Hai anak –
anakku ... !!!
Marilah kita belajar tentang SIKAP atau PENDIRIAN (Ing. attitude)
manusia yang disaksikan Alkitab. Pembelajaran ini bertujuan, agar kita
mengetahui dan mengerti secara jelas alasan-alasan, situasi-kondisi maupun
peristiwa yang melatarbelakangi pemberitaan Firman Allah.
a). Sikap
atau Pendirian merupakan kecenderungan
(reaktif) yang dipelihatkan seseorang terhadap situasi-kondisi, fenomena
kehidupan masyarakat dan peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihadapinya. Malahan
sikap dan
pendirian pribadi itu juga dapat ditunjukkan bertentangan dengan
kemauannya sendiri, karena kondisi psikologisnya.
b). Sikap
atau pendirian itu dapat dipelajari melalui
pengamatan terhadap tindak-tanduk (behavior) manusia secara pribadi maupun
berkelompok dalam interaksi sosial dan peristiwa-peristiwa.
c). Sikap atau
pendirian yang merupakan kecenderungan
(reaktif) itu bisa bersifat positif – negatif, tergantung dari rasa suka atau
tidak suka.
d). Ada beberapa faktor psikologis yang
mempengaruhi pembentukan sikap atau
pendirian :
1.
Afeksi :
emosi dan perasaan.
2.
Kognisi :
nilai-nilai dan kepercayaan (doktrin/ideology/dogma/isme).
3.
Conasif : kecenderungan bertindak.
4.
Evaluasi : stimulan pendorong : positif atau negatif.
e). Bagaimanakah
kita dapat mengamati sikap atau pendirian seseorang atau sekelompok orang dalam
Gereja / Jemaat dan Masyarakat ?
1. Amatilah perjumpaan antar
pribadi atau sekelompok orang
di dalam Gereja / Jemaat dan Masyarakat :
1.1. Amatilah situasi-kondisi (keadaan)-nya; contoh cerita Alkitab
-> Raja Saul – Pangeran Jonathan – Raja Daud.
i). SIKAP
RAJA SAUL TERHADAP JONATHAN DAN DAUD
SAUL ctr. DAUD. Setelah Nabi Samuel menyampaikan penolakan
Allah terhadap Saul (I Sam. 15:16-23 -> Karena engkau
telah menolak firman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja),
kemudian nabi menobatkan Daud, anak Isai (I Sam. 15:12-13). Hal itu diketahui
Saul setelah menyaksikan perubahan sikap rakyat Israel terhadap Daud, karena
keberhasilannya (I Sam. 18:6-16).
SAUL ctr. JONATHAN.
Dikarenakan persahabatan yang dibangun Daud dan Jonathan (I Sam. 20:1–43),
akhirnya pangeran itu didamprat oleh ayahnya, Saul (I Sam. 20:30-31).
ii). SIKAP
JONATHAN DAN DAUD.
JONATHAN vrs.
DAUD.
Situasi bathin : emosional dan perasaan, Saul karena kecurigaan terhadap
Daud tidak mempengaruhi PENDIRIAN / SIKAP Jonathan.
Justru, sebaliknya, pangeran itu mengikat perjanjian persahabatan dengan Daud
(I Sam. 20:1–16). SIKAP/PENDIRIAN itu
dikarenakan ia menggunakan pertimbangan / penalaran akalbudi (aspek kognisi) yang
berhubungan dengan masa depan kehidupan keluarganya (“Jika aku masih hidup,
bukankah engkau akan menunjukkan kepadaku kasih setia TUHAN ? Tetapi jika aku
sudah mati, janganlah engkau memutuskan kasih setiamu
terhadap keturunanku sampai selamanya. Dan apabila TUHAN melenyapkan setiap
orang dari musuh Daud dari muka bumi, janganlah nama Yonatan terhapus dari keturunan
Daud, melainkan kiranya TUHAN menuntut balas dari pada musuh-musuh
Daud."
Dan Yonatan menyuruh Daud
sekali lagi bersumpah demi kasihnya kepadanya, sebab ia mengasihi Daud seperti
dirinya sendiri” – I Sam. 20 : 14-17).
iii). SIKAP
RAJA DAUD TERHADAP SAUL.
Meskipun
Raja membenci Daud, tetapi ia tidak melakukan hal sama. Daud tidak
memperlakukan rajanya selaku musuh (I Sam. 24:1-33 -> “Berkatalah Daud kepada orang-orangnya: "Dijauhkan Tuhanlah
kiranya dari padaku untuk melakukan hal
yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah
dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.” – ayt. 7)
Bertolak
dari sumber tradisi itu, kita dapat melihat SIKAP / PENDIRIAN Raja Saul
terhadap Daud dan anaknya, Jonathan. Timbul ketidak senangan dan kebencian
kepada Daud serta anaknya. Dari cerita tersebut kita menemukan bukti-bukti
tentang kepribadian Saul, Jonathan dan Daud.
PEMAKNAAN TEOLOGI TERKAIT
PERISTIWA SOSIAL. Perjumpaan tiap orang pada peristiwa-peristiwa
dapat saja berbeda situasi-kondisinya. Bisa saja situasi-kondisi kurang
menyenangkan dan atau menyenangkan; juga tergantung dari perasaan suka (to like)
atau tidak suka (to dislike), akan tetapi penulis Kitab Samuel hendak
menyatakan, bahwa jikalau kondisi bathiniah (the inner-life) : emosional dan perasaan,
orang percaya dikuasai Roh Allah (“Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas
Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama.”
– I Sam. 16 : 13b), maka ia mampu memperlihatkan SIKAP / PENDIRIAN yang positif, seperti sikap Daud terhadap Saul
dan Jonathan.
MEDAN – SUMATERA UTARA
HARI KAMIS, 10 MEI 2012
PUTERA SANG FAJAR
Arie A. R. Ihalauw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar