Seorang bunda mengunjungi rumah
pemuka agama. Di sore hari mereka mencicipi kue dan teh di teras rumah, sambil
bertukar pikiran tentang masalah keluarga. “Opung,
anak perempuanku hamil.” Cetus si Polan. Kening si Opung Penatua itu
menggerenyit. Ia memandang si Polan rekan bicaranya : “Lantas gimana ?” …. “Nah itulah kudatang kemari untuk membicarakannya.
Aku berharap Opung dapat mencari jalan keluar, supaya kami sekeluarga tidak
diban (dikucilkan) Gereja. Apalagi anakku itu belum naik sidi pula…., kira-kira
bagaimana jalan keluarnya, Opung ?” si Polan, ayah Butet, menjelaskan
sambil meminta jalan keluar. “Sudah kau
tahu akibatnya, kan ? Mengapa pula kau bertanya padaku ! Apalah awak ini ? Itu
kan sudah menjadi aturan Alkitab. Terimalah saja. Kalau bisa kaucarikan Gereja
lain. Pergilah ke sana, mungkin mereka bisa memberkati nikah perempuan hamil
sebelum menikah, walaupun melanggar aturan Alkitab.” Sakit perasaan Pak Polan mendengar tanggapan
Opung Penatua itu. Matanya berkaca air. Pembicaraan terputus. Keduanya diam
membisu. Tak ada jalan keluar, selain mencari Gereja lain untuk memberkati
perkawinan anaknya. “Aku harus
menyelamatkan nama baik keluargaku, meskipun harus dikeluarkan dari Gerejaku.”
Pikir Pak Polan. Beberapa saat kemudian ia pamit, lalu meninggalkan si Opung
Penatua sendirian.
PERTANYAAN YANG PERLU DIGUMULI :
1. Jika anda adalah orangtua si Butet, apakah menurut
anda, sikap Gereja seperti dikatakan oleh Opung Penatua itu BENAR ?
2. Jika anda seorang muda-mudi Gereja, bagaimanakah
perihal berpacaran yang sesuai kehendak TUHAN menurut kesaksian Alkitab ?
3. Jika anda orangtua, bagaimanakah cara
pembinaan (pembimbingan dan penyuluhan) anak remaja / pemuda yang sedang
berpacaran ?
4. Bagaimanakah sikap (pendirian) dan cara Gereja
untuk mengatasi masalah ini ?
MEDAN – SUMATERA UTARA
Hari Selasa – 23 Mei 2012
Salam Kasih Persaudaraan
PUTERA SANG FAJAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar