Hikmat Allah,
ialah Firman
Yang Diucapkan Allah. Pemahaman ini ditemukan dalam kalimat : “Biarlah
hatimu memegang perkataanku;
berpeganglah pada petunjuk-petunjukku,”
(4:4). Jadi yang dimaksudkan dengan “perkataanku” dan “petunjuk-petunjukku” adalah
tafsiran penyusun amsal terhadap Firman Yang Diucapkan oleh Allah (Hukum Taurat),
yang disampaikan Musa kepada umat Israel secara lisan maupun tertulis.
b). HIKMAT ADALAH
PENGETAHUAN ALLAH
Sub-pokok
bahasan di atas ini tidak bermaksud menjelaskan pengetahuan manusia tentang
Allah (Teologi), tetapi menegaskan esensi / hakekat Allah --- juga karakterNya
--- sebagai Pribadi
Yang Berpikir, Yang Berpengetahuan. Tradisi ini tersebar dalam
seluruh kitab-kitab dan tulisan-tulisan Perjanjian Lama. Nabi Yesaya, misalnya,
menyampaikan pernyataan Allah :
“Sebab
rancangan-Ku
bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.
Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku
dari rancanganmu.
Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ,
melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan
benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan,
demikianlah firman-Ku
yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan
sia-sia, tetapi ia
akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam
apa yang Kusuruhkan kepadanya” (Yes. 55:8-11).
Kutipan
nubuat di atas memunculkan beberapa catatan penting : pertama, kita menemukan
HIKMAT yang
dipersonifikasikan dalam nubuat Yesaya. Allah, menurut Yesaya, adalah Pribadi-Yang-Berpikir.
Dari pikiranNya lahir rancangan serta jalan (cara kerja -> ay. 8-9). Allah
menyampaikan pikiranNya kepada manusia. Kata nabi : “… firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku…”
(ay.11). Pahamilah hal ini : PIKIRAN
menjadi FIRMAN YANG DIUCAPKAN, kemudian
menjadi KARYA YANG
KELIHATAN (ay.10
-> “Sebab seperti hujan dan salju
turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi,
membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada
penabur dan roti kepada orang yang mau makan”).
Kedua, FIRMAN YANG
DIUCAPKAN MENJADI PRIBADI. Personifikasi itu tampak pada penggunaan Kata Ganti Orang III
Tunggal : IA (ay.11
-> ”firman-Ku
yang keluar dari mulut-Ku, ia”). Kata IA tidak dipakai untuk menunjuk pada nabi Yesaya, melainkan FIRMAN-KU, yaitu firman Allah, yang diucapkan Yesaya oleh
pengilhaman Allah. Dalam hal inilah saya merumuskan pola pikir para penulis dan
nabi tentang Allah :
TUHAN adalah Allah. Dia adalah Pribadi
berkehendak, yang berpikir aktif dan berkreasi. Hal itu menunjukkan
Dia memiliki pengetahuan. PikiranNya itu diucapkan (Ibr. amar / dabar)
dan dikerjakan (Ibr. bara / asah). Allah menyampaikan PIKIRAN-Nya dalam
bentuk PERKATAAN (ucapan) serta dibuktikan dalam PEKERJAAN (tindakan)
yang tidak dapat dipilahkan / dipisahkan. Itulah INTEGRITAS
Allah,
sekaligus KARAKTER-Nya.
Inilah
sistem teologi dalam Agama Israel tentang PIKIRAN dan
KARYA. Allah. Hal tersebut akan selalu muncul berulang terus menerus dalam
bentuk lisan dan tulisan.
c). HIKMAT MEMPRIBADI
(HIKMAT disebut sebagai AKU)
Di dalam ayat 3 – 4
tertulis : “Karena ketika ‘AKU’
masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak,
lemah dan sebagai anak tunggal bagi ibuku, ‘AKU’ diajari ayah-‘KU’, katanya
kepadaku: "Biarlah hatimu memegang perkataan-‘KU’; berpeganglah pada petunjuk-petunjuk-‘KU’, maka engkau akan hidup,” di mana penulis
memakai Kata Ganti Orang I Tunggal : ‘AKU’, dan akhirannya : ‘KU’. Penggunaan tersebut telah mengubah HIKMAT (Firman
Yang Diucapkan Allah) menjadi PRIBADI (personifikasi). Gagasan ini diulangi secara gambling dalam Amsal VIII.
CATATAN. Pemahaman
ini ditransformasikan oleh para penulis Perjanjian Baru (band. Yoh. 1 : 1 – 18
-> FIRMAN adalah ALLAH dan FIRMAN menjadi DAGING
/ MANUSIA).
B.3. SISTEM
PENGAJARAN AGAMA ISRAEL.
Agama Israel adalah Agama Hukum. Saya
mengatakan demikian, karena hampir seluruh kesaksian Alkitab mengulasnya. Secara
tersirat ada pemahaman, bahwa masyarakat akan sehat, jikalau semua anggota
(pemimpin dan rakyat) melakukan hukum. Oleh karena itu --- menurut hemat saya
--- pengajaran Agama Israel ber-INTI[1]-kan FIRMAN
ALLAH, khususnya Hukum Taurat. Di sinilah saya mengerti dan memahami
perikop bacaan Minggu, 01 Juli 2012 yang ditetapkan sebagai daftar bacaan
Gereja GPIB.
4:1 “Dengarkanlah,
hai anak-anak, didikan seorang ayah,
dan perhatikanlah supaya engkau beroleh pengertian,…”
a). DENGARLAH… (Ibr. shime’u)
Kata
ini mengingatkan kita akan perintah Musa membuka pengajarannya tentang
pengakuan iman Israel yang merupakan inti pengajaran Agama Israel (bd. Ul. 6:4
-> “Dengarlah, hai Israel…”). Penulis Amsal menyalin : “Dengarlah, hai anak-anakku.”
Pertama-tama, kata “anak-anak”
menunjuk pada umat Israel sebagai anak-anak Allah yang disuruh
mendengarkan ajaran TUHAN (Hukum
Taurat).
b). ANAK-ANAK… (Ibr. beniym)
Penulis
Amsal menyalin : “Dengarlah, hai
anak-anakku.” Pertama-tama, kata“anak-anak” menunjuk pada umat Israel sebagai anak-anak
Allah yang disuruh mendengarkan ajaran TUHAN (Hukum
Taurat). Kemudian hari kata ‘anak-anak’
diartikan sehubungan makna keturunan lahiriah (bd. Ul. 6:6-7 -> ”haruslah engkau mengajarkannya
berulang-ulang kepada anak-anakmu”).
c). PENGERTIAN … (Ibr. le-da’at, dari akar kata da’at)
Pengajaran
yang diberikan Allah kemudian disampaikan dari generasi ke generasi bertujuan
membuka wawasan (menyadarkan) berpikir Israel tentang hidup dan kehidupan
(ay.3). Dalam hal ini pengajaran merupakan sebuah proses yang dilakukan
berulang terus menerus, sehingga anak binaan mengetahui (kognitif) dan
mengerti (afektif) tujuan yang akan dikerjakan di tengah masyarakat sepanjang
perjalanan hidupnya ke depan.
4:2 “… karena aku memberikan ilmu yang baik kepadamu;
janganlah meninggalkan petunjukku.”
ILMU YANG BAIK … (Ibr. leqah tov)
adalah PETUNJUK … (Ibr. torat).
Penulis mengkaitkan ‘ilmu yang baik’
pada ‘Torat’
(fungsi Hukum Taurat sebagai petunjuk hidup). Menurut penulis, hidup itu
memiliki kualitas. Ia bergerak menuju tujuan, yakni : kebaikan. Israel membutuhkan petunjuk
(arah jalan, cara mengembangkan) hidup, agar mencapai keadaan yang baik. Dan,
penulis mengatakan bahwa cara yang baik itu hanyalah mengikuti ajaran TUHAN, yaitu : TORAT. Jika
Israel melakukan Torat, maka ia akan mencapai kehidupan yang baik.
4:3 “Karena ketika
aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai anak tunggal bagi ibuku,…”
a). Makna Pertama dari
istilah AKU MASIH TINGGAL (Ibr. hayiyti)
dan ANAK (Ibr. ben).
* Terjemahan
hurufiah dari kosa kata Ibrani : ‘hayiyti’ adalah
‘aku masih
hidup / ada bersama’ (LAI menterjemahkan sesuai kebiasaan Bahasa Indonesia
: ‘aku masih
tinggal’).
* Terjemahan hurufiah dari kosa kata Ibrani : ‘ben’
adalah ‘anak
laki – laki,’ yang menunjuk pada jenis maskulin.
b). Uraian dari terjemahan di atas bermaksud menjelaskan, bahwa telah
terjdi perkembangan gagasan dari FIRMAN YANG DIUCAPKAN menjadi AKU
atau juga ANAK. Fiman telah
berubah bentuk menjadi Pribadi.
c). AKU MASIH HIDUP atau AKU MASIH TINGGAL.
Kita
perlu memahami gagasan teologi Agama Israel dalam kalimat tersebut sebagai
sebuah kiasan,
sebagai berikut :
* Hikmat itu masih ‘hidup’ (Ibr. hayyah
– bisa diartikan juga : ‘tinggal’) dalam Allah. Ia belum ‘menjadi’.
Ia ‘hidup /
tinggal bersama’ Allah. Ia masih
dalam bentuk idea
--- gagasan
yang dipikirkan --- dan masih terbungkus dan belum mewujud.
* Kemudian
idea
itu ‘diciptakan’
Allah (bd. psl. 8:22-31). Kata kerja ‘diciptakan’ janganlah ditafsirkan secara
biologis, seakan-akan Allah ‘memperanakkan’ Hikmat. Ia merupakan pengungkapan
tentang ‘karya
pikir Allah’ yang diperkenalkan Allah. Begini maksudnya : Israel
memahami, keselamatan
itu sudah ada di dalam pikiran (bahasa nabi Yesaya : rancangan)
Allah. Tidak seorangpun mengetahui maupun mengenalnya. Pikiran itu masih
tersembunyi. Kemudian karena ciptaanNya dikuasai oleh kekacauan (Yun. chaos;
Ibr. tohu wawohu), maka Allah bekerja sesuai rancangan keselamatan yang telah
dipikirkanNya untuk menata tertibkan alam semesta. Tindakan itu disebut karya
penyelamatan.
* HIKMAT sebagai
ANAK
ALLAH.
a). Bersihkan pikiran kita dari
pemahaman ‘memperanakkan
secara biologis.’ Menurut pemahaman saya, ‘anak’ yang dimaksudkan bukan
dalam artian sedemikian, malainkan istilah itu menunjuk pada Firman yang
mengandung kuasa kreatif.
b). Selama ini kita mengartikan istilah firman sebagai ucapan belaka.
Padahal kita kurang memperhatikan, bahwa ada 2 (dua) gagasan yang melekat dalam
satu istilah (firman),
yakni : pertama, firman
sebagai gagasan yang dipikirkan; dan kedua, firman yang diwujud nyatakan dalam ucapan
dan tindakan. Konsep kedua inilah yang dipegang selama ini oleh
banyak umat beragama.
Pada
sisi lain, kita juga patut mengakui, bahwa Allah yang berpikir adalah Dia yang
bersabda dan berkarya. Segala sesuatu yang dipikirkan olehNya dibuktikan dalam
ucapan dan perbuatan. Dia bukanlah sederajat sama dengan manusia, di
mana acapkali apa yang dipikirkan tidak konsisten dalam ucapan dan tidak
selaras dengan perbuatan (pikiran berbeda dengan ucapan dan perbuatan).
Dengan
demikian, istilah ‘anak’, yang diartikan ‘hikmat’ (bd. Amsl 8) bukan ciptaan lahiriah,
melainkan hasil
karya yang bersumber dari pikiran Allah.
4:4-6 ”aku diajari ayahku, katanya kepadaku: "Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup. Perolehlah hikmat, perolehlah
pengertian, jangan lupa, dan jangan menyimpang dari perkataan mulutku. Janganlah
meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka
engkau akan dijaganya.
a). Makna Kedua dari istilah AKU …
Kata Ganti Orang I tunggal
dalam Amsal 4 : 3 mengalami perkembangan konseptual, bukan lagi ‘aku’
sebagaimana ayat 3, melainkan ‘aku’ sebagai manusia --- anak --- dalam hubungan marital
(anak
<-> ayah dalam keluarga Israel). Sama seperti hubungan ‘hikmat’ <->
Allah, demikianlah seorang ayah dan anak di dalam rumah.
b). Perkataanku…
(Ibr. dabar)
Dapat diartikan ‘nasihat’
atau ‘petuah’ yang berkhasiat.
c). Petunjuk-petunjukku…
(Ibr. motzotiy)
Aturan-aturan yang menata
perilaku etis. Jika aturan / petunjuk perilaku etis-moral itu dilakukan, maka
kehidupan pelakunya akan semakin baik. Sebaliknya, jika tidak berbuat demikian,
maka
III
POKOK – POKOK PEMBERITAAN
Hari Minggu, 01
Juli 2012
Pada butir A (Pendahuluan) telah dijelaskan, bahwa seseorang mampu
mencapai kehidupan dan penghidupan yang baik, jika pengenalan akan Allah dan
pengetahuan / pengertian yang dimilikinya dipraktikkan sehari-hari. Berhubungan
dengan perikop bacaan yang akan diberitakan pada Hari Minggu, 01 Juli 2012 --- AMSAL 4 : 1 – 6 ---, umat Allah
diingatkan akan beberapa hal, yaitu :
C.1. AJARAN TUHAN.
Orangtua
wajib mengajarkan pengetahuan dan mendidik moral-etis anak-anaknya sesuai
kesaksian Alkitab yang ber-INTI-kan firman
Allah. Nasihat ini bertujuan mengingatkan tiap orangtua, agar sebelum mengajar
dan mendidik anak-anaknya, ia terlebih dahulu membenahi diri (pikiran yang terdengar melalui ucapan dan
yang kelihatan dari perbuatan) sesuai firman TUHAN. Jika
orangtua rajin dan tekun membaca Alkitab, maka ia akan mengetahui dan
mempraktikkan kehendak Allah. Dengan demikian orangtua menjadi teladan bagi
anak-anaknya.
C.2. FIRMAN ALLAH DAN ILMU PENGETAHUAN.
TUHAN
Allah tidak
melarang siapapun untuk mengembangkan diri. Dan, oleh karena itu, ia selayaknya
berusaha untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah rachmat
kebaikan yang dikaruniakan Allah untuk membangun kehidupan menuju masa depan
yang baik. Karena itu, ia tidak boleh melupakan Allah. Dengan pengertian demikian,
siapapun yang memiliki ilmu pengetahuan, seharusnya, mengamalkan ilmunya demi
pembebasan / penyelamatan sesama (manusia dan ciptaan lain) dari kehancuran.
C.3. MANFAAT PENGENALAN AKAN
ALLAH : HIKMAT DAN PENGETAHUAN.
Seharusnya,
orangtua yang berhikmat dan berpengetahuan membekali anak-anak yang akan
melanjutkan perjalanan ke masa depan. Modal (hikmat dan pengetahuan) yang
dimiliki, sebaiknya, dimanfaatkan untuk membentuk / membangun karkter dan kepribadian,
sehingga anak-anak dapat mengusahakan masa depan keluarga, Gereja dan
Masyarakat.
SELAMAT
MENYUSUN PEMBERITAAN
SALAM DAN
DOA
PUTERA SANG
FAJAR
Arie A. R.
Ihalauw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar