Selasa, 14 Februari 2012

MEMPERSIAPKAN DIRI MENGIKUTI KONVEN PENDETA DAN PST 2012 DI MEDAN


DOK. 003/ARIE/14-II/2012/BIBLIKA

MENGENAL RAJA – RAJA ISRAEL – YEHUDA

MENYOAL MODEL KEPEMIMPINAN GEREJA
DAN PEMERINTAHAN UNTUK MEMBANGUN KEPRIBADIAN PEMIMPIN

RAJA MANASEH,
CONTOH PEMIMPIN YANG RENDAH HATI
II RAJA XXI : 1 – 18; II TAWARIKH XXXII : 33 – XXXIII : 20

ALLAH BUKAN MENCARI SOSOK KEPEMIMPINAN YANG MEMBANGUN,
TETAPI  ALLAH MENUNTUT SETIAP PEMIMPIN TAAT MELAKSANAKAN SELURUH 
PERINTAHNYA. ALLAH MENUNTUT  SIKAP  SEORANG PEMIMPIN YANG RENDAH
HATI SERTA RAJIN DAN TEKUN BERIBADAH KEPADANYA

DITULISKAN DI
MEDAN – SUMATERA UTARA,
HARI SELASA – 14 PEBRUARI 2012

OLEH
ARIE A. R. IHALAUW

-----ooo00ooo-----

SEJARAH KEPEMIMPINAN MANASEH, RAJA YEHUDA DI YERUSALEM

SEJARAH SINGKAT SANG RAJA. Cerita tentang Raja MANASEH terdapat dalam kitab-kitab sejarah II RAJA-RAJA  21:1-18 dan  II TAWARIKH 32:33-33:20. Nabi Yeremiapun menyebutkan nama raja ini (15:4). Dia, MANASEH (Ibr. : מְנַשֶּׁה; Yun. : Μανασσης; Lat. : Manasses), adalah Raja Yehuda, anak HIZKIAH, ibunya bernama HEFZIBAH (II Rj. 21:1). Manaseh menikahi Meshulemeth, anak perempuan Harus dari kota Jotbah. Ia mempunyai seorang anak laki-laki : AMON, yang menggantikan ayahnya.

Ia memerintah selama 55 tahun (II Rj. 21 : 1; II Taw. 33 : 1). Menurut pakar sejarah Israel, William Albright (A HISTORY OF ISRAEL, by John Bright, hlm. 311, 1980), MANASEH memerintah Yehuda 687 – 682 sb (karena ia menjadi wakil raja selama 10 tahun dalam masa pemerintahan HIZKIAH, ayahnya). Masehi. Ia meninggal dalam tahun 643 sb. Masehi. Dikuburkan di taman milik UZZA (II Raj. 21:17-18; II Taw. 33:20), dan bukan di Kota Daud.

AGAMA ISRAEL DI BAWAH PEMERINTAHAN MANASEH. Menurut catatan Kitab Raja-Raja, Manaseh “melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel.” (II Rj. 21:2), seperti :

1.   Mendirikan kembali bukit-bukit pengorbanan yang telah dimusnahkan oleh Hizkia, ayahnya; ia membangun mezbah-mezbah untuk Baal, membuat patung Asyera seperti yang dilakukan Ahab, raja Israel, dan sujud menyembah kepada segenap tentara langit dan beribadah kepadanya. (II Rj. 21:3, 5, 7; bd. II Taw. 33:3,7).

2.   Mendirikan mezbah-mezbah di rumah TUHAN, (II Rj. 21:4; bd. II Taw. 33:4, 7).

3.   Mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, melakukan ramal dan telaah, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. Ia melakukan banyak yang jahat di mata TUHAN, sehingga ia menimbulkan sakit hati-Nya (II Rj. 21:6; bd. II Taw. 33:5).

4.   Lagipula Manasye mencurahkan darah orang yang tidak bersalah sedemikian banyak, hingga dipenuhinya Yerusalem dari ujung ke ujung, belum termasuk dosa-dosanya yang mengakibatkan orang Yehuda berdosa pula dengan berbuat apa yang jahat di mata TUHAN (II Rj. 21:16; bd. II Taw. 33:6).

5.   Pada masa pemerintahan Manaseh, seluruh rakyat Yehuda – Yerusalem melakukan kejahatan, karena raja menyesatkan umat (II Rj. 21:9, 10b).

Menurut penulis II Raja dan II Tawarikh, sikap keagamaan Manaseh yang mentolerir dan menghidupkan kembali penyembahan kepada dewa-dewi asing maupun kemasyarakaan telah “menimbulkan sakit hati TUHAN”. Oleh karena itu, Allah mengancam menghukum kerajaan Yehuda - Yerusalem. Yehuda-Yerusalem dikepung oleh Raja Asyur (II Taw. 32:1–19; bd. II Rj. 18:13–37; Yes. 36:1–22). Raja Manaseh ditangkap oleh Raja Kerajaan Asyur (II Taw. 33:10).

FIGUR KEPEMIMPINAN RAJA MANASEH
 (Tradisi Manaseh versi II Tawarikh).

PEMBAHARUAN DAN PEMULIHAN SESUDAH PENGHUKUMAN. Dalam pengasingan di Babel, Manaseh MENYESALI DOSA dan BERTOBAT KEMBALI, MELUNAKKAN HATI, MERENDAHKAN DIRI, dan BERDOA kepada Allah (II Taw. 33:12-13a -> Dalam keadaan terdesak ini, ia berusaha melunakkan hati TUHAN, Allahnya; ia sangat merendahkan diri di hadapan Allah nenek moyangnya, dan berdoa kepada-Nya.). Allah mengabulkan doa permohonan dan mengembalikan Manaseh ke Yerusalem (II Taw. 33:13b -> TUHAN mengabulkan doanya, dan mendengarkan permohonannya. Ia membawanya kembali ke Yerusalem dan memulihkan kedudukannya sebagai raja. Dan Manasye mengakui, bahwa TUHAN itu Allah). Raja Manaseh menyadari kesalahannya. Ia memohonkan pengampunan dosa dan TUHAN mengabulkan permintaannya.  Lalu TUHAN Allah mengembalikan Manaseh ke atas tahta Kerajaan Yehuda di Yerusalem. Sebagai ungkapan rasa syukurnya, Manaseh melakukan REFORMASI AGAMA (II Taw. 33:14-17).

REFLEKSI

Banyak pakar pengetahuan manajemen telah menemukan dan mengembangkan berbagai model KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP) berdasarkan TUJUAN (VISI MISIONAL) yang akan dicapai di masa depan. Akan tetapi kita juga menyaksikan berbagai masalah yang sedang bergulir serta sedang digumuli masyarakat dan Gereja. Muncul pertanyaan : APAKAH MODEL KEPEMIMPINAN ITU TIDAK MAMPU MENJAWAB PERSOALAN MANUSIA ataukah FAKTOR MANUSIA YANG MENJADI SUMBER MASALAH DALAM GEREJA DAN MASYARAKAT ? Agaknya kita perlu meneliti – mengkaji – menguji secara benar (akurat dan baik) masalah FUNGSI – PERAN MANUSIA SEBAGAI PENCIPTA DAN PENGGUNA SISTEM KEHIDUPAN.

Bercermin pada tradisi lisan yang yang dituliskan tentang RAJA MANASEH dalam Alkitab, mungkin kita dapat menjawab persoalan di sekitar MANUSIA DAN KEPEMIMPINAN-nya. Raja Manaseh masih belia, ketika ia menduduki tahta Kerajaan Yehuda di Yerusalem, kira-kira berusia 20 – an. Ia sudah dilatih 10 tahun oleh ayahnya : Raja Hizkia, sebab kemungkinan besar ia menjadi wakilnya, bekerja bersama ayahnya. Hal ini menunjukkan bahwa raja Manaseh adalah seorang pemimpin terdidik secara intelektual menurut tradisi Kerajaan Yehuda. Setelah ayahnya wafat, Manaseh dinobatkan dan Ibu Suri, HEFZIBAH (II Rj. 21:1) mendampingi anaknya. Akan tetapi, MENGAPA MANASEH MELAKUKAN KEJAHATAN PADA TAHAPAN PERTAMA DARI MASA PEMERINTAHANNYA ? Hal itu bisa saja terjadi, karena beberapa faktor yang mempengaruhinya :

1.   VISI YANG KURANG JELAS.

Kurangnya pendidikan dan pengajaran agama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Kemungkinan sejak usia 10 tahun ia dididik ayahnya untuk mengenal model kepemimpinan umat yang digariskan menurut kebijakan raja-raja sebelumnya. Hal ini tampak dalam pernyataan para penulis kitab sejarah Israel – Yehuda (Kitab RAJA – RAJA dan TAWARIKH) : “Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel.” (II Rj. 21:2; ay. 20 -> “Amon melakukan apa yang jahat di mata TUHAN seperti yang telah dilakukan Manasye, ayahnya” serta banding II Rj. 16:2-3 tentang AHAS, Raja Yehuda -> “Ia tidak melakukan apa yang benar di mata TUHAN, Allahnya, seperti Daud, bapa leluhurnya, tetapi ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel.” Catatan seperti ini selalu dituliskan untuk menjadi pelajaran bagi generasi raja-raja yang akan memerintahi umat Allah).

Menurut para penulis Kitab Sejarah, seorang Raja yang memimpin umat Allah wajib menerima pendidikan tentang tradisi kerajaan, dan juga pengajaran keagamaan (bd. Ul. 6:6 -> “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya…”), sehingga calon raja memiliki karakter / kepribadian serta dasar-dasar pengetahuan kepemimpinan yang sesuai dengan HUKUM (KEBENARAN) TUHAN. Bisa saja seorang raja mengetahui model kepemimpinan umat, tetapi karakter / kepribadiannya  jauh berbeda dari sosok / figur kepemimpinan menurut kehendak Allah. Kedua faktor tersebut diperlukan seorang raja / pemimpin. Inilah yang dimaksudkan dengan INTEGRITAS PEMIMPIN UMAT.

VISI MENENTUKAN MODEL KEPEMIMPINAN, DAN BUKAN SEBALIKNYA. Model kepemimpinan hanyalah salah satu perlengkapan organisasi (tool of management) yang patut dimiliki seorang raja / pemimpin. Ia bukan satu-satunya alat (sarana) penentu keberhasilan. Ia merupakan sesuatu yang diadakan kemudian, setelah seseorang mengerti /mengenal secara baik dan benar VISI MISIONAL yang digariskan oleh TUHAN. Alkitab menyaksikan, bahwa Allah telah menetapkan VISI MISIONAL yang patut dijalankan : “… olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej. 12:3b).  Berdasarkan VISI MISIONAL tersebut, maka setiap raja / pemimpin umat (Israel dan Gereja) mengembangkan MODEL KEPEMIMPINAN yang mampun merealisasikan tujuan Allah : MENJADI BERKAT BAGI MANUSIA DAN DUNIA. Apapun MODEL KEPEMIMPINAN sangat tergantung pada pengetahuan yang dimiliki; akan tetapi manusia pelaksana MISI patut memakainya untuk mengadakan MODEL (CARA) KEPEMIMPINAN yang sesuai kehendak Allah.

CATATAN KHUSUS

1.   MEMPERSIAPKAN KONSEP KEPEMIMPINAN GEREJA YANG MENGHADIRKAN DAMAI SEJAHTERA KRISTUS.

KEPEMIMPINAN DAN VISI GEREJA 2000–2030. Gereja mmengutip kesaksian Alkitab terkait ucapan Tuhan Yesus Kristus yang dicatat oleh Rasul Yohanes (14:27) : “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” Berdasarkan ayat tersebut Gereja menetapkan VISI-MISIONAL 2000-2030 yang alkitabiah : YESUS KRISTUS SUMBER DAMAI SEJAHTERA. Inilah visi-misional yang, seharusnya, melahirkan gagasan konseptual tentang MODEL KEPEMIMPINAN yang mampu menghadirkan DAMAI SEJAHTERA ke dalam dunia sesuai yang diajarkan Tuhan Yesus Kristus (bd. Yoh. 13 : 13 – 17)

Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.

HAMBA SEBAGAI MODEL KEPEMIMPINAN. Dalam ucapan Tuhan Yesus Kristus tersebut tersirat MODEL KEPEMIMPINAN yang dapat diikuti, yakni : “Sesungguhnya seorang HAMBA tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya.” Pertanyaannya : apakah Gereja secara institusional telah menyiapkan gagasan konseptual tentang HAMBA sebagai MODEL KEPEMIMPINAN ? Model kepemimpinan HAMBA inilah yang dimaksudkan Tuhan Yesus Kristus dalam ucapanNya : “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Tuhan Yesus Kristus memanggil dan mengutus orang-setia-yang-percaya kepadaNya sebagai HAMBA untuk MELAYANI manusia di dalam Gereja dan Masyarakat. Dengan demikian model kepemimpinan Gereja adalah MENJADI HAMBA (Pelayan) yang memimpin manusia untuk menjalankan ibadah kepada Allah melalui pembangunan kehidupan manusia (dalam Gereja dan masyarakat) serta alam semesta.

2.   PENGARUH POLITIK DALAM LINGKUNGAN KERAJAAN.

Kita tidak dapat memungkiri fenomena sosial terkait kepemimpinan umat. KEPEMIMPINAN diadakan untuk menjawab pergumulan manusia. KEPEMIMPINAN diberdayakan karena tujuan penyelamatan / pembebasan ciptaan. Namun kitapun perlu mengerti, bahwa MODEL KEPEMIMPINAN dalam penyelenggaraan organisasi apapun dipengaruhi oleh konteks misional. Kondisi politik pemerintahan yang menimbulkan berbagai dampak bagi perkembangan kehidupanpun akan membentuk MODEL KEPEMIMPINAN GEREJA. Contohnya kepemimpinan Raja Manaseh yang sedang menghadapi serangan tentara Asyur.

3.   PEMIMPIN PELAYAN DAN PELAYAN PEMIMPIN.

Pada butir 1 di atas telah dikemukakan figur HAMBA sebagai MODEL KEPEMIMPINAN Gereja. Masalahnya : apakah semua pekerja Gereja telah memiliki pemahaman (persepsi) sama dengan HAMBA sebagai MODEL KEPEMIMPINAN Gereja ? Pengetahuan ini tergantung pula bagaimana menjawab pertanyaan dalam butir 1 di atas : “Apakah Gereja secara institusional telah mempersiapkan gagasan konseptual tentang HAMBA sebagai MODEL KEPEMIMPINAN ?” Membangun sosok / figur HAMBA selaku MODEL KEPEMIMPINAN membutuhkan waktu panjang serta SILABUS-KURIKULUM yang jelas bagi PEMBINAAN UNTUK PENGADAAN TENAGA PELAYAN (Presbiter, Fungsional dan Vikaris). Sebab melalui proses membina, Gereja mewariskan pemahamannya tentang MODEL KEPEMIMPINAN HAMBA yang akan mengerjakan VISI-MISI 2000 – 2030 mendatang.

4.   MANUSIA YANG MENCIPTAKAN MODEL KEPEMIMPINAN.

Menurut pendapat saya, apapun MODEL KEPEMIMPINAN yang sekarang dan akan dikembangkan merupakan TRADISI. Kita tidak dapat memisahkan dan memilahkan manakah MODEL KEPEMIMPINAN yang bersifat tradisional dan yang modern. Oleh karena model / bentuk kepemimpinan yang sekarang ada dan yang akan diadakan memrupakan HASIL PERKEMBANGAN DARI SEBUAH TRADISI KEPEMIMPINAN YANG PERNAH ADA. Tidak ada sesuatupun di bawah matahari yang tak pernah ada. Bentuk/model kepemimpinan yang sedang berkembang sekarang merupakan reinterpretasi dan reformulasi yang disesuaikan dengan perkembangan konteks sosial.

MANUSIA ADALAH PUSATNYA SEDANGKAN LINGKUNGAN MERUPAKAN KEKUATAN YANG MENDORONG KARYA CIPTA.

Pada butir 2 di atas secara ringkas dijelaskan, bahwa lingkungan (lingkungan hidup dan masyarakat) menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi terciptanya MODEL KEPEMIMPINAN. Hal inipun berhubungan dengan PROSES PENGADAAN PEMIMPIN (butir 3). Proses itupun didorong aktifitas formil – infromil  yang dijalani serta pengalaman sebelum ia menjadi pemimpin. Dalam kaitan itu MANUSIA dipahami sebagai PENCETUS dan sekaligus PENGGUNA, sedangkan KEPEMIMPINAN merupakan KREASI/KARYA BUDAYA. Oleh karena itu, model/bentuk kepemimpinan apapun tidak mungkin berfungsi optimal, jika karakter --- kepribadian --- dan integritasnya tidak benar dan baik.

SIKAP MANUSIA PELAKSANA KEPEMIMPINAN.

Menyimak perilaku Raja Manaseh sebagai pemimpin dan pelayan umat, kita dapat melakukan otokritik, sebagai berikut :

a). PEMIMPIN PELAYAN (Struktural -> yang memimpil para pelayan) dan PELAYAN PEMIMPIN (Fungsional -> yang memberikan tuntunan / bimbingan) adalah manusia yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Ia bisa keliru membijaki tugas-tugasnya. Ia patut memiliki wawasan positif, jikalau menerima teguran / hukuman, karena kelalaiannya. Teguran / hukuman itupun perlu dipahami secara positif untuk maksud dan tujuan perbaikan diri dalam rangka menjalankan tugas di kemudian hari. Sama seperti Raja Nehemia memahami pengasingannya ke Babilonia sebagai tempat pembenahan motivasi, supaya ia mengerti kehendak Allah terkait fungsi perannya sebagai Pemimpin dan Pelayan Umat.

b).  KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF ITU LAHIR DARI PEMBAHARUAN KEPRIBADIAN – KARAKTER DIRI. Kepemimpinan bisa efektif, jika pemimpinnya mengenal diri (visi, motivasi, kemampuan, karakter, kepribadian, kebutuhan, kepentingan kelompok dan lain-lain). Pengenalan diri itupun perlu disesuaikan dengan kepentingan / kebutuhan organisasi (perilaku organisasi), agar dapat berjalan berdampingan kepda tujuan masing-masing. Dalam hal ini perelevansian kepemimpinan itu menjadi berkat kepada persekutuan.

c).  SIKAP HATI PEMIMPIN. Gambaran tentang pengenalan diri dapat disimak dalam cerita Raja Manaseh “MENYESALI DOSA dan BERTOBAT KEMBALI, MELUNAKKAN HATI, MERENDAHKAN DIRI, dan BERDOA kepada Allah” (II Taw. 33:12-13a -> Dalam keadaan terdesak ini, ia berusaha melunakkan hati TUHAN, Allahnya; ia sangat merendahkan diri di hadapan Allah nenek moyangnya, dan berdoa kepada-Nya).

d).  VISI DAN KEPEMIMPINAN. Tidak perlu mendebatkan manakah model / bentuk kepemimpinan “the best”. Yang patut dijawab : apakah kepemimpinan sebagai sebuah strategi mampu menuntun persekutuan mencapai VISI masa depan ? Jika kita menyatakan VISI GEREJA adalah menghadirkan damai sejahtera Allah (bd. VISI ABRAHAM : “Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” -> Kej. 12:3b) yang diharapkan manusia dan seluruh ciptaan. Kitapun patut menjawab pertanyaan : apakah kepemimpinan Gereja (termasuk para pekerjanya) telah difungsikan seoptimal mungkin, sehingga manusia menerima damai sejahtera Tuhan Yesus Kristus ? Jadi bukan model / bentuk kepemimpinan saja yang menjadi masalah, melainkan juga kemampuan pemimpin / pelayan mengoperasionalisasikan kepemimpinannya untuk mencapai VISI : GEREJA MENJADI HAMBA DAN UTUSAN YANG MENGHADIRKAN BERKAT (DAMAI SEJAHTERA) ALLAH KE TENGAH DUNIA.

AKHIRUL’KALAM. Mempersiapkan diri untuk mengikuti sebuah pertemuan gerejawi, bukanlah hanya urusan transportasi-akomodasi saja, melainkan juga bagaimana mempersiapkan gagasan konseptual untuk membantu persekutuan menemukan jawaban atas persoalan yang akan dihadapi. Salah satu topik bahasan yang akan dipercakapkan adalah : KEPEMIMPINAN YANG MEMBANGUN. Kita tidak usah mendebatkan apakah model / bentuk kepemimpinan ini sesuai kesaksian Alkitab ataukah tidak sesuai. Yang utama adalah : apakah kepemimpinan Gereja dapat dijalankan (terserah model / bentuk apapun), supaya VISI GEREJA yang akan dicapai sepanjang tahun 2012 – 2013 ini dapat terwujud.  SELAMAT MENYIMAK.
Salam Penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar