MENDALAMI TEOLOGI ALKITABIAH
MEMPERKAYA WAWASAN IMAN
Sengaja saya memposting tulisan ini kepada rekan-rekan
sepelayanan(presbiter), khususnya Majelis Jemaat GPIB KASIH KARUNIA di Medan,
sebagai bahan bacaan untuk memperkaya wawasan iman kalian demi meningkatkan
pengenalan Warga Jemaat tentang EKLESIOLOGI (hal-hal yang terjadi di zaman
akhir). Saya akan mengupasnya sesuai kesaksian Perjanjian Lama, menurut masa
kerja para Nabi di israel dan Yerusalem - Yehuda :
Memahami Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Gagasan Teologi tentang EKLESIOLOGI dalam Perjanjian
Lama
BE-‘AHARIT HA-YAMIM
(“di dlam masa yang akan datang”, “pada masa depan”)
by
PUTERA SANG FAJAR
PUTERA SANG FAJAR
A. Pendahuluan.
So pasti, telah banyak uraian yang dibaca dari berbagai buku yang
dituliskan para penulis tentang ‘eskatologi’; akan tetapi tak ada salahnya juga
artikel ini disimak sebagai pembanding. Mudah – mudahan menambah pengetahuan.
“Eskatologi” berasal dari kosa kata Yunani yang diterjemahkan : “hal-hal
terakhir, peristiwa-peristiwa terakhir.” Kata “terakhir” menunjuk pada takdir
yang dijalani manusia secara kolektif maupun individual”. Bisa juga diartikan :
“Akhir dari sejarah manusia” atau “akhir dari sejarah sebuah bangsa.”
B. Be’-aharit ha-yamim sebagai konsep Teologi Agama Israel
Umumnya Alkitab Perjanjian Lama tak memiliki kata yang melukiskan
gagasan ‘eskatologi’. Kata Ibrani yang dipakai : “aharit ha-yamim’, sering
berkonotasi ‘eskatologi.’ Diterjemahkan ‘hari-hari terakhir’ atau ‘akhir
zaman.’ Gagasan itu berlatarbelakangkan istilah Akadian ‘ina ahrat umi’ (terj.
dalam waktu yang akan datang). Kadang-kadang dalam Alkitab Ibrani, frasa
‘be-‘aharit ha-yamim’ diterjemahkan ‘pada masa depan, dalam waktu yang akan
datang,’ tanpa berkonotasi eskatologi. Oleh karena itu, selayaknya penafsir
memperhatikan secara teliti maksud penulis kitab, seperti dalam ayat ini :
“Apabila engkau dalam keadaan terdesak dan segala hal ini menimpa engkau di
kemudian hari (Ibr. aharit), maka engkau akan kembali kepada TUHAN, Allahmu,
dan mendengarkan suara-Nya.” [Ul. 4:30; bd. 31:29 => “...Sebab itu di
kemudian hari (Ibr. aharit) malapetaka akan menimpa kamu, apabila kamu berbuat
yang jahat di mata TUHAN,...”; Yer. 29:11 => “... untuk memberikan kepadamu
hari depan (Ibr. aharit) yang penuh harapan. ...”]. Nabi-nabi, namun ketiga
kasus tersebut hanya merupakan kekecualian saja, selebihnya frasa ‘be-aharit
ha-mayim’ berkonotasi eskatologis. Tergantung pada ayat / pasal di mana frasa
itu ditemukan.
Menjelang runtuhnya Bait Allah Yerusalem, terjadi perkembangan bahasa,
di mana para penulis menggunakan : ‘kes (qes) ha-yamim’ untuk menunjukkan
langsung pada peristiwa eskatologi (Dan.12:13b => “Tetapi engkau, pergilah
sampai tiba akhir zaman, dan engkau akan beristirahat, dan akan bangkit untuk
mendapat bagianmu pada kesudahan zaman;” bd. Dan. 8:17; 11:35, 40; 12:4,9, di
mana ada tambahan artikel ‘et qes’).
Beberapa pakar biblika berpendapat, bahwa eskatologi Agama Israel
sejajar dengan gagasan yang sama dalam budaya-agama-suku sekitarnya : Mesir dan
Babilonia. Pandangan itu didasarkan atas hubungan historis antara Israel dan
Mesir serta Babilonia. Kemudian hari gagasan tersebut dikembangkan, pada masa
pra propetik => nabi-nabi => post propetik (sesudah nabi-nabi). Salah
satu contoh : Kitab Daniel. Dalam kitab ini kita dapat membaca pengaruh konsep
eskatologi dari Agama Persia, sebagai sebuah kemungkinan saja.
Perlu diperhatikan, kita sulit mengkategorikan beberapa nubuatan tentang
eskatologi. Hal ini terpaut pada nubuatan nabi-nabi pra-eksilis tentang penghancuran
Yerusalem dan pembuangan umat Israel. Walaupun kurang ada kriteria tentang
‘waktu’, di mana nubuatan itu diucapkan; akan tetapi secara umum kita dapat
menyimpulkan masalah pewaktuannya terkait masa kerja sang nabi.
C. Be’-aharit ha-yamim dalam Kitab Nabi – Nabi Perjanjian Lama
Demi menngenal pemunculan gagasan eskatologis berkembang dalam Teologi
Agama Israel Kuno, maka kita perlu mengelompokkan pewaktuan, agar memudahkan
penelitian. Ada beberapa masa, yakni : periode pre propetik (masa sebelum
nabi-nabi muncul), nubuatan tentang eskatologi dalam nabi-nabi pra-eksilis dan
nabi-nabi pos-eksilis.
C.1. Periode Pra-eksilis
Abraham bersama, keturunan-nya yang kemudian menyebut diri bene Yisrael
(Bani Israel), menyembah TUHAN selaku ‘Allah yang hidup’. Bagi mereka TUHAN,
Dialah Allah yang berperan aktif dalam sejarah umatNya. Mereka sadar akan
fakta, bahwa Allah telah membuatnya menjadi ‘umat pilihan.’ Dia, TUHAN Allah
Israel, bukan saja yang dikhususkan dan mengkhususkan diri dalam ikatan dengan umat
pilihanNya; tetapi juga dengan alam semsta (universalisme Allah). Dia
memerintahi umat manusia. Israel menyembahNya sebagai Allah Mahaadil yang
menjamin kehidupan dan menghukum semua orang menurut kebaikan dan keburukan
etis-moral.
Berdasarkan ikatan perjanjianNya Allah mengikatkan Diri kepada umat
pilihan; sekaligus setia pada janjiNya [Simak konsep teologi Agama Israel Kuno
terkait ‘emeth’ atau ‘emunah’ (kesetiaan) dan ‘chesed’ (kemurahan, kasih
karunia)]. Hal itu ditunjukkan pada saat Israel mengalami kesengsaraan, Dia
mengutus ‘juruselamat’, seperti Musa dan Yoshua, termasuk hakim-hakim, dan
secara khusus Raja Daud sebagai ‘orang yang ditunjuk’ (Massi’ah, Raja Yang
Diurapi TUHAN) yang menerima perjanjian kekal (II Sam. 7 : 11 – 16).
Hubungan Allah <-> Israel dilanjutkan terus sampai ke masa depan,
yang dituliskan dalam kitab-kitab, dan yang disebut ‘tulisan’ para nabi
(dibedakan dari Eliah dan Elisa). Di situlah dasar pengharapan umat pilihan
akan masa depan yang akan datang. Dengan demikian kita mengetahui, bahwa
subtansi pemberitaan Israel tentang eskatologi terletak pada pemahaman iman
mereka tentang umat yang dipilih oleh Allah. Di dalamnya Israel percaya, bahwa
melalui mereka Allah membangun kekuatan pemerintahannya atas umat manusia dan
alam semesta.
C.2. Konsep Eskatologi Israel dalam Periode Nabi-Nabi Pra-eksilis
C.2. Konsep Eskatologi Israel dalam Periode Nabi-Nabi Pra-eksilis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar