MATERI PEMBELAJARAN KATEKISASI PRA-NIKAH BAHAGIAN I
POKOK BAHASAN
PEMBANGUNAN KELUARGA KRISTEN
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
CALON SUAMI – ISTERI DIBINA UNTUK
MENGETAHUI -- MENGERTI -- MENJALANKAN RENCANA
ALLAH SEPANJANG PERJALANAN PERKAWINAN YANG AKAN DIJALANI
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
1. Agar calon suami-isteri mempersiapkan diri untuk memasuki hubungan perkawinan kristen.
2. Agar calon suami-isteri mengetahui landasan pembangunan keluarga kristen.
3. Agar calon suami-isteri mengerti dan menjalankan tanggung jawab : fungsi dan perannya di dalam keluarga kristen.
4. Agar menghayati dan memelihara kesatuan keluarga kristen sebagai lambang hubungan Yesus Kristus dan JemaatNya.
A. DASAR PERKAWINAN KRISTEN
1. Kutipan Alkitab
a). Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi -> Kejadian 1 : 28.
b). Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging -> Kejadian 2 : 23 – 24; bd. Matius 19 : 5.
c). "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan ? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." -> Matius 19 : 4 – 6.
d). “Aku akan mengikat perjanjian bagimu pada waktu itu….. Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN” -> Hosea 2 : 17 – 19
e). Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku : kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya -> Epesus 5 : 32 – 33.
2. Penjelasan
2.a. Sejarah singkat Perkawinan
Ketika penulis Kitab Kejadian menyatakan keadaan bumi yang kacau-balau (Ibr. tohu wawohu; Yun. chaos), maka pernyataan tersebut tidak hanya dimengerti terhubung pada proses terjadinya alam semesta saja. Pernyataan tersebut perlu digunakan untuk menyoroti pola kehidupan masyarakat pada awal kehadiran manusia. Tidak ada budaya yang telah tertata tertib. Belum ada masyarakat berbudaya. Hubungan antara manusia tidak berbeda jauh dengan ciptaan lainnya. Perkawinanpun dilakukan untuk mempertahankan keluarga manusia secara alami. Belum ada aturan lisan maupun tertulis mengenai bagaimana manusia membentuk keluarga. Manusia kawin-mawin, tanpa mengenal kepemilikan atas suami dan atau isteri, yang terutama memiliki keturunan. Kejadian 1 : 28 ditempatkan pada kondisi ini. Intinya :
· Beranakcucu dan bertambah banyak,
· Penuhilah bumi dan taklukkanlah,
· Berkuasalah.
HIDUP BERSAMA DI LUAR PERKAWINAN. Jadi pada awalnya perkawinan itu bersifat persetubuhan antara laki-laki dan perempuan, tanpa mengenal norma sosial. Keadaan ini cukup mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat, sebab siapapun dapat melakukan persetubuhan secara bebas (free sex, free love) dan hidup bersama di luar perkawinan.
POLITEISME YANG MENDASARI POLIGAMI DAN POLIANDRI. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan budaya normatif dalam masyarakat, maka perkawinanpun ditata kembali agar tidak menimbulkan masalah. Sejak saat itu berkembanglah pandangan poligami (beristeri lebih dari satu) dan poliandri (bersuami lebih dari satu). Perkembangan gagasan poligami dan poliandri ini sejalan dengan konsep keagamaan tentang politeisme (penyembahan kepada banyak ilah / dewa-dewi). Praktik ini bertumbuh subur dalam budaya-agama-suku Kanaan. Pada akhirnya praktik poligami dan poliandri juga menimbulkan masalah dalam hubungan kemasyarakatan.
MONOTEISME YANG MENDASARI MONOGAMI. Gagasan perkawinan mengalami perkembangan terus menerus, setelah Israel menaklukkan dan menduduki wilayah suku-suku Kanaan. Tradisi Kitab Ulangan (6:4-5) dan Kitab Yosua (24) melukiskan pergumulan Israel melawan budaya-agama-suku sekitarnya. Pertanyaan Yosua : “… pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini.” (Yos. 24:15) dijawab dalam pernyataan Israel : “Tidak, hanya kepada TUHAN saja kami akan beribadah." (Yos. 24:21). Israel berjanji untuk menyembah Dia, “TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa !” (Ul. 6:4; bd. ayat-ayat dalam Kitab Nabi Yesaya 45). Allah adalah TUHAN MAHAESA (Monoteis).
Dialah yang membebaskan Israel dari Mesir dan menciptakan mereka menjadi umat kesayangan, bangsa pilihan dan bangsa yang kudus (konotasi QADOSH dalam kata kerja Ibranipun berarti KHUSUS, Israel adalah Bangsa yang di-KHUSUS-kan oleh Allah). Ke-KUDUS-an dan ke-KHUSUS-an itu bukan dihasilkan oleh perbuatannya mentaati firman Allah, melainkan sifat itu merupakan anugerah Allah semata-mata. Oleh karena itu, sebagai bangsa / umat yang di-KHUSUS-kan oleh Allah, Israel wajib memperlihatkan cara hidup yang KUDUS di dalam kehidupan sosialnya, termasuk kehidupan perkawinan (Latarbelakang penulisan Maleakhi 2 : 10 – 16, meskipun beberapa pakar Perjanjian Lama menyorotinya dari pandangan tentang sikap eklusifis Israel).
2.b. KEJADIAN 2 : 23 – 24; bd. MATIUS 19 : 5
Meskipun Kejadian 1 : 26 – 27 dan 2 : 18 – 21 merupakan sebuah uraian mengenai penciptaan manusia; akan tetapi keduanya memiliki latarbelakang yang berbeda. Kejadian 1 : 26 ditempatkan dalam kesatuan pasal 1 : 1 – 2 : 7 yang berlatar belakang pemahaman iman Israel tentang penciptaan alam semesta dan isinya, sedangkan Kejadian 2 : 18 – 21 bersifat sosio-kultural.
TRADISI PERTAMA : PEMAHAMAN IMAN ISRAEL. Kejadian 1 : 26 – 27 menegaskan pemahaman iman Israel tentang penciptaan manusia, sebagai berikut : “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ..." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Kesan yang diperoleh dari cerita singkat ini, penciptaan manusia laki-laki dan manusia perempuan itu terjadi sekaligus bersama-sama tanpa selang waktu sedetikpun. Dengan kata lain, laki-laki dan perempuan adalah sepasang anak kembar yang terbentuk dari satu sel telur. Dilahirkan pada waktu dan saat yang sama tepat. Keduanya disebut manusia.
TRADISI KEDUA : LATARBELAKANG SOSIO-BUDAYA. Kejadian 2 : 18 – 21 berlatar – belakangkan kondisi sosial budaya, dikarenakan ciri budaya masyarakat suku-suku Israel. Budaya masyarakat Israel berakar pada pandangan patrelineal, di mana kedudukan anak mengikuti garis keturunan bapaknya. Oleh karena itu, kedudukan laki-laki diunggulkan dari pada perempuan. Anak laki-laki disebut sebagai milik pusaka TUHAN (Maz. 127:3).
Menurut budaya Israel, status perempuan termasuk dalam harta milik yang diperoleh laki-laki, setelah membayar mahar perkawinan. Sejak mahar dilunasi, maka keluarga pihak perempuan melepaskan anaknya untuk menjadi hamba sahaya dari suaminya. Status ini bergema dalam ucapan ‘manusia itu’ : “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” (Kej. 2:23). Di dalam rumusan tersebut tersirat beberapa makna : pertama, perempuan tidak ada tanpa laki-laki, sebab ia diciptakan dari tulang rusuknya; kedua, perempuan adalah makhluk sekelas di bawah laki-laki; ketiga, perempuan dimasukkan ke dalam daftar milik laki-laki sama seperti harta benda lainnya.
Kedua tradisi tersebut menimbulkan kesulitan, ketika Rasul Paulus memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa non-israeli (Hal ini akan diuraikan, jika kita tiba pada pembahasan tentang perkawinan).
2.c. HOSEA 2 : 17 – 19
* PERKAWINAN SEBAGAI LAMBANG.
Salah satu nabi yang bernubuat mengenai intiminasi (kemesraan) Allah versus Israel adalah Hosea. Pengalaman perkawinan dengan Gomer binti Diblaim (Hos. 1 : 3) dipakai nabi untuk menggambarkan PENGENALAN AKAN ALLAH (Ibr. YADA ELOHIM). Pengenalan akan Allah (Ibr. yada Elohim), sesungguhnya, terkait erat pada sikap hati yang mengasihiNya (Ibr. ahabah). Nabi meletakkan konsep tentang pengenalan akan Allah pada peristiwa sejarah pembebasan dari Mesir, di mana Dia mengikat perjanjian dengan Israel [bd. Hos. 11:1,4 -> “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu (bd. Kel. 4:22-23). … Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih… Aku membungkuk kepada mereka untuk memberi mereka makan”]; akan tetapi sikap hati Israel berubah setelah mereka memasuki Kanaan (Hos. 11:2,3). Israel mengkhianati Allah, persis seperti kesetiaan Gomer binti Diblaim kepada Hosea (Hos. 2:1 -> “"Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteri-Ku, dan Aku ini bukan suaminya; biarlah dijauhkannya sundalnya dari mukanya, dan zinahnya dari antara buah dadanya,…”).
** PERJANJIAN DAN MAHAR PERKAWINAN
Untuk memperbaiki (memulihkan) hubungan yang telah putus itu, Hosea menikah kembali dengan perempuan sundal dan zinah (Hos. 3). Sekali lagi perkawinan Hosea ini melukiskan sikap hati Allah terhadap Israel yang telah mengkhianati cintaNya. Perkawinan-ulang ini merupakan gambaran tentang pembaharuan perjanjian dan pemulihan status Israel di hadapan Allah. Hosea mewakili Allah menyampaikan : “Aku akan mengikat perjanjian bagimu pada waktu itu… Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN.” (Hos. 2:17-19). Melalui ucapan ilahi itu, Hosea memastikan, bahwa akan datang waktunya TUHAN sendiri bertindak untuk membaharui perjanjian yang telah dilanggar Israel. Allah “akan menjadikan engkau (Israel) isteri-Ku”, supaya mereka mengenal TUHAN yang menciptakannya serta memanggiNya : “Suamiku” (Hos. 2:15).
Perjanjian perkawinan antara Allah selaku mempelai laki-laki dengan Israel selaku mempelai perempuan dilakukan di atas bukti-bukti (alat-alat) yang jelas, yakni : keadilan dan kebenaran, kasih setia dan kasih sayang, dan kesetiaan. Dengan kata lain, mahar perkawinan itu adalah bukti nyata dari sikap hati Allah yang bermaksud membangun kembali dan memulihkan keadaan umat-Nya.
2.d. MATIUS 19 : 4 – 6
Yesus Kristus adalah keturunan Israel dari suku Yehuda. So pasti, Yesus Kristus mengenal dan menguasai secara baik tradisi keagamaan bangsaNya. Hal itu tampak ketika alim ulama Israel menanyakan masalah perceraian, Yesus memakai rumusan Kejadian 2 : 22 – 24 sebagai landasan penjelasanNya. Hanya saja Dia memasukkan rumusan baru ke dalamnya : “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia SEJAK SEMULA menjadikan mereka laki-laki dan perempuan ? Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging (Kej. 2:24). Demikianlah MEREKA BUKAN DUA LAGI, MELAINKAN SATU. KARENA ITU, APA YANG TELAH DIPERSATUKAN ALLAH TIDAK BOLEH DICERAIKAN MANUSIA.” (Mat. 19 : 4 – 6). Dalam ucapan Yesus Kristus terkandung beberapa makna, yakni :
Pertama, Yesus menempatkan status manusia : laki-laki dan perempuan, ke dalam waktu penciptaan. Istilah “sejak semula” menunjuk pada sebuah keadaan awal, ketika Allah menjadikan manusia dan menempatkannya dalam alam semesta. Manusia itu adalah laki-laki dan perempuan. Hakekatnya tidak terbelah, menyatu utuh; akan tetapi fungsinya berbeda secara kodrati. Perkawinan itu terjadi antara dua insane yang sama hakekat dan sama derajatnya. Mereka berdua : laki-laki dan perempuan, adalah makhluk ciptaan Allah.
Kedua, Yesus mengetahui bahwa karena kelahiran manusia itu berada dalam keluarganya masing-masing. Dan, keadaan ini telah berlangsung setua usia keluarga manusia di atas bumi.
Ketiga, perkawinan merupakan wadah perjumpaan fungsi kodrati antara laki-laki dan perempuan sesuai suruhan Allah (Kej. 1:28 -> “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah, penuhilah bumi…”).
Keempat, KESATUAN YANG UTUH. Ketika Yesus mengatakan MEREKA BUKAN DUA LAGI, MELAINKAN SATU, maka ia menunjuk pada kese-hakekat-an manusia dalam satu persekutuan perkawinan, bukan hanya “menjadi satu daging” juga kesatuan roh (bd. Mal. 2 : 15 -> Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh ?)
Kelima, melalui kalimat ini APA YANG TELAH DIPERSATUKAN ALLAH, Yesus bertujuan mengajak setiap orang mengerti, bahwa kesatuan suami-isteri itu bukan saja dikarenakan keinginan manusia, melainkan ALLAH YANG BEKERJA MEMPERSATUKAN DAN MEMPERSEKUTUKAN. Dengan demikian kesatuan suami-isteri itu merupakan persekutuan yang khusus dan dikuduskan oleh Allah bagi DiriNya sendiri.
Keenam, TIDAK BOLEH DICERAIKAN MANUSIA. Dikarenakan persekutuan suami-isteri (Kej. 2:18–24) itu SEJAK SEMULA diciptakan Allah; oleh karena itu, tidak boleh ada alasan apapun yang dibuat pasangan itu, dan atau oleh desakan pihak manapun, sehingga keduanya mengambil keputusan untuk bercerai, “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel” (bd. Mal. 2 : 16).
Ketujuh, Yesus Kristus tidak bermaksud menyatakan, bahwa Allah menjodohkan (mencari pasangan) melainkan Allah mempersatukan laki-laki kepada perempuan, juga sebaliknya. Perjodohan adalah urusan manusia; akan tetapi ketika perjodohan itu telah diresmikan / disahkan, maka persekutuan itu harus dipertahankan oleh pasangan suami-isteri.
2.e. EPESUS 5 : 32 – 33 (I Kor. 7; Eps. 5 : 22 – 6 : 9; Kol. 3 : 18 – 4 :6)
Paulus, meskipun ia dilahirkan di luar Israel (di Tarsus – Turki), namun sang ayah mengirimkannya mempelajari tradisi Agama Israel di bawah Rabbi Gamaliel yang beraliran Parisi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan, jika Paulus sangat mahir menguasai tradisi agamanya.
MASALAH PERKAWINAN DALAM PEMBERITAAN PAULUS. Paulus selalu berpindah-pindah tempat untuk memberitakan Injil Kristus. Sementara jemaat yang masih muda (Jemaat Korintus, Jemaat Epesus, Jemaat Kolose) bertumbuh dalam kondisi sosial bermasalah. Meskipun warga jemaat itu telah menerima Injil Kristus, namun mereka belum meninggalkan cara hidupnya yang lama. Salah satu masalah adalah PERKAWINAN dan HUBUNGAN ANGGOTA KELUARGA (I Kor. 7; Eps. 5 : 22 – 6 : 9; Kol. 3 : 18 – 4 :6). Banyak di antara warga jemaat yang telah menerima Injil Kristus masih tinggal bersama anggota keluarga yang belum menjadi kristen (I Kor. 7:10-16 -> khususnya ay. 12 – 13). Di samping itu pula ditemukan banyak tindakan kekerasan dalam rumahtangga (KDRT). Mengingat fungsi dan peran keluarga kristen dalam menjalankan misi Kristus, maka Paulus menasihati warga jemaat tentang makna manusia baru dalam perkawinan kristen. Paulus menuliskan :
Kamu telah belajar mengenal Kristus. Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya (Eps. 4 : 20 – 24).
dan seterusnya dituliskannya :
karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya; Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.” (Kol. 3 : 9,10, 12)
Pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Juruselamat merupakan pokok pemahaman iman untuk membangun karakter dan kepribadian seorang kristen. Seorang kristen wajib menanggalkan cara hidup lama, lalu mengenakan cara hidup baru sepadan dengan kehendak Kristus Yesus. Hal ini cukup penting dalam pembangunan keluarga / rumahtangga kristen.
HUBUNGAN KRISTUS DAN JEMAAT. Menurut Paulus, perkawinan kristen merupakan simbol yang melambangkan hubungan Kristus dan Jemaat (Eps. 5 : 32 -> “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat”). Jika kita menyimak pernyataan Paulus tersebut, maka kita memperoleh gambaran utuh berdasarkan latar belakang teologi Perjanjian Lama yang dituliskan dalam Kitab Hosea (uraian 2.c di atas). Gambaran ini berkembang dalam tradisi Perjanjian Baru tentang Yesus Kristus sebagai mempelai laki-laki dan Gereja / Jemaat sebagai mempelai perempuan. Dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan yang mengakui Yesus Kristus selaku Tuhan, ia wajib memelihara dan membina hubungan perkawinannya secara bertanggungjawab. Paulus katakan : “sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia.” (Eps. 6:6-7; bd. Kol. 3:23 -> “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar