Selasa, 19 April 2011

MATERI BINA : 8 – bag. 1/IV-2011/Arie/KRISTOLOGI


MATERI BINA : 8 – bag. 1/IV-2011/Arie/KRISTOLOGI


PENGENALAN  AKAN

YESUS KRISTUS

PENDAHULUAN

Kesaksian Alkitab tentang YESUS, yang adalah KRISTUS (Kis. 2:36 -> “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus), merupakan harta rohani yang dianugerahkan oleh Allah kepada umat manusia, khususnya orang Kristen. Harta rohani itu perlu diuraikan lugas dan tegas, agar orang lain mengenai kesaksian Kristen.

Salah satu kesaksian Alkitab yang sangat prinsipal terkait dengan YESUS (Mat. 1:21; bd. Luk.2:21). Dia-lah “Firman yang telah menjadi manusia” (Yoh. 1:1, 14) dan Allah yang datang dalam wujud manusia. Yesus inilah yang disebut Kristus (Kis. 2:36). Ia lahir di tengah persekutuan umat Allah : Israel, dalam sejarah bangsa-bangsa. Maksud dan tujuan kehadiran-Nya untuk menyela-matkan  (Kis. 4:12 -> Keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”).

Sekarang, marilah kita membahas berbagai pertanyaan di sekitar Yesus-Kristus :

1.         SIAPAKAH YESUS KRISTUS ?

Sangat sering orang bertanya : “Apakah Allah itu ada”; akan tetapi sangat jarang terdengan : Apakah Yesus-Kristus itu ada. Pertanyaan mengenai siapakah Yesus Kristus; berbeda dengan “apakah Allah itu ada.

Pada umumnya Yesus dipandang sebagai seseorang yang hidup di Israel 2000 tahun lampau. Akan tetapi akhir-akhir ini muncul percakapan sengit tentang tokoh Yesus dari Nazareth. Kita mengetahui, bahwa hampir seluruh agama langit mengajarkan : Yesus itu pernah ada di bumi. Ia adalah nabi dan juga guru (Ibr. Rabbi) yang baik, tekun mengajarkan orang Israel dalam hal-hal rohani, serta orang yang saleh hidup-Nya. Akan tetapi Alkitab mengajarkan bahwa Yesus bukan saja seorang nabi, guru yang baik atau orang yang saleh. Ia adalah Allah sendiri yang datang ke bumi dalam rupa manusia.

Salah seorang penulis Kristen terkenal, C.S. Lewis dalam karangannya : MERE CHRISTIANITY menuliskan : “Saya berusaha mencegah orang dari mengatakan hal-hal yang bodoh yang biasanya dikatakan terhadap Yesus- Kristus : “Saya siap untuk menerima Dia sebagai seorang pengajar moral yang agung, tapi saya tidak menerima klaim bahwa Dia adalah Allah.” 

Pernyataan ini tidak boleh diucapkan oleh seorang Kristen. Yesus-Kristus bukan sekedar Guru Agama atau seorang Nabi di antara nabi-nabi di Israel. Meskipun Yesus sangat saleh karena ketaatannya kepada Hukum Taurat dan nubuat nabi-nabi (Mat. 5:17-19), tetapi Dia bukan orang saleh seperti yang lajim dibuat Gereja Katolik Roma. Alkitab tidak pernah memberikan kesaksian lain selain Yesus adalah Tuhan dan Kristus (Kis. 2:36). Dialah  Anak-Tunggal Allah, yang duduk di pangkuan Bapa (Yoh. 1:18)
 
Jadi siapakah Yesus ? Apa kata Alkitab mengenai Dia ?

Pertama-tama, mari kita menyimak kesaksian Yohanes (10:30) tentang ucapan Yesus : “Aku dan Bapa adalah satuSekilas, kalimat ini bukan merupakan sebuah pernyataan, bahwa Yesus adalah Allah. Namun jika kita akan mengerti perihal tersebut dari reaksi alim ulama Israel : "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah" (Yoh. 10:33). Alim ulama Israel mengartikan kalimat ini : “Aku dan Bapa adalah satu” sebagai sebuah pernyataan bahwa Yesus adalah Allah. Alkitab mmberikan kesaksian tentang  keesaan Yesus dengan  Allah Bapa :

a.     Ayat-ayat berikut memperlihatan sikap-Nya. Yesus tidak mengoreksi reaksi alim-ulama. Ia hanya mengatakan : “…masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah ! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah ?” (Yoh.10:36). Sebaliknya Yesus mengoreksi sikap alim-ulama melalui sebuah kalimat resiprok (kalimat tanya tidak bertanya) : “Aku Anak Allah ?”. Yesus tidak berkata langsung : “Aku adalah Allah.” Akan tetapi, justeru secara tersirat kalimat resiprok (“Aku Anak Allah”) menunjukkan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengatakan, bahwa Dia adalah Allah dengan mengumumkan, “Aku dan Bapa adalah satu.” (Yoh. 10:30).

b.     Contoh lainnya adalah Yohanes 8:58, di mana Yesus menyatakan, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada." Sekali lagi, orang Israel berusaha melempari Yesus (Yoh. 8:59). Secara sengaja Yesus menyatakan identitas-Nya dalam kalimat “Aku telah ada”. Menurut tradisi Agama Israel, kalimat itu berhubungan langsung dengan nama Allah : TUHAN (YHWH : “Aku adalah Aku” -> Kel. 3:14) dalam Perjanjian Lama. Dengan cara ini Yesus hendak menegaskan, bahwa Aku dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30). Lantas, mengapa alim-ulama dan orang Israel mau melempari Yesus dengan batu, jikalau bukan karena Dia mengatakan sesuatu yang mereka anggap menghujat Allah, yaitu dengan mengaku diri sebagai Allah ?
c.     Yohanes menuliskan, “Firman itu adalah Allah” (1:1) dan juga Firman itu telah menjadi manusia” (1:14) Ini jelas menunjukan bahwa Yesus adalah Allah dalam wujud manusia. Murid Yesus : Thomas Didimus, ketika berkumpa dengan Yesus, ia mengatakan : "Ya Tuhanku dan Allahku !" (Yoh. 20:28). Ucapan Thomas itu tidak dikoreksi oleh Yesus.

d.     Kesaksian Rasul-rasul yang lain. Paulus menggambarkan Yesus sebagai, “…Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus (Tit. 2:13). Rasul Petrus mengatakan hal yang sama, “…Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.” (2 Pet. 1:1). Allah Bapa adalah Saksi dari identitas Yesus yang sepenuhnya, “Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran

e.     Nubuat-nubuat mengenai Kristus dalam Perjanjian Lama menyatakan keillahianNya, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.”

Jadi, sebagaimana dikatakan oleh C.S. Lewis : Percaya kepada Yesus sebagai seorang guru yang baik bukanlah sebuah pilihan”. Dengan jelas Yesus dan tak dapat disangkali Dia mengakui diri-Nya sebagai Allah. Karena jikalau Yesus bukan Allah, Dia adalah seorang pendusta dan bukanlah seorang nabi, bukan juga guru yang baik dan bukan pula manusia yang beribadah.

Dalam usaha untuk menjelaskan apa yang dikatakan oleh Yesus, para pakar teologi “Yesus sejarah” (Jesus History) mengemukakan, bahwa Yesus tidak mengucapkan banyak hal sebagaimana yang tertulis dalam Alkitab mengenai diri-Nya. Akan tetapi sebagai orang Kristen yang memegang teguh kesaksian Alkitab, kita boleh mengajukan pertanyaan kepada penganut Yesus-Sejarah : “Siapakah kita yang dapat berdebat dengan Firman Tuhan mengenai apa yang Yesus katakan atau tidak katakan ?” Bagaimana mungkin seorang pakar teologi “Yesus-Sejarah”, yang hidup dalam kurun waktu berbeda dengan Yesus, dapat lebih mengetahui dan mengerti serta menetapkan (mengkanonkan) apakah ini ucapan Yesus ataukah bukan ucapan-Nya, jauh melebihi pernyataan dari para murid dan orang-orang yang menyaksikan dengan mata dan mendengar dengan talina apa yang diucapkan Dia ? (bd. Yoh. 14:26)

Mengapa banyak  orang selalu menyoal identitas Yesus ? Mengapa Yesus dianggap amat penting bagi manusia ?

Perdebatan tentang Pribadi Yesus amat pentng. Dia adalah Allah yang sejati, sebab jika Yesus bukan Allah, maka kematian-Nya di salib adalah perbuatan yang sia-sia, tidak memiliki kekuatan apapun bagi pembebasan manusia dari cengkeraman Iblis dan dosa (1 Yoh. 2:2). Hanya Allah yang dapat membayar hutang sebesar itu. Yesus adalah Allah yang sejati. Sebab jika Dia bukan Allah, maka kematiannya akan sia-sia. Tidak dapat membayar lunas hutang manusia. (Rom. 5 : 8; 2 Kor. 5 : 21). Yesus juga manusia sejati, sebab manusia dapat mati. Allah tidak dapat mati, karena Allah adalah Roh. Hanya manusia yang dapat mati, karena ia diciptakan dari benda yang dapat binasa.

Sekalipun kematian Yesus adalah kehendak Allah (Yes. 53 : 7 -> “Allah berhekendak meremukkan dia”). Jikalau Alkitab menyaksikan, bahwa kematian Yesus adalah kehendak Allah, maka hal itu tidak dapat diartikan Allah bersikap sama dengan manusia. Kehendak Allah yang dimaksudkan patut dimengerti dari latarbelakang pemahaman tentang maksud dan tujuan penyelamatan manusia. Sebab telah berulang-ulang Allah mengutus hamba-hamba-Nya, tetapi manusia menolak dan membunuh mereka. Akhirnya Allah, tidak bisa tidak, harus menempuh cara satu-satunya : mengorbankan diri sendiri demi menyatakan kasih-Nya kepada manusia. Itulah yang dimaksudkan: Allah berkehendak meremukkan Dia, -- Yesus -- Hamba-TUHAN-yang-menderita. Penalarannya seperti ini :

a).   Manusia membunuh Yesus. Pembunuhan (kata ini digunakan untuk melukiskan kekasaran dan kekerasan hati manusia yang tampak pada tindakannya) Yesus mengungkapkan, bahwa hati dan pikiran manusia cenderung berbuat dosa dan kejahatan. Pembunuhan Yesus merupakan bentuk penolakan dan perlawanan manusia terhadap Allah-yang-mengasihi.

b).   Pembunuhan Yesus menjadi tanggungjawab manusia. Keputusan penguasa (Herodes, Pontius Pilatus dan Imam Besar) menunjukkan, bahwa manusia memberontak melawan Penciptanya.

c).   Allah tidak ikut serta dalam rencana dan tindakan manusia. Kita tidak boleh berpikir untuk membenarkan, seakan-akan manusia hanyalah pelaksana yang merealisasikan kehendak Allah untuk meremukkan Yesus. 

d).   Perbedaan motivasi. Tidak ada hubungan apapun antara kedua hal ini : kehendak Allah dan tindakan manusia. Allah berencana menurut apa yang dipikirkan-Nya, dan manusia bertindak menurut hasil pemikirannya sendiri. Tidak boleh ada alasan untuk membenarkan perbuatan manusia dan mengkambing hitamkan Allah-yang-berkehendak. Tentang hal ini Alkitab menyaksikan : “Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya dan orang jahat meninggalkan rancangannya… Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalan-Ku bukanlah jalanmu. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu (Yes. 55:7-8).

Rancangan Allah itu baik. Rancangan Allah adalah rancangan damai-sejahtera yang mendatangkan harapan untuk masa depan (bd. Yer. 29 : 11). So pasti, Allah mengenal watak manusia. Dia juga mengetahui akan risiko (akibat) yang akan terjadi, jika rancangan-Nya dilaksanakan. Akan tetapi Dia tidak pernah mundur. Betapapun kedahsyatan kematian akan dihadapi-Nya, bagi Allah : rancangan keselamatan itu tidak boleh gagal. Simaklah doa Yesus di Getsemani : “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, kiranya cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah yang seperti Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat. 26:39), dan lagi “Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu” (Mat. 26:42).  Ucapan Yesus memperdengarkan :

a.   Yesus mengetahui dan mengerti akan maksud dan tujuan atau kehendak Allah yang nyata dalam rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia dari cengkeraman kuasa dosa dan Iblis, serta membebaskan manusia dari penderitaan yang  membawa kematian.

b.  Yesus telah memilih untuk setia dan taat melaksanakan pekerjaan Allah, ketimbang mengikuti keinginan-Nya.  Meskipun Yesus, sebagai manusia sejati, memiliki keingan daging untuk menolak jalan salib, namun Ia menyerahkan keputusan itu kepada Allah. Sikap hidup-Nya ini disempurnakan dalam seruan di salib : “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Luk. 23:46). Permohonan itu diserukannya, setelah Ia melaporkan kepada Allah dan menyatakan kepada umat manusia, bahwa rencana Allah yang dilaksanakan oleh-Nya : “Sudah selesai” (Yoh. 19 : 20). Sudah selesai artinya sudah sempurna penuh. Tidak ada yang dapat menambahkan sesuatu untuk menyempurnakan pekerjaan-Nya. Bahkah pekerjaan orang Kristen dan Gereja tidak dapat menyempurnakan segala sesuatu yang telah dituntaskan oleh Yesus.

Keselamatan Anugerah Allah. Allah sendiri yang merencanakan dan mengerjakan keselamatan. Manusia tidak dapat melakukan apapun untuk menyelamatkan dirinya. Allah untuk membebaskannya dari hukuman. Bahkah perbuatan baik yang dilakukannya pun, tidak dapat melembutkan hati Allah. Hanya Allah sendirilah Juruselamat. Manusia harus mengerti dan mengakui kebenaran ini. Tanpa pengakuan akan kebenaran Allah, yakni “ karena kasih-Nya yang besar, Allah telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16), maka tidak seorangpun akan diselamatkan. Tanpa pengakuan iman kepada Yesus-Kristus, Anak Tunggal Allah, tidak ada kemungkinan bagi siapapun untuk menerima anugerah keselamatan. Dan tanpa pengakuan, bahwa Yesus-Kristus adalah “Jalan” menuju hidup kekal (bd. Yoh.14:6), maka tidak ada seorangpun di bumi ini yang akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Itulah sebabnya Alkitab bersaksi : Keselamatan adalah Anugerah Allah !.
2.         APAKAH KESAKSIAN ALKITAB TENTANG KEILAHIAN YESUS KRISTUS ?
Meskipun secara tersirat kita menyimpulkan, Alkitab menyaksikan keilahian Yesus-Kristus; akan tetapi Dia sendiri tidak mengucapkan hal itu di muka umum secara terbuka. Simaklah percakapan ini (Mat. 16 : 13 – 18) :
Yesus             :  Kata orang, siapakah Anak Manusia itu 
Para murid   :       “Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia atau salah seorang dari para nabi”
Yesus             :  “Apa katamu, siapakah Aku ini ?”
Petrus           :       “Engkau adalah Mesiah, Anak Allah yang hidup”
Yesus             :  Berbahagialah, engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga


Percakapan itu mengandung 2 (dua) makna yang bisa sama tetapi sekaligus juga tidak sama.

Pertama,  Kata orang, siapakah Anak Manusia itu”. Apakah murid-murid mendengar komentar orang banyak tentang Anak Manusia ?  Ya ! Mereka mendengar pendapat orang banyak tentang Yesus : Yohanes  Pembaptis, Elia, Yeremia atau salah seorang dari para nabi”. Siapakah orang banyak  itu ? Orang Israel. Orang-orang ini memiliki Kitab Suci (Ta-Na-Ch) yang menuliskan sejarah para utusan Allah : nabi-nabi. Oleh karena itu,  berdasarkan pengetahuannya orang-orang itu berpendapat demikian. Yesus tidak menyalahkan mereka, sebab di dalam cerita ini Yesus tidak memberikan tanggapan apapun tentang pendapat orang banyak yang disampaikan para murid.

Kedua, “Apa katamu, siapakah Aku ini ?” Setelah pertanyaan pertama diajukan, Yesus mengalihkan perhatian para murid kepada inti persoalan : siapakah Aku ini ? Yesus tidak menanyakan : “kata orang”, pandangan orang Israel tentang Dia. Yesus menanyakan pandangan orang-orang terdekat di sekitar Dia yang menyaksikan kehidupan-Nya sehari-hari, yaitu para murid. Sesungguhnya, pertanyaan ini patut ditempatkan dalam relasi personal antara Yesus dan orang-orang terdekat itu. “Apa katamu (kamu) itulah persoalannya.

Pengakuan Petrus. Di antara para murid itu Petrus menyatakan pendapat : “Engkau adalah Mesiah, Anak Allah yang hidup”. Pengakuan itu, sesungguhnya, menunjukkan pengenalan pribadi Petrus terhadap segala sesuatu yang diucapkan dan dikerjakan oleh Yesus. Jika kita berasumsi bahwa Petrus tidak mengenyam bangku pendidikan, seperti yang dialami Paulus, sebab sejak remaja ia menjadi nelayan, maka ia tidak memiliki pengetahuan sistematis yng berhubungan dengan isi ajaran Agama Israel. Oleh karena itu, benarlah apa yang dikatakan Yesus : “… bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga”. Artinya, pengenalan akan Yesus-Kristus, Anak Allah yang hidup merupakan hasil dari :

1).  Penyataan itu lahir karena pengalaman interaktif pribadi Petrus bersama Yesus-Kristus.

2).  Dalam perjumpaan pribadi : Yesus <-> Petrus, Allah mengilhaminya, sehingga ia menyatakan kebenaran itu. 


Dengan demikian ucapan Yesus-Kristus yang menyatakan : “… bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” menimbulkan peng-arti-an baru, bahwa kemesiahan Yesus (keilahian, atau katakanlah : ke-Allah-an) bukan saja didasarkan atas nubuat nabi-nabi dalam Kitab Suci Agama Israel atar tradisi losan yang diturunkan kepada semua orang Israel semata-mata, melainkan Allah, yang bekerja oleh Roh-Nya, meyakinkan Petrus akan kebenaran-Nya : Yesus itu Allah. Dengan demikian, salah besar jika alim-ulama menuduh / mendakwa Yesus menghujat TUHAN, Allah Israel. 

Pengakuan Petrus itu  dapat dipahami, jika kita berpikir seperti Petrus, seorang nelayan yang tidak berpengetahuan tentang hukum Taurat dan nubuat nabi-nabi, telah berani menyatakan sesuatu yang berlawanan dengan ajaran ahli Taurat, kaum Parisi dan Kaum Saduki. Keberanian Petrus, menurut Yesus, bukan saja dikarenakan hubungan yang intim antar mereka, bukan pula karena Petrus menyaksikan dari dekat karya Yesus semata-mata, melainkan satu-satunya alasan kuat adalah : karena Allah memberikan roh keberanian ke dalam hati dan pikirannya, sehingga ia dapat mengucapkan pengakuan iman pribadi :  Yesus adalah Allah (Ibr. Messiah; Yun. Kristos).

Yesus Mesiah. Pendalaman tentang istilah Mesiah dalam tradisi pengajaran Agama Israel (Agama Musa sampai ke dalam bentuk Yudaisme) mengungkapkan, bahwa telah terjadi perkembangan gagasan teologi Israel tentang pengenalan akan Allah. Menurut tradisi Agama Israel sejak Musa, TUHAN adalah Allah yang membentuk dan menciptakan Israel. Israel disebut sebagai miliki-Nya, anak sulung Allah (Kel. 4:21-23), umat kepunyaan-Nya, harta kesayangan-Nya, bangsa pilihan-Nya, dan sebutan-sebutan yang lain dalam Alkitab Perjanjian Lama.

Gagasan Teologi nabi-nabi dan nubuat tentang Mesiah. Tradisi tentang Allah selaku Raja Israel telah muncul jauh sebelum masa kerajaan. Hal ini patut dipahami siapapun. Sebab kita selalu menghubungkan gagasan tentang Mesiah dengan kenabian pada masa kerajaan Israel-Yehuda saja. Seakan-akan kita melupakan awal pemunculan gagasan itu dalam sejarah pra-kerajaan. Padahal sesuai kesaksian Alkitab gagasan tentang Allah selaku Raja Israel (bd. 1 Sam. 1 : 7) sudah dimulai jauh sebelum pemunculan para nabi yang mempunyai kitab (Yesaya, Yeremia, Yeheskiel, Hosea, Amos, dll). Samuel disebut juga Nabi. Abraham disebut nabi menurut kesaksian APL Saya menggunakan istilah proto-nabi untuk membedakan nabi-nabi yang berkitab dan yang tidak berkitab (gagasan saya ini akan diuraikan pada kesempatan berikutnya dalam pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan gerakan kenabian di Israel-Yehuda).

Sejarah sosial terkait tradisi tentang Allah selaku Raja Israel.

Alkitab menceritakan, bahwa pada awalnya Israel tidak memiliki sistem pemerintahan seperti yang dipunyai oleh suku-suku dan bangsa-bangsa di wilayah Kanaan. Israel dipimpin oleh Pemipim yang diangkat dan ditunjuk oleh Allah. Musa, Joshua, Harun, Hakim-Hakim adalah merepresentasikan kekuasaan Allah atas umat-Nya. Mereka mewakili Allah memimpin Israel. Sesungguhnya, menurut pemahaman iman Israel, Allah adalah Pemimpin mereka.

Perubahan juga pertumbuhan gagasan Pemimpin dan Raja. Ketika Israel menaklukkan dan menduduki wilayah suku-suku bangsa Kanaan, mereka berjumpa dengan budaya baru : budaya pemerintahan sipil. Jauh sebelum Israel memasuki wilayah itu, suku-suku bangsa Kanaan telah memiliki sistem pemerintahan kerajaan (monarchi) yang stabil. Perjumpaan dengan budaya Kanaan-lah yang mendorong Israel mendesak Samuel untuk menunjuk dan mengangkat seorang Raja (1 Sam. 8 : 5 –>Angkatlah sekarang seorang raja atas kamu untuk memerintah kami”, ay. 6  -> “berikan kepada kami seorang raja”; ay 10 -> “yang meminta seorang raja”; ay. 19 -> “Dengarlah permintaan mereka dan angkatlah seorang raja bagi mereka”) sebagai pemimpin mereka. Samuel menampik tetapi TUHAN menyetujui permintaan umat-Nya (1 Sam. 8:22).

Risiko. Samuel mengangkat raja atas permintaan Israel. Ia juga menjelaskan firman TUHAN tentang risiko yang akan dipikul oleh Israel,  apabila diperintahi raja. (1 Sam. 8 : 11 – 18). Dan segala risiko itu dialami Israel sejak masa pemerintahan Saul sampai ke dalam masa pembuangan ke Babilonia.

Munculnya Gagasan Mesiah.

Gagasan teologi mesianik ini bukan saja muncul dalam masa pembuangan melainkan sudah diawali sejak pra-eksilis (pra-pembuangan). Gagasan ini dikemukakan oleh nabi-nabi untuk menjawab masalah sosial yang dihadapi masyarakat Israel, karena tindakan sewenang-wenang dari kaum bangsawan kerajaan. Sekali lagi, gagasan ini tidak turun dari sorga. Gagasan ini bertumbuh dari realitas sosial.

Nabi Yesaya (juga Amos, Hosea dan Mikha yang sejaman dengan Yesaya) melihat fenomena sosial yang ditimbulkan karena arogansi penguasa kerajaan. Rakyat menderita sengsara lahir dan bathin (Yes. 3:15 -> “Mengapa kamu menyiksa umat-Ku”). Ibadah kepada Allah digantikan penyembahan berhala yang dibawa masuk oleh permaisuri raja yang berasal dari suku-suku di sekitarnya. Akibatnya rakyat Israel berseru memohonkan TUHAN Allah bekerja membebaskan mereka dari penderitaan. Di satu sisi, melihat kesulitan ini, nabi-nabi tidak saja memprotes ketidak adilan dan ketidak benaran yang dibuat oleh pihak kerajaan, mereka pun memprotes penguasa kerajaan. Di lain pihak, para nabi mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah nasional. Muncullah re-interpretasi dan re-formulasi atas tradisi keagamaan tentang Allah selaku Raja Israel.

Melalui mulut nabi Allah berfirman : “Mereka menolak Aku !” Firman ini mempunyai makna dalam. Israel  bukan saja menolak beribadah kepada Allah, tetapi di dalamnya juga tersirat ucapan-Nya kepada Samuel : “Sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka. Tepat seperti yang dilakukan mereka kepada-Ku sejak hari Aku menuntun mereka keluar dari Mesir sampai hari ini, yakni meninggalkan Daku dan beribadah kepada Allah lain, demikianlah juga dilakukan mereka kepadamu” (1 Sam. 8:7-8). Penolakan terhadap kepemimpinan Allah bukan saja terjadi pada masa Samuel, tetapi sudah diperlihatkan Israel sejak masa Musa menuntun mereka keluar dari Mesir “sampai hari ini”, sampai masa pemerintahan raja-raja.

Bertolak dari fenomena sosial itu para nabi menubuatkan datangnya seorang Raja Mesiah (Arb. Al-Masih; Yun. Kristos; Indo. Kristus) yang akan menyelamatkan dan membebaskan Israel.  Pemerintahannya akan membuka zaman baru di mana harapan Israel akan terpenuhi. Dengan demikian Israel patut belajar dari kondisi sosialnya, agar ia tidak menggantungkan harapan pada manusia : Raja (bd. Yes. 2 : 22 -> “Jangan berharap pada manusia”; Yer. 17:7 -> “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN !”). Messiah itu adalah Allah sendiri {Yes. 2:14 -> “Dan TUHAN sendiri akan memberikan kepadamu suatu pertanda : Sesungguhnya, seorang perempuan muda akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamainya Imannuel, bd. Mat. 1:23 -> “artinya : Allah menyertai kita”; Yes. 9:5-6 -> “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang : Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, Raja damai ! Besar kekuasaannya; dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas tahta Daud dan dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya”; Mikh. 5:1, 3 -> “Tetapi engkau, hai Bethlehem Efrata hai yang terkecil di antara kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purakala, sejak dahulu kala…. Ia bertindak dan akan menggembalakan mereka dalam kekuatan TUHAN dalam kemegahan TUHAN Allahnya; mereka akan tinggal tetap, sebab sekarang ia menjadi besar sampai ke ujung bumi dan dia menjadi damai sejahtera”; dan ayat-ayat lain yang menunjuk pada Mesiah dapat ditemukan dalam Alkitab}.

Penjelasan ini menegaskan, bahwa Messiah itu datang dari pihak Allah. Ia dilahirkan dalam wujud manusia. Dilahirkan oleh seorang perempuan muda. Ia memerintahi Israel (Mik. 5:1) di atas tahta Daud untuk membawa damai sejahtera Allah sampai ke ujung bumi. Sebagai Raja, Ia bertugas menggembalakan umat Allah. Mesiah itu sudah ada sebelum dunia diciptakan (Mikh. 5:3; bd. Yoh. 1:1-2).

PENDETA ARNOLD REMALS IHALAUW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar