Senin, 21 Februari 2011

5 Ran. Pengajaran Hari Rabu, 2 Maret 2011 - Matius 19


RANCANGAN PENGAJARAN
HARI RABU, 02 MARET 2011


I. POKOK UTAMA
PERKAWINAN KRISTEN

TUJUAN UTAMA
Mengenal Tugas Gereja memberitakan karya                        Yesus-Kristus dalam rencana penyelamatan Allah
II. POKOK BAHASAN
PERCERAIAN SUAMI ISTERI KRISTEN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
TUHAN, Allah kita, bekerja menyelamatkan dengan tujuan, agar orang percaya pergi memberitakan pekerjaan pembebasan yang dilakukan-Nya

III. SUB-POKOK BAHASAN

PERKAWINAN SEBAGAI
LEMBAGA KESELAMATAN

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Pengajaran ini dijadwalkan untuk diajarkan dalam pertemuan ibadah Jemaat sebagai KELUARGA ALLAH, agar

1.    Tiap warga jemaat sebagai anggota mengetahui dan mengerti, bahwa dengan kuasa-Nya yang dahsyat,TUHAN Allah telah menyelamatkan anggota KELUARGA ALLAH.

2.    Tiap warga jemaat menghayati akan kuasa Allah serta percaya, bahwa Dia mengadakan mujizat menurut kehendak dan waktu yang ditentukan-Nya.

3.    Tiap warga jemaat berpartisipasi dan berperan serta untuk memberitakan kabar baik.

4.    Warga jemaat menjalankan kehidupan pribadi dan keluarga serta kegiatan pekerjaan sesuai dengan kesaksian Alkitab yang berintikan firman Allah, sehingga semua orang yang melihatnya memuliakan Allah dan diselamatkan.

 BACAAN UNTUK MATERI URAIAN

INJIL MATIUS 19 : 1 – 12  
               
MEDAN – SUMATERA UTARA

Sabtu, 19 Pebruari 2011

disusun oleh

PDT. ARIE A. R. IHALAUW

-----oooo000oooo-----

PENDAHULUAN

Sepanjang sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ajaran Gereja (Teologi Gereja), ada kekeliruan pemahaman tentang institusi perkawinan. Sejauh ini perkawinan dipahami sebagai institusi yang disahkan oleh Gereja, padahal peristiwa itu berhubungan langsung dengan kegiatan sosial. Kami berusaha menjelaskan hal ini sebagai berikut :

1.  Kekeliruan itu disebabkan karena pemahaman teologi yang diwarisi Gereja ini melalui Indische Kerk.  Tengoklah sejenak ke latarbelakangnya. Dahulu (dan mungkin sampai sekarang) sepasang suami-isteri yang akan menikah menerima AKTA PERKAWINAN yang sudah disahkan Gereja. Akta tersebut diakui juga oleh Negara.  

2.  Setelah zaman kemerdekaan sampai tahun 1974 Pemerintah Indonesia mengalami kesulitan dalam menata kehidupan keluarga dari warga Negaranya. Kesulitan itu meliputi : 

2.1.           Perkawinan antar warga Negara yang berbeda keyakinan agama,

2.2. Perkawinan yang diselenggarakan berdasarkan norma-norma adat kesukuan,

2.3. Perkawinan Sirik (poligami yang disahkan berdasarkan Ajaran Agama).

2.4. Perkawinan antar sepasang suami-isteri, warga Negara Indonesia, berbeda keyakinan agamanya.

2.5. Hubungan Perkawinan dengan status pekerjaan seorang Pegawai Negeri (Peraturan Pemerintah No. X tahun ….). 

Masalah di atas menimbulkan kesulitan bagi Pemerintah Indonesia dalam hal menata tertibkan kehidupan bermasyarakat. Khusus masalah : perkawinan sepasang suami-isteri berbeda keyakinan agama. So pasti, pemimpin agama tertentu akan mengeluh dan mengusulkan penertiban perkawinan sesuai ajaran (Teologi) agamanya. Hal ini terbukti dalam pengadaan Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 dan seluruh perubahannya serta Keputusan Menteri Agama. Sedikit-dikitnya pengadaan Undang-Undang Perkawinan itu turut berdampak bagi pandangan Gereja tentang pelaksanaan Perkawinan Kristen. Oleh karena itu, Gereja perlu menjelaskan pandangan dan sikapnya terhadap penyelenggaraan Perkawinan Kristen.

PERKAWINAN MERUPAKAN PERISTIWA SOSIAL

Secara sosiologis perkawinan terjadi dalam wadah masyarakat, bukan Gereja. Menurut pendapat kami, perkawinan merupakan pengesahan dan peresmian Negara mewakili masyarakat atas kontrak perjanjian antara sepasang suami isteri berbeda jenis kelamin. Kontrak perjanjian itu didasarkan atas cinta-kasih dan pengakuan semua pihak terkait atas hubungan yang terjalin di antara laki-laki dan perempuan yang akan menikah. Dalam hal ini kami meletakkan kebebasan azasi tiap orang untuk memilih bagi diinya sendiri seorang yang menjadi pendampingnya kelak. 

Hubungan cinta-kasih yang dibangun oleh laki-laki dan perempuan, pada hakekatnya tidak ada hubungannya dengan keyakinan agama. Ketika seorang laki-laki jatuh cinta kepada seorang perempuan, hal itu tidak ada sangkut paut dengan agama.  Terjadi karena rasa-suka-sama-suka. Bukan dipaksakan serta tidak seorangpun di antara mereka dijadikan objek penderita. Dalam hal ini Gereja dan Mesjid tidak perlu campur tangan, jika tidak diminta oleh pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin).

PENGESAHAN PERKAWINAN ANTAR PASANGAN BERBEDA AGAMA

Jauh sebelum UU Perkawinan 1974 diundangkan telah terjadi pengesahan / peresmian perkawinan antar pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin). Hal itu dilakukan dengan 2 (dua) cara :

1. Pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin) mengajukan permohonan kepada Pemerintah, agar perkawinannya disahkan / diresmikan dengan tetap memegang keyakinan agamanya masing-masing.

2.  Pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin) mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri setempat untuk mengesahan/ meresmikan status perkawinan dengan tetap memegang keyakinan masing-masing.

Cara seperti itu masih berlangsung sampai UU Perkawinan tahun 1974 diberlakukan oleh Negara.

PERKAWINAN KRISTEN

1. Perkawinan akan bersentuhan dengan tugas Gereja, jika hal itu diminta oleh pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin). 

2.  Jika salah satu di antara pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin) tidak bersedia diberkati nikahnya dalam Gereja, maka pemberkatan perkawinan tidak akan dilaksanakan. Oleh larena itu, calon pasangan yang berbeda keyakinan harus membuat pernyataan tertulis (di atas kertas bermeterai) yang menyatakan kesediaannya beralih keyakinan. Sesudah itu yang bersangkutan mengikuti Katekisasi Dewasa untuk dibaptis-sidikan selaku Warga Gereja. Barulah kemudian diberkati perkawinannya. 

PEMAHAMAN TEOLOGI GEREJA TENTANG PERKAWINAN DAN PEMBERKATAN PERKAWINAN.

1.  Yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia

Gereja tidak menjodohkan siapapun. Ucapan Yesus yng dituliskan penulis Matius : “Yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia” bukan dimaksudkan untuk membenarkan perjodohan (pertunangan) sepasang kekasih (berbeda jenis kelamin). Ucapan Yesus tersebut dipakai Gereja dalam peristiwa Pemberkatan Perkawinan Kristen. Artinya, seluruh warga Gereja meyakini, bahwa pemberkatan perkawinan, yang dilakukan dengan memakai Tata Ibadah Gereja, merupakan perwujudan dari tujuan Allah untuk membawa keselamatan ke dalam hidup manusia ciptaan-Nya : seorang laki-laki dan seorang perempuan. Gereja berdasarkan otoritas yang diberikan Yesus-Kristus, mewakili Allah, menyatakan persetujuan atas perkawinan-tunggal (monogami), bukan poligami (perkawinan banyak isteri atau banyak suami).

2.  Kesatuan yang tidak terbagi dan yang tidak boleh dipisahkan.

     Pemahaman dan pengakuan Gereja mengenai kesatuan-hidup (Kel. 2:24; bd. Mat. 19:5–6 -> “keduanya menjadi satu-daging”) suami-isteri berbeda jenis kelamin bertujuan menegaskan kekudusan hidup pasangan tersebut. Artinya, pasangan yang diberkati perkawinannya wajib menjalankan kehidupan perkawinannya dengan menghormati ajaran Allah  : “Jangan berzinah” (Kel. 20:14; bd. Ul. 5:18) yang dapat dijadikan alasan perceraian (Mat.  19 : 6 – 9, khsusunya pernyataan Yesus tentang perceraian : “sejak semula tidaklah demikian”; bd. Mal. 2 : 16 -> “Aku membenci perceraian”).

3.  Perkawinan melambangkan Hubungan Kristus dan Jemaat

     Gereja memahami dan mengakui perkawinan menjadi lambang / simbol yang menyatakan keesaan hubungan antara Kristus dan Jemaat (Efs. 5 : 32 -> “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan Jemaat”; simaklah juga Hosea psl 1 – 3). Artinya, sama seperti seorang Kristen mengakui Kristus selaku Tuhan dan Juruselamat akan setia memelihara hubungan dengan Dia, demikianlah ia wajib mempertahankan serta berjuang memelihara kesatuan hubungan suami-isteri (berbeda jenis kelamin). Sebab hanya dengan demikian ia membuktikan kebenaran hati nuraninya di hadapan semua orang. Ia bersaksi dalam perbuatan kudus. 

GEREJA TIDAK MERESMIKAN / MENGESAHKAN PERKAWINAN

Gereja bukanlah pelaksana kehidupan bernegara (bermasyarakat). Sebab itu, ia tidak memiliki wewenang untuk meresmikan / mengesahkan perkawinan siapapun dan dalam bentuk apapun. Hal ini patut diingat oleh setiap pejabat Gereja. Karena jika Gereja mengesahkan / meresmikan perkawinan, maka pada saat pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin) bercerai, Gereja juga akan terlibat langsung dalam proses perceraian. Jika terjadi demikian, maka Gereja telah mengkhianati Yesus-Kristus, Tuhan dan Mempelainya. 

PERESMIAN / PENGESAHAN MENDAHULUI PEMBERKATAN PERKAWINAN KRISTEN

Bolehkah PEMBERKATAN PERKAWINAN KRISTEN dilakukan sebelum pengesahan / peresmian perkawinan oleh Pemerintah ? Tidak boleh ! Pemberkatan perkawinan Kristen dilakukan atas pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin) yang sudah disahkan pemerintah. Dengan kata lain, pemberkatan itu dilayani oleh Gereja atas KELUARGA YANG SUDAH DIBENTUK MELALUI TINDAKAN HUKUM NEGARA. Jika sepasang laki-laki dan perempuan memasuki ruang ibadah, sebelum perkawinan disahkan pemerintah, maka hal itu merupakan tindakan perzinahan (meskipun hanya satu menit !). 

MASALAH I -> Bagaimanakah cara mengatasinya ?

Pejabat Gereja di tingkat Jemaat Lokal patut meminta perhatian serius dari calon suami-isteri (berbeda jenis kelamin) untuk melaksanakan pengesahan perkawinan, sebelum pemberkatan nikah. Sebab Gereja tidak bisa mengambil alih wewenang pemerintah untuk maksud tersebut, kecuali dalam kasus-kasus tertentu di mana Pejabat Gereja dalam Jemaat Lokal berfungsi sebagai Petugas Pencatat Perkawinan Sipil yang diangkat dengan Surat Keputusan Pemerintah. 

MASALAH II -> Dapatkah sepasang suami-isteri (berbeda jenis kelamin) yang telah disahkan perkawinan menunda pemberkatan nikahnya ?

Tidak boleh ! Hal seperti inipun dikategorikan ke dalam perbuatan zinah. Segera setelah selesai Petugas Pencatat Perkawinan Sipil mengesahkan / meresmikan perkawinanya, maka yang bersangkutan wajib memproseskan pemberkatan perkawinan Kristen. Sebaiknya, pengesahan perkawinan sipil dilakukan pada hari yang sama dan dalam waktu yang berdekatan dengan pemberkatan nikah Kristen

Kiranya penjelasan seperti ini dapat mencerahkan dan membuka wawasan pelayanan-kesaksian untuk tujuan pembangunan Keluarga Allah. 

PENJELASAN KOMPARASI INJIL SINOPTIS


STUDI INJIL – INJIL SINOPTIS TERKAIT PERIKOP BACAAN

MATIUS 19 : 1 – 12  
MARKUS 10 : 1 – 12
LUKAS (tersebar)

1. Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkat-lah Ia dari Galilea dan tiba di Yudea yang di seberang Sungai Yordan
1 Dari situ Yesus berangkat ke Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situpun orang banyak datang mengeru-muni Dia, dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula.


2. Orang banyak berbondong -bondong mengikuti Dia dan Ia pun menyembuhkan mereka di sana.
2 Maka datanglah orang-orang Pa-risi,  dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya : “Apakah seorang suami diper-bolehkan menceraikan isteri-nya ?”


3. Maka datanglah orang-orang Parisi kepada-Nya untuk men-cobai Dia. Mereka bertanya : “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja”
3  Tetapi jawab-Nya kepada mere-ka : “Apa perintah Musa kepada kamu ?”


4.  Jawab Yesus : “Tidakkah kamu baca, bahwa Dia yang mencip-takan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan ?” (bd. Kej. 1 : 26)
4  Jawab mereka : “Musa memberi izin untuk menceraikannya de-ngan membuat surat cerai.”


5.  Dan firman-Nya : Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,  sehingga keduanya menjadi satu daging. (bd. Kej. 2:24; Efs. 5:31).
5  Lalu kata Yesus kepada mereka : “Justeru karena ketegaran hati-mulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu.


6.  Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan menjadi satu. Karena itu apa yang telah di – persatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.
6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, (bd. Kej. 1:26)


7.  Kata mereka kepada-Nya : “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberi surat cerai, jika orang menceraikan isterinya ?”
7  sebab itu laki-laki akan mening-galkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,


8.  Kata Yesus kepada mereka : “Karena ketegaran hatimu Mu-sa mengizinkan kamu mence-raikan isterimu, tetapi sejak se-mula tidaklah demikian.
8  sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mere-ka bukan lagi dua, melainkan satu.


9.  Tetapi AKU BERKATA KEPADAMU : barangsiapa menceraikan iste-rinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah”.
9  Karena itu, apa yang telah diper-satukan Allah, tidak boleh dice-raikan manusia.


10  Murid-murid itu berkata kepa-da-Nya : “Jika demikian halnya hubungan antara suami dan is-teri, lebih baik jangan kawin”
10 Setelah mereka sudah di rumah murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu.


11  Akan tetapi Ia berkata kepada mereka : “Tidak semua orang dapat menhgerti perkataan ini hanya mereka yang dikaruniai saja
11 Lalu kata-Nya kepada meraka : “Barangsiapa menceraikan iste-rinya lalu kawin dengan perem-puan lain, ia hidup dalam perzi-nahan terhadap isterinya itu.
Setiap orang yang menceraikan is-terinya, lalu ia kawin dengan pe-rempuan lain, ia berbuat zinah (Luk. 16:18a; bd. Mrk 10:11; Mat. 19:9)

12  Ada orang yang tidak dapat ka-win karena memang lahir de-mikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demi-kian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikiankarena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat me-ngerti, hendaklah ia mengerti !”
12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.
Dan barangsiapa yang kawin de – ngan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah (Luk. 16 : 18 bd. Mrk. 10:12)
                
                adalah kalimat  berwarna merah menunjuk pada kesejajaran tradisi di antara kedua Injil Sinoptis (Markus Matius)

               Tradisi Injil Matius (warna biru)

               Tradisi Injil Markus (warna hijau)






1. Satu Injil 3 (tiga) Pencerita / Pemberita / Pekabar. 

Markus, Matius dan Lukas adalah pencerita karya ibadah hidup Yesus. Yang diberitakan itu adalah satu : YESUS-KRISTUS, orang Nazareth, tetapi diceritakan menurut versi penceritanya. Perbedaan cerita itu terjadi karena pandangan teologi yang melatarbelakangi, juga sumber-sumber tradisi lisan yang dimiliki tiap-tiap pencerita. Bisa saja ketiga pencerita itu memiliki sumber yang sama, tetapi karena pandangan teologi dan tujuan penulisannya berbeda, maka akan muncul variasi cerita yang dituliskannya (oleh karena itu, saya menyarankan kepada para pengajar, agar perlu membeli dan menyimak buku-buku Teologi mengenai ILMU PEMBIMBING KE DALAM PERJANJIAN BARU yang dicetak-terbitkan oleh BPK Gunung Mula – Jakarta). 

2.   Sumber Utama dan Sumber-Sumber

2.1. Ketiga Injil Sinoptis ini memiliki satu sumber utama, yang disebut : UR-MARKUS (Ur-Marcan). Beberapa pakar APB mengidentifikasikan sumber itu adalah Injil Markus sekarang. Akan tetapi setelah dilakukan penelitian panjang, pandangan ini pun diragukan. Mereka mengajukan pertanyaan : apakah Ur-Markus sama persis isinya dengan Injil Markus sekarang ini ? (Jika pembaca ingin mengetahui lebih jelas, maka perlu melahap berbagai buku teologi berkaitan dengan Injil-Injil Sinoptis).  Namun banyak pakar teologi merujuk pada pendapat utama, bahwa Injil Markus sekarang ini adalah sumber utama bagi ketiga Injil Sinoptis, meskipun ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan secara serius tentang kritik-literernya. 

2.1. Sumber-Sumber itu berasal dari tradisi lisan (cerita-cerita) di sekitar karya dan ucapan-ucapan Yesus. Tradisi lisan itu tersebar di kalangan Jemaat Kristen Abad I. Tradisi lisan itu dikumpulkan dan diolah menjadi bahan dasar penulisan oleh tiap penulis Injil (Dalam APL tradisi lisan ini disebut LAY-SOURCES, sumber umum).

2.3. Sumber Umum (Lay-Sources) yang dimiliki oleh Penulis Lukas disebut QUELLE-LUKAS (Sumber Khas Lukas), sedangkan yang dimiliki Matius disebut QUELLE-MATIUS (Sumber Khas Matius). 

2.4. Di samping Quelle-Matius dan Quelle-Lukas, kedua penulis itu pun memiliki cerita-cerita (tradisi lisan) yang diwariskan oleh tokoh-tokoh Jemaat Kristen Abad I. Lukas sangat dipengaruhi oleh Rasul Paulus, sedangkan Matius pun dipengaruhi Rasul Petrus. Kedua rasul itu mempengaruhi gaya penulisan dan gagasan-gagasan teologi dalam Injil Matius dan Injil Lukas. 

     Dengan demikian kita dapat menyimpulkan, bahwa Yesus-Kristus yang menjadi pusat pemberitaan itu disoroti oleh tiap-tiap penulis menurut gaya bahasa, pola berpikir teologi dan tujuan-tujuan penulisnya.

3.   Mengenal Penulis Injil Matius

     Menanggapi topik ini, kita perlu berhati-hati; sebab ada beberapa teori yang perlu dibahas secara mendetail. 

3.1.  Matius Murid Yesus

       Teori ini dianut oleh Gereja manapun di dunia. Pandangan ini didasarkan atas nama murid Yesus, yakni : MATIUS si Pemungut Cukai (Mat. 10:3; Mrk. 3:18 hanya menuliskan nama : Matius, tanpa pekerjaan; Luk. 6:15 sama dengan Markus).  Akan tetapi informasi tertulis tentang peran Matius Pemungut Cukai sangat kurang. Dimanakah ia bekerja, kemanakah ia pergi memberitakan Injil, masih kurang jelas.

3.2.  Matias Pengganti Yudas Iskariot

       Lukas menceritakan penggantian Yudas Iskariot (Kis. 1 : 15 – 26; khususnya ayat 23 -> Mereka mengusulkan dua orang : Yusuf yang disebut Barsabas dan juga disebut Yustus, dan Matias). Namun usulan teori ini kurang diterima oleh pakar teologi, sebab identitasnya berbeda. 

3.3.  Salah seorang Pemuka Jemaat Kristen-Israeli

       Setelah meneliti dan mengkaji (melakukan kritik-literer) serta menguji hasil-hasil temuan ilmiah tentang bahasa dan pola penulisan Injil Matius, maka para teolog tiba pada kesimpulan sebagai berikut :

3.3.1. Pola penulisan Injil Matius

          Penulis Injil Matius cenderung memakai gaya penulisan yang mengikuti tradisi Perjanjian Lama. Injilnya seakan-akan dibagikan ke dalam beberapa kelompok, seperti : 

a). Pasal 1 : 1 – 18 

Bahagian ini menceritakan silsilah Yesus-Kristus (ay. 1 -> Inilah silsilah Yesus-Kristus, anak Daud, anak Abraham). Cerita ini bertujuan menghubungkan sejarah Israel ke dalam sejarah hidup Yesus. 

     ANAK DAUD (Penggenapan Janji Allah tentang Mesiah)

Penggunaan idiom ANAK DAUD bertujuan menunjuk pada penggenapan nubuat-nubuat nabi tentang RAJA MESIAH yang akan lahir dari Dinasti Daud {bd. Maz 2 : 7 tentang Pelantikan Raja di Zion -> “Anak-Ku Engkau ! Rngkau telah Kuperanakkan pada hari ini”. Kalimat ini diulangi setelah direvisi penulis : “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi” – Mat. 3:17. Tujuan penulis sangat jelas. Ia ingin meyakinkan orang-orang Israel penganut Yudaisme, bahwa Yesus adalah Mesiah yang dinubuatkan Perjanjian Lama. Dia datang untuk menggenapi (Mat. 5:17) seluruh janji Allah kepada Israelyang termaktub dalam Kitab Taurat dan Kitab Para Nabi}

     ANAK ABRAHAM.

     Idiom ini dipakai penulis Matius untuk menujuk hubungan bio-genetis antara Yesus dengan leluhur Israel. 

     Dengan demikian penulis Injil Matius ingin membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesiah yang berasal dari Dinasti Daud, yang adalah keturunan Abraham, leluhur Israel (bd. khotbh Pertus di Bait allah setelah peristiwa Pentakosta -> Kis. 2 : 22 – 39). 

b). Matius 1 : 19 – 4 : 25

     Bahagian ini menceritakan riwayat hidup Yesus : mulai dari peristiwa kelahiran sampai pembaptisan. Sesungguhnya, jika menyimak baik-baik, maka kita akan menemukan kerangka yang sejajar dengan peristiwa kelahiran Musa sampai ia dipanggil Allah (pahamilah pernyataan ilahi pada saat pembaptisan : “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi” – Mat. 3:17). Ucapan ini memiliki makna panggilan menjadi utusan Allah) untuk melaksanakan tugas pembebasan atas Israel yang tertindas di Mesir (bd. Kel. 1 – 3). 

c). Matius 4 : 1 – 11 

     Bahagian ini, jika disimak secara mendalam, merupakan gambaran dari perjalanan Israel di padang gurun, di mana mereka dicobai. Ucapan Yesus : “Ada tertulis : Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (bd. cerita penulis Ulangan tentang nasihat Musa – Ul. 8, khususnya ayat 3 “… manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”; bd. Mat. 4:4 “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”). 

d). Matius 5 – 7 kumpulan Pengajaran Yesus

     Pasal 5 – 7 merupakan kumpulan pengajaran Yesus. Dalam pasal-pasal ini penulis Matius menggambarkan Yesus sebagai Pemberi Hukum yang lebih tinggi kedudukan-Nya dari pada Musa, atau katakanlah Yesus adalah Allah yang yang berfirman dan memberikan perintah. 

     Hal ini sangat jelas, jika kita membaca pembandingan yang dibuat penulis Matius, salah satu contoh saja :

     Karena itu, siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain (bd. Ul. 6:6-9), ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah  hukum Taurat, ia menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 5:19).
     AKU BERKATA KEPADAMU : Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Parisi, sesungguhnya, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 5:20).
     Menurut penulis Matius, tugas Musa dan orang Israel adalah mengajarkan perintah-perintah hukum Taurat (bd. Ul. 6:6-9). Hukum Taurat itu diberikan Allah untuk menata tertibkan perilaku ibadah umat Israel. Jadi, jika orang hidup keagamaan orang Israel tidak lebih dari apa yang dilakukan oleh ahli Taurat dan orang Parisi, so pasti, mereka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 

     Untuk tujuan pengajaran dan penggembalaan Jemaat Kristen Abad I, di mana penulis Matius menjadi salah satu pemimpinnya, ia memakai ucapan Yesus : “AKU BERKATA KEPADAMU…” (bd. 5:22, 26, 28, 32, 34, 39, 44, dan ayat-ayat lain yang sama bunyinya) untuk menegaskan, bahwa Yesus-Kristus, adalah Tuhan dan Allah, yang memberikan perintah kepada orang Kristen dalam Jemaat. Dan ajaran itu jauh lebih tinggi dari pada adat istiadat orang Israel (Mrk. 7 : 1 – 23; bd. Mat. 15 : 1 – 20). Oleh karena Yesus-Kristus adalah Pemilik dan Kepala Gereja, maka ucapan-ucapan-Nya menjadi dasar bagi hukum Gereja. 

     Dengan demikian penulis Matius ingin menegaskan, bahwa di dalam kehidupan persekutuan umat Kristen, hanya ada satu firman yang berlaku, yakni : Firman Yesus-Kristus, dan hanya ada satu sumber Ajaran yang diajarkan, yakni : Ajaran Yesus.

     Mengingat panjangnya penjelasan tentang Kitab Injil Matius, maka saya mempersilahkan pembaca membeli dan menyimak seluruh buku yang berkaitan langsung dengan Teologi Perjanjian Baru, khususnya Injil Matius --- baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia, cetakan dan terbitan BPK Gunung Mulia

3.3.2.  Kutipan Ayat – Ayat Perjanjian Lama

          Data lain yang membuktikan, bahwa penulis Matius adalah seorang pemuka Kristen, sekaligus Kristen-Israeli, adalah penguasaannya terhadap tradisi (ayat-ayat) Perjanjian Lama. Kitab Injil Matiuslah yang banyak mengutip ayat Perjanjian  Lama ketimbang Inil Markus dan Lukas.

3.3.3.  Pengetahuan tentang Geograpi Israel

          Penulis Injil Matius menunjukkan kemahirannya dalam hal menunjuk letak geograpis kota-kota di mana Yesus bekerja. 

3.3.4.  Penguasaan Bahasa

          Pengalimatan (pemakaian ahasa) memperlihatkan kemampuan berbahasa yang baik. Ia menguasai secara baik stuktur bahasa, tidak seperti penulis Injil Markus. 

Bukti-bukti yang dikemukakan di atas membantu menemukan kesimpulan, bahwa nama penulis ini adalah MATIUS. Sama seperti nama Injilnya. Dia seorang keturunan Israel. Seorang intelektual dan pemuka Jemaat Kristen Abad I di wilayah Timur Tengah Kuno (Antiokia-Siria ?). Kemungkinan besar, Matius, penulis Injil, berbeda dengan Matius Pemungut Cukai, murid Yesus

3.4.  Tujuan Penulisan Injil Matius

       Yang dimaksudkan dengan tujuan penulisan Injil Matius perlu dibedakan dari Gagasan Teologi di dalam Injil Matius. Tujuan penulisan Injil Matius ini terkait pada konteks sosio-religius yang sedang dialami oleh Jemaat, di mana si penulis menjadi salah satu pemimpinya. Ada beberapa masalah yang digumuli Jemaat Kristen Asia saat itu, yakni : masuknya bangsa-bangsa non-israeli menjadi Kristen-israeli (Saya hanya menuliskan salah satu masalah saja, sebab terlalu nbanyak dan panjang untuk disampaikan).

       Masuknya bangsa-bangsa non-israeli menjadi Kristen-israeli menimbulkan benturan (culture-shock). Benturan tersebut tertuju pada fungsi – peran Hukum Taurat dan Sunat dalam Jemaat Kristen Abad I.  Menurut orang Kristen-Israeli, Hukum Taurat dan Sunat wajib dijalankan oleh Kristen non-israeli. Sunat adalah meterai keselamatan bagi semua orang yang ingin menjadi pengikut Kristus-Yesus, karena Dia juga memenuhi tuntutan itu. Sementara menurut orang Kristen non-israeli, keselamatan adalah anugerah Allah yang diberikan kepada siapapun oleh iman kepada Yesus-Kristus. Oleh karena itu, hukum Taurat dan Sunat tidak perlu dipenuhi oleh warga jemaat. 

       Perbedaan pendapat (persepsi ?) tentang fungsi – peran Hukum Taurat dan Sunat menimbulkan keretakan hubungan antar warga jemaat. Oleh karena itu, penulis Matius berupaya mengumpulkan tradisi lisan di sekitar ucapan-ucapan Yesus, yang masih terpelihara dalam jemaat-jemaat, kemudian membukukannya menjadi INJIL MATIUS. Melalui tulisannya penulis Matius bertujuan :

a).  Mengajarkan ucapan-ucapan Yesus kepada seluruh warga jemaat.
b).  Menjalankan penggembalaan atas jemaat, untuk membangun dan membina serta memelihara keutuhan Jemaat di mana ia menjalankan kepemimpinan Gereja. 

Sesuai dengan ucapan Yesus (Mat. 5:17 – 20), maka tafsiran imam-iman mengenai status dan fungsi Hukum Taurat, termasuk Sunat, berubah. Hukum Taurat dan Sunat tidak lagi menjadi JALAN MENUJU KESELAMATAN, melainkan petunjuk-petunjuk pelaksanaan hidup orang percaya yang sudah diselamatkan dari dosa; sedangkan JALAN KESELAMATAN adalah PERKATAAN YESUS (bd. Mat. 7: 24).

3.5.  Apakah Ucapan Yesus ? AKU BERKATA KEPADAMU

       Ucapan ini merupakan contoh yang sudah dibahas di atas. Menurut penulis Matius, Jemaat adalah persekutuan yang didirikan / diciptakan / dibangun oleh pekerjaan Yesus (bd.Mat. 16:18 -> “AKU AKAN MENDIRIKAN JEMAAT-KU”; bd. I Kor. 3 : 11). Itu berarti Jemaat adalah milik kepunyaan Yesus sendiri. Oleh karena jemaat itu dimiliki Yesus, maka seluruh penatalaksanaan dan penyelengaraan Jemaat / Gereja diatur berdasarkan ucapan-ucapan Yesus (AKU BERKATA KEPADAMU…). Pemberlakuan ucapan-ucapan itu menandakan, bahwa Yesus-Kristus berkuasa serta menjalankan pemerintahan-Nya di dalam persekutuan jemaat. Hal itu diwujudkan dalam kepemimpinan rasul, nabi, pengajar (I Kor. 12:28), pemberita Injil dan gembala (Efs. 4:12).

PEMBAHASAN DI SEKITAR TULISAN MATIUS 19

Marilah kita mendalami ucapan-ucapan Yesus yang dituliskan oleh penulis Matius. Hal ini dilakukan, agar kita menemukan makna yang tersirat dari apa yang tersurat, sehingga dapat membangun pemahaman yang sama dalam meningkatkan pekerjaan Gereja, yang meneruskan misi Yesus-Kristus. 

A.  Tentang Perceraian

     Matius menuliskan :

3. Maka datanglah orang-orang Parisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya : “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja”. 8.  Kata Yesus kepada mereka : “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.
     Pada hakekatnya, Yesus-Kristus setia pada tradisi keagamaan Israel. Ketika Orang Parisi bertanya : “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja”; Yesus menjawab : “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian”. Jawaban itu menunjukkan penguasaan-Nya akan tradisi keagamaan yang berkembang dalam agama Israel sejak masa Musa. 

a. Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu…

     Musa tidak pernah mengizinkan siapapun untuk mencerakkan isterinya dengan alasan apapun. Izin itu diberikan karena orang Israel mem-vitacompli-kan Musa dengan alasan kasual yang bersifat situasional, agar kepentingan (keinginan) mereka dikabulkan. Jadi pada hakekatnya Musa tidak menyetujui perceraian, demikian pun Allah (bd. Mal. 2: 16 -> “Aku membenci perceraian”). 

b.  tetapi sejak semula tidaklah demikian.

     Kalimat ini jelas-jelas memperlihatkan pemahaman Yesus tentang perceraian. Ia memakai keterangan waktu “sejak semula”. Ada beberapa pokok gagasan yang tersirat dalam keterangan waktu tersebut. 

1). Sejak semula, artinya, sejak Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, Dia telah membangun suatu persekutuan hidup, bukan saja antara manusia yang berbeda jenis kelamin, tetapi antara ciptaan dengan Penciptanya. Perkawinan itu menunjuk pula pada relasi (Ibr. nisbah) antara Allah dan manusia secara khusus (bd. Kej. 2:22). 

2). Manusia-laki-lakilah yang mengambil keputusan untuk menjadikan manusia-perempuan menjadi isterinya (bd. Kej. 2:23). Namun sekarang ini sesuai adat-istiadat setempat semua pihak dilibatkan dalam proses mengambil keputusan untuk menikahkan calon pasangan suami-isteri (berbeda jenis kelamin). 

3). Pengakuan manusia-laki-laki (Kej. 2:23) di hadapan umum telah menjadi landasan hukum untuk mengakui kesucian perkawinan dalam masyarakat (Kej. 2:24). 

 c. Perceraian adalah salah satu kasus dalam kehidupan suami-isteri (berbeda jenis kelamin). Jadi perceraian bersifat kasual. Kasus ini tidak boleh menjadi alasan untuk melanggar prinsip perkawinan menurut kesaksian Alkitab. Dan itulah yang menjadi titik tolak pemahaman Yesus, sehingga Ia berkata : “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu”. Sebab sejak semula, yakni : sejak Allah memberikan Hukum Taurat, Ia tidak mengizinkan perceraian. 

B.  Tentang Motivasi Perkawinan

     Matius menuliskan pandangan Yesus terhadap pertanyaan murid-murid-Nya :

10. Murid-murid itu berkata kepa-da-Nya : “Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin”. 11.  Akan tetapi Ia berkata kepada mereka : “Tidak semua orang dapat menhgerti perkataan ini hanya mereka yang dikaruniai saja. 12.  Ada orang yang tidak dapat kawin karena memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikiankarena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga.  Siapa yang dapat mengerti, hendaklah ia mengerti !”
1.  Orang tidak dapat kawin karena alasan-alasan bio-genetis, kondisi tubuh dan kejiwaan bawaan sejak lahir.

2.  Orang tidak mau kawin, karena kondisi kejiawan yang traumatis (termasuk pobhia), karena pengalaman percintaan masa lalu dengan kekasihnya (patah hati dan sebagainya)

3.  Orang tidak mau kawin dikarenakan keputusan pribadi yang berhubungan dengan panggilan dan pengutusan Allah (bandingkan kisah Paulus).

     Yesus tidak melarang siapapun untuk kawin. Tetapi melalui ucapan-ucapan-Nya kita dapat mengerti, bahwa Yesus mengingatkan semua orang untuk memahami dengan benar tujuan perkawinan. Alasan inilah yang penting diuraikan kepada warga jemaat; sebab perceraian bisa terjadi terjadi karena suami-isteri kurang menghayati motivasi dan tujuan perkawinnya. Dengan kata lain, kami mempositifkan kalimat ini : “Perceraian tidak boleh diadakan, jikalau setiap pengikut Yesus menghayati motivasi dan tujuan perkawinan Kristen.”

     Perkawinan Kristen bukan bertujuan seksual, melainkan untuk membuktikan kebenaran cinta-kasih di antara pasangan calon suami-isteri (berbeda jenis kelamin). Di sinilah kita patut memahami pandangan Yesus tentang perceraian : “Kecuali karena zinah”, artinya : perzinahan pun tidak dapat dijadikan alasan untuk bercerai, jikalau di antara suami-isteri (berbeda jenis kelamin) memiliki kesetiaan dan cinta-kasih. Bukankah kasih menutupi banyak sekali dosa, termasuk dosa perzinahan ? Jadi jikalau Allah mengampuni perzinahan (pengkhianatan) umat-Nya, apakah yang dapat dikatakan terhadap suami atau isteri yang mengkhianati cinta-kasih kita ? (bd. Hos. Psl 1 – 3). Ceraikah ? Itulah yang dimaksudkan penulis Matius  tentang ayat penutup yang dikatakan oleh Yesus : “Siapa yang dapat mengerti, hendaklah ia mengerti !

SELAMAT MENYUSUN PENGAJARAN

Medan – Sumatera Utara
Hari Senin, 21 Pebruari 2011

Salam dan Doaku :

PDT. ARIE A. R. IHALAUW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar