Sabtu, 12 Februari 2011

Rancangan Pengajaran Minggu, 13 Pbruari 2011 - YOHANES 4 : 1 - 14


RANCANGAN PENGAJARAN
IBADAH MINGGU, 13 PEBRUARI 2011

POKOK UTAMA

HIDUP PEMBERIAN ALLAH

TUJUAN UTAMA

Allah memanggil manusia untuk masuk ke dalam persekutuan hidup bersama Dia oleh iman kepada Yesus-Kristus

POKOK BAHASAN

MINGGU, 03 PEBRUARI 2011

HIDUP SEMAKIN INDAH
KARENA BERJUMPA DENGAN ALLAH

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Membangun dan membina
hubungan dialogis dengan Allah oleh 
karena iman kepada Yesus - Kristus

SUB – POKOK BAHASAN

YESUS – KRISTUS
DAN PEREMPUAN SAMARIA,

TUJUAN PEMBELAJARAN

MINGGU, 03 Pebruari 2011

Pengajaran ini dituliskan dengan maksud dan tujuan, agar …

1.   Tiap orang percaya mengetahui dan mengerti, bahwa ia selalu harus menyediakan waktu untuk berjumpa serta bergaul akrab dengan Allah.

2.   Tiap orang percaya memahami dan menghayati, bahwa perjumpaan dengan Allah menjadi inspirator yang mendorongnya untuk membuat hidup ini semakin lebih baik.

3.   Tiap orang percaya mengubah perilaku ibadahnya serta menghadirkan kebaikan Allah ke atas kemanusiaan yang beradab.

4.   Tiap orang percaya perlu bersikap rendah hati dan mengasihi Allah serta sesama, ketika sedang berada pada puncak kekuasaan.

BACAAN UNTUK MATERI URAIAN


INJIL YOHANES  4 : 1 – 14 
                                       
MEDAN – SUMATERA UTARA

Senin, 12 Pebruari 2011

disusun oleh

PDT. ARIE A. R. IHALAUW

-----oooo000oooo-----


URAIAN MATERI

A.  PENDAHULUAN

1.  Konteks Umum : Fenomena Sosial dan kecenderungannya

     Yang saya maksudkan dengan konteks umum sama maknanya dengan fenomena kemanusiaan dalam interaksi sosial, perilaku manusia yang diatur oleh norma-norma sosial, manusia dalam sistem sosial serta fungsi-sistem yang diberdayakan manusia.

a. Manusia dan Seksualitas.

     Umumnya kita dapat mengatakan, bahwa perkawinan adalah lembaga / institusi sosial yang ditetapkan secara normatif untuk menata tertibkan perilaku seksual manusia dalam hubungan masyarakat. 

b.  Sekse (kelamin) adalah anugerah Allah yang berhubungan erat dengan penciptaan. Ia bersifat biologis. Bersamaan dengan itu ada pula pertumbuhan hormonal yang mendorong penampakan perilaku seksual manusia. Ada yang normal, yang berlebihan dan yang menyimpang dari kebiasaan seksual antar jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. Jika dorongan seksual (istilah Alkitab : hawanafsu kedagingan) mengendalikan akalbudi, maka manusia dapat melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang yang merugikan semua pihak.
 
a.2. Nilai dan Pengadaan Peraturan 

Meskipun aktifitas seksual bersifat biologis, tapi penyalurannya perlu ditata-tertibkan, supaya tidak mengacaukan kehidupan masyarakat serta merugikan sesama. 

Tentang Nilai. 

Walaupun bersumber dari kondisi dan dorongan kedagingan (biologis), namun perbuatan seksual memiliki berbagai motif. Motif ini merupakan landasan pengambilan keputusan untuk melakukan perbuatan seksual. Dari motif perbuatan seksual itu orang lain dapat mengetahui nilai-nilai etis-moral yang dipegang oleh si pelaku. 

Di dalam Alkitab kita dapat membaca nilai-nilai etis-moral yang dikehendaki Allah dari sebuah perbuatan seksual (salah satunya dinubuatkan oleh Nabi Hosea (2 : 15 – 19), yakni :

ü  Keadilan,
ü  Kebenaran,
ü  Kasih saying,
ü  Kasih setia,
ü  Kesetiaan

Nilai dan Pengadaan Peraturan Agama

Jika membuka kembali lembaran sejarah perkawinan, kita akan menjumpai bukti-bukti yang menunjuk pada berbagai tindakan diskriminatif dan kriminal. Awalnya perbuatan seksual manusia tidak berbeda dari hewan. Kemudian berubah menjadi poligami, sesudah itu monogami. Harus diakui. Perbuatan seksualnya didorong oleh naluri biologis, kebutuhan dan dilaksanakan karena kesempatan yang memungkinkan. Lama kelamaan perbuatan ini menimbulkan keresahan dalam hubungan kekerabatan (masyarakat  marga dalam sebuah suku). Melihat dan mengatasi keresahan, yang dapat menimbulkan huru-hara, maka pemuka masyarakat (adat) mengadakan norma dan sanksi sosial (tertulis maupun tidak tertulis) untuk menata-tertibkan kehidupan bersama. So pasti, norma dan sanksi sosial itu dibangun di atas landasan tiap-tiap budaya-agama-suku. (simaklah Codex Hammurabi). 

Agama Israel adalah salah satu budaya-agama-suku di antara suku-suku bangsa Semith di Timur Tengah Kuno. Menurut Agama Israel tentang perkawinan, bahwa  Allah memberikan nilai ilahi untuk menata-tertibkan perilaku ibadah (baik secara ritual penyembahan maupun dalam karya sosial) dari tiap anggota dalam persekutuan umat-Nya. Nilai (etos) itulah yang dikandung dalam pernyataan Hukum Allah (Taurat). 

Adanya norma-norma terkait perkawinan sekali-kali tidak menlenyapkan perbuatan seksual yang menyimpang (harus dibedakan dari istilah perilaku seksual menyimpang, sebab kata ini telah berisikan makna yang ditujukan pada bahasa teknis, yakni : homoseksualitas, lesbianitas dan perkelaminan manusia dengan binatang yang masih terjadi sampai hari ini); akan tetapi sekurang-kurangnya telah memperkecil hal tersebut (perbuatan seksual yang menyimpang itu tampak dalam tindakan pemerkosaan, perselingkuan – perjinahan – percabulan pasangan suami-isteri dengan pihak lain, sekalipun dilandasai pernyataan : “Semua perbuatan itu kubuat karena cinta”). Oleh karena itu, saya berkesimpulan : norma dan sanksi sosial yang didasarkan atas mitos keilahian, bertujuan positif untuk mengatur dan menertibkan kebutuhan hidup manusia dalam keluarga, Gereja / Jemaat dan masyarakat

Konteks umum inilah yang perlu diobservasi, dianalisa, dievaluasi sebelum Gereja mengambil tindakan disiplin dan melakukan penggembalaan khusus. 

2.  Konteks Khusus : perilaku warga dan pejabat Gereja sebagai penatalayan KELUARGA ALLAH.

     Yang saya maksudkan dengan konteks khusus adalah fenomena bergereja / berjemaat (atau katakanlah : menggereja / menjemaat) yang sedang berkembang saat ini dan pada masa akan datang, di mana Gereja / Jemaat menyelenggarakan ibadah kepada Allah berdasarkan suruhan Kristus-Yesus. 

     Konteks khusus yang saya maksudkan dikelompokkan ke dalam 2 (dua) hal, yakni :

a.  Konteks khusus dalam Yohanes 4 : 1 – 45.

     Sebelum mebuat kesimpulan tentang cerita Yohanes terkait perjumpaan Yesus-Kristus dengan Perempuan Samaria, kita perlu membangun gambaran yang jelas mengenai latar belakang kehidupan masyarakat Samaria. Hal ini dibutuhkan sebab jika tidak membuatnya, maka kita akan tersesat ketika memberitakan dan mengajarkan firman Allah.

a.1. Kota Samaria 

       Samaria adalah sebuah kota di Israel-Utara. Ia sudah ada dalam cerita-cerita sejarah Israel. Kota itu menjadi pusat pemerintahan, setelah Kerajaan Salomo terpecah (I Rj. 12 : 1–24; I Taw. 10 : 1 – 11 : 4) menjadi 2 (dua) : Kerajaan Israel-Utara yang dipimpin oleh Yerobeam, dan Kerajaan Yehuda-Yerusalem yang dipimpin oleh Rehabeam, dari dinasti Daud, anak Salomo. 

a.2. Masyarakat Samaria

i.   Ketika Israel menaklukkan kerajaan-kerajaan dalam wilayah Kanaan, mereka tidak mengusir penduduknya. Kekuasaan raja-raja Kanaan diambil alih, tetapi warganya dibiarkan tinggal dan mengolah mata pencaharian di sana. 

ii.  Akibatnya terjadi percampuan budaya (istilah ilmu antropologi : akulturasi). Akulturasi ini bukan saja terjadi karena relasi sosial; akan tetapi yang sangat membahayakan adalah perkawinan antar 2 (dua) orang yang berbeda suku-bangsa dan keyakinan : Israel dan Kanaan. Keadaan ini menimbulkan sikap sinkritis  yang menjadi ancaman bagi penyelenggaraan Ibadah Israel kepada TUHAN Allahnya.

iii. Keturunan yang dilahirkan dari perkawinan antar suku-bangsa berbeda keyakinan menimbulkan masalah baru. Menurut pemuka agama Israel, menyebabkan masalah ketidakmurnian etnik dan kekurang pahaman anak-anak mereka terhadap ajaran Musa. 

iv. Terdorong keadaan tersebut dan demi tujuan-tujuan ibadah umat, maka para pemuka agama Israel melarang perkawinan campuran oleh warganya (bd. Ezr. 10). Dan, jikalau hal itu perkawinan itu harus diadakan, maka orang-orang Kanaan wajib di-Israel-kan (simak adat Tapanuli tentang permberian marga kepada calon menantu yang bukan bersuku Batak, khususnya calon yang bukan Kristen). 

v.  Sampai ke Masa Kerja Yesus

1. Banyak di antara penduduk Samaria ini telah memeluk Agama Musa baik sebelum maupun sesudah masa pembuangan Israel ke Babilonia. Mereka juga memiliki tulisan-tulisan suci (Kitab Suci) yang sama seperti kepunyaan orang Israel. 

2.  Pada masa kerja Yesus orang-orang Samaria ini diperlakukan sebagai warga masyarakat kelas dua (tindakan diskriminasi). Oleh karena orang-orang Israel masih mempertahankan tradisi leluhurnya, maka pandangan dan sikap Yesus terhadap orang Samaria dituduh melanggar tradisi leluhur. Tidak mengherankan, jika membaca ucapan perempuan  Samaria : “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria ?” (Yoh. 4 : 9. Kemudian pada akhir ucapan perempuan itu, redaksi menambahkan catatan dalam tanda kurung : “Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria; bandingkan keheranan murid-murid – Yoh. 4 : 27)”. Catatan ini membenarkan penjelasan sebelum/di atasnya. 

       Konteks demikian mengajak kita untuk tidak menyalahkan sikap generasi Israel pada masa Yesus-Kristus. Justru sebaliknya kita diajak untuk memahami peristiwa sosial {wajarlah seorang pengelana seperti Yesus mengalami keletihan tubuh (4:6b), dan meminta minum dari perempuan yang sedang menimba air di sumur Yakub (4:6). Karena Yesus bukan bertujuan ke tempat tersebut : Sikhar dalam wilayah Samaria. Ia sedang dalam perjalanan kembali dari Yudea di Selatan menuju wilayah Galilea di Israel Utara (4:3-4) Melalui uraian ini saya memposisikan perjumpaan Yesus dan perempuan Samaria itu sebagai sebuah kesempatan (kebetulan) yang tidak direncanakan Yesus, melainkan sudah diatur oleh Allah demi penyelamatan orang Samaria}. 

       Perbedaan keyakinan iman yang diwariskan kepada semua keturunan Israel pun tersingkap dalam ucapan Yesus : 

“Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan tiba dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyemnbah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian” (4:22-23).
       Injil Yohanes 4 : 22 ini “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi” menjelaskan Yesus membandingkan “apa yang kamu kenal” (tradisi keagamaan Samaria) dengan “apa yang kami kenal” (tradisi keagamaan Israel). 

       Ketika saya membaca secara teliti ucapan Yesus, maka saya tiba kepada kesimpulan :

a). Yesus tidak pernah memberitakan kebenaran lain, kecuali kebenaran yang dinyatakan Allah kepada umat Israel (hal ini terkait dengan pernyataan Yesus : “sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi) dalam TA-NA-CH (TAurat, NAvi’im dan CHetubim). Pernyataan tersebut memperlihatkan sikap eklusivisme Yesus terhadap tradisi  Agama Israel (bd. Mat. 5:17-19) tentang maksud dan tujuan Allah dalam kehadiran-Nya. Jadi, dengan demikian, dakwaan pelanggaran yang dituduhkan pemuka Agama Israel pada masa-Nya adalah tidak benar ! Orang Israel pada masa kerja-Nya telah keliru menafsirkan tujuan pelayanan Yesus. Itu juga berarti, keputusan untuk membunuh Yesus sangat bertentangan dengan tradisi Agama Israel, meskipun pembantaian itu dikehendaki Allah (Yes. 53:10 ->  TUHAN berkehendak meremukan dia dengan kesakitan. … dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. Ayat ini patut digolongkan dan dimengerti nubuat yang menunjuk pada pekerjaan seorang Mesiah, nubuat mesianik) untuk tujuan dan maksud penyelamatan, yang juga dibenarkan oleh Rasul Petrus ketika mengajar di Bait Allah  sesudah peristiwa pencurahan Rohkudus (“Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka” -> Kis. 2 : 23).

b). Pandangan eksklusif yang terdengar dalam ucapan Yesus tidak menunjuk kepada tradisi keagamaan, melainkan inti berita (Yun. kerugma) yang terbungkus dalam tradisi Agama Israel. Dengan demikian ucapan Yesus : “Sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi” tidak dapat ditafsirkan lain, kecuali menunjuk semata-mata pada karya penyelamatan Allah, sebagaimana yang dapat dilihat dalam karya-Nya di tengah umat Israel. 

c). Di sini kita dapat memahami /mengerti makna eksklusif , yakni : Allah memakai Israel (Abraham – Kej. 12:3b “olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”) sebagai alat penyelamatan bangsa-bangsa. Demikianlah Abraham, yang dahulu bukan umat Allah, telah dijadikan umat-Nya, supaya ia memberitakan kebaikan dan membawa berkat Allah kepada bangsa-bangsa. 

Demikian pula apa yang dilakukan Yesus melalui percakapan Yesus-Kristus bersama perempuan Samaria. Dia memanggil dan mengutusnya untuk memberitakan kabar keselamatan (inti dari perikop bacaan untuk diajarkan pada Ibadah Rumahtangga, Hari Rabu – 09 Pebruari 2011 – Yohanes 4 : 39 – 45). 

b.  Konteks Misional.

Konteks khusus sangat dipengaruhi oleh konteks umum di atas. Menghadapi kasus-kasus yang timbul dalam Gereja / Jemaat, oleh karena penyelenggaraan perkawinan (keluarga), maka para pejabat Gereja :  di tingkat sinodal maupun Jemaat Lokal, perlu mempelajari fenomena sosial (konteks umum) sebalum membijaki dan menjatuhkan keputusan dan pengadaan aktivitas program kerja gerejawi (termasuk menyusun Tata Gereja serta seluruh peraturan di bawahnya serta PKUPPG).         

3.  Tugas Pengajar 

Pengajar diwajibkan menyimak dan menafsirkan Yohanes 4 : 1 – 14 secara baik-benar, supaya pengajaran yang disampaikannya mampu mencerahkan kesadaran berpikir umat tentang suruhan Yesus-Kristus. Untuk mencapai hasil-hasil yang baik, maka pengajar perlu menjalankan 4 (empat) langkah :

a.  Membuat observasi (how to observe) terhadap fenomena perilaku manusia dalam penyelenggaraan ritual (liturgi) dan juga perilaku sosial, agar membantunya melihat secara jelas latar belakang tiap-tiap kasus pelanggaran (kekeliruan, kesalahan dan dosa) dalam penyelenggaraan ibadah.

b.  Melakukan analisa  (how to analyze) untuk memilahkan dan memisahkan  hasil – hasil observasi (pencermatan dan pengkajian) yang sudah dikerjakan : manakah yang dimaksudkan dengan kebiasaan, sikap / perilaku dan karakter manusia, agar hasilnya dapat dipakai untuk menentukan sikap Gereja terhadap sebuah pelanggaran yang dibuat oleh penyelenggara ibadah.

c.  Mengadakan evaluasi (how to evaluate) hasil-hasil analisa menurut standar normatif (kesaksian Alkitab, Pemahaman Iman dan Tata Gereja) yang dipegang oleh Gereja, agar dapat menyusun kebijakan dan keputusan gerejawi dalam mengatasi kasus pelanggaran penyelenggaraan Gereja

d.  Menetapkan disiplin berdasarkan bukti pelanggaran dan melaksanakan penggembalaan (pastoral) bagi jemaat : warga dan pejabat bermasalah terkait pelanggaran penyelenggaraan ibadah Gereja. Tindakan disiplin 

Langkah-langkah tersebut disusun setelah menyimak sikap Yesus-Kristus menurut cerita Rasul Yohanes pasal 4 : 1 – 42. Hal seperti ini terasa masih kurang dibuat oleh Gereja, sehingga menumbuhkan perasaan/sikap antipasti warga dan pejabat Gereja. 

B.  YOHANES 4 : 1 - 14

1.  Sebuah cerita tentang peristiwa biasa
     Perjumpaan Yesus dengan perempuan Samaria adalah sebuah cerita tentang peristiwa biasa dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi cerita itu menjadi luar biasa, karena 2 (dua) hal :

a.  Yohanes menggunakannya untuk tujuan pemberitaan dan pengajaran. Rasul mengesampingkan kerangka cerita. Ia member makna baru tentang perjumpaan dengan Yesus, yakni : inti percakapan yang menunjuk pada bagaimana Yesus mengajar dan meyakinkan perempuan Samaria tentang apa yang dipikirkan-Nya mengenai kehidupan kekal.
Cerita (Yohanes 4 : 1 – 45) ini perlu dihubungkan dengan cerita sebelumnya : perjumpaan Nikodemus dan Yesus, membicarakan topik yang sama juga (hidup kekal -> Yoh. 3:1 -21). 

     Dengan demikian kita dapat mengerti gagasan/konsep teologi dalam benak Yesus, Sang Mesiah, tentang hidup kekal bersama dan di dalam Allah (ini salah satu pokok teologi Injil Yohanes). 

b). Sama seperti perjumpaan dengan Nikodemus, demikian pun dengan perempuan Samaria. Yohanes tidak pernah menuliskan, bahwa Yesus menjadikan kedua orang itu murid-Nya. Malahan Yesus pun tidak mengutusnya memberitakan gagasan teologi tentang kehidupan kekal yang dibicarakan mereka. Akan tetapi sekurang-kurangnya percakapan ini membuka kesadaran berpikir dan penghayatan Nikodemus serta perempuan Samaria, lalu pergi memberitahukan inti percakapan kepada orang lain (bd. sikap perempuan Samaria dalam Yoh. 4:39, 42). Percakapan dalam perjumpaan itu telah mengubah pandangan dan sikap kedua orang itu (Nikodemus dan perempuan Samaria) terhadap pandangan dan gossip orang tentang kepribadian Yesus. 

2.  Hidup Kekal

     Gagasan teologi ini, sesungguhnya, merupakan jawaban Yesus terhakit pemahaman yang dipegang oleh manusia, khususnya baik orang Israel (yang ditokohkan Nikodemus) maupun non-Israel (yang tampak dalam rupa perempuan Samaria). Persoalannya adalah : bagaimana bentuk kehidupan setelah manusia meninggal dunia dan reinkarnasi {simak pertanyaan Nikodemus : “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan kembali, kalau ia sudah tua ? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan kembali ?”. Dalam pertanyaan perempuan Samaria: “Darimanakah Engkau memperoleh air hidup itu ?” (4:11b) serta jawaban Yesus : “Barang siapa minum air ini (air sumur Yakub, red), ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya tidak akan haus selama-lamanya. Sebaliknya air yang Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh. 4:13-14)}. 

     Yesus menjelaskan kepada perempuan Samaria tentang bagaimana cara memperoleh hidup yang kekal, yakni : “minum air ini (Yoh. 4 : 13). Ucapan itu kemudian dikembangkan Yohanes, ketika menuliskan kata-kata Yesus : “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman” (Yoh. 6:54-58. Ayat-ayat ini menjadi dasar pemahman Gereja Roma Katolik tentang Sakramen Perjamuan). Sementara kepada Nikodemus dikatakan-Nya : “Dilahirkan kembali” (Yoh. 3 : 3). Intinya adalah : persekutuan dengan Allah dalam iman kepada Yesus-Kristus. Yohanes menulis perkataan Yesus : “Barangsiapa percaya kepada-Ku ia tidak akan haus lagi” (Yoh. 6:35; bd. 4:14 -> “… barangsiapa minum air yang Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya”).

     Jadi dengan demikian, menurut Yohanes, yang menuliskan gagasan Yesus tentang hidup yang kekal, setiap orang yang minum dari air (darah-Ku) telah dijumpai Allah oleh iman kepada Yesus-Kristus. Kepada mereka itu Allah memberikan hidup yang kekal. Pandangan ini merupakan landasan bagi ajaran Gereja tentang makna Sakramen Perjamuan Tuhan.

C.  INTI BERITA – Yoh. 1 : 1 – 14 – BAGI PEMBANGUNAN SPIRITUALITAS JEMAAT

1.  Perjumpaan dengan Allah oleh iman kepada Yesus-Kristus    

·         Minum dari air kehidupan, yakni : darah Yesus.
·         Dilahirkan kembali oleh Roh Allah

2.  Bangunlah persekutuan hidupmu menurut kehendak Allah

·         Rajin dan tekun mengikuti ibadah, supaya iman bertumbuh oleh pendengaran akan firman Allah (bd. Rom. 10:17).

3.  Memperoleh karunia Allah, karena persekutuan dengan Yesus-Kristus dank arena melakukan kehendak Allah.

4.  Siapapun yang mau masuk ke dalam Kerajaan Allah dan menerima hidup myang kekal, ia HARUS bergaul akrab setelah berjumpa dengan Juruselamat : YESUS KRISTUS.

D.  ACHIRUL’KALAM

     Menurut pendapat saya, cerita yang dituliskan rasul Yohanes bukan saja berfungsi edukatif (pemberitaan dan pengajaran) tetapi juga penggembalaan (nasihat yang memberikan penghiburan dan membangkitkan kekuatan spiritual). Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh pengajar dalam penyampaian ajaran Kristen pada Hari Minggu, 13 Pebruari 2011.

SELAMAT MENYUSUN DAN MENGAJARKAN AJARAN KRISTEN

MEDAN – Sumatera Utara,

Hari Sabtu, 12 Pebruari 2011

Salam dan Doaku,

Pdt. Arie A. R. Ihalauw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar