Minggu, 18 Desember 2011

"MESTIKAH AKU JATUH CINTA LAGI ?"


CERITA BERSAMBUNG KE – 4

SERING ORANG MENILAI SESAMANYA DARI TANPA
MENGENAL LATARBELAKANG KEPRIBADIAN, BAGAIKAN
MENILAI KOVER BUKU, TANPA MEMBACA ISINYA. SEPERTI YANG
DIRASAKAN ARIE. GELAR PLAYBOY SUDAH DISANDANGNYA SEJAK LAMA. IA
TAK MENOLAK. HANYA TERSENYUM SAJA. MALAHAN IA BANGGA AKAN GELAR ITU

DITULIS DI
MEDAN – SUMATERA UTARA,
HARI MINGGU, 18 DESEMBER 2011

OLEH
ARIE A. R. IHALAUW

PLAYBOY. Predikat itu melekat pada Arie. Sejak masih di SMA. Arie tidak menolak juga tak menerma. Sahabat-sahabatnya menggelarinya, walaupun mereka tak mengetahui keadaan yang dirasakan. Pemuda berbintang Leo yang dilahirkan Bulan Juli itu, seorang yang lembut hatinya. Perasa, punya perhatian yang tinggi, pengertian yang luas, dan… sering mengalah. Mimiknya selalu dingin, acuh pada cewe. Tak pernah memperlihatkan rasa suka kepada cewe yang diingininya. Ia seorang yang konsisten pada prinsip hidupnya. Keras pendirian. Ia pantang menyerah sebelum mencapai cita-citanya. Integritasnya tak bisa digoyahkan. Harga dirinya selalu dipertahankan mati-matian, sekalipun segala yang terbaik akan dikorbannya : “Satu-satunya kekayaan yang diberikan TUHAN adalah HARGA DIRI. Bagaimanakah aku dapat berjalan di depan banyak orang, jika HARGA DIRI telah hancur ?”, kecuali untuk membela keyakinan imannya, Arie akan pasti mengorbankan HARGA DIRI. Kadang Arie bersikap situasional, namun ukurannya berakar pada keyakinan imannya terhadap kesaksian Alkitab. Dalam hal kepercayaan, Arie seorang yang sangat ketat. Malahan segala sesuatu yang terbaik, terlebih-lebih HARGA DIRInya pasti dikorbankannya, jika ia melihat seseorang memperlakukan sesamanya TIDAK ADIL dan TIDAK BENAR menurut kesaksian Alkitab.

PERTEMUAN KEDUA DAN UNGKAPAN CINTA. Hari Minggu tiba. Seperti biasanya Arie mengikuti ibadah di Gereja Koinonia. Kali ini ia sendirian, tanpa Oma Kainama. Entah apa Arie tidak mengendarai lambreta tua. Pagi-pagi ia sudah barkemas, lalu menumpangi Metromini menuju Gereja. Ia mengikuti Ibadah Pukul 09.00. Seperti biasa ia duduk di sayap kiri balkon. Tersembunyi  dari perhatian banyak orang. Ia terpekur dalam doa : “Ya TUHAN, berikanlah aku hikmat-Mu yang mencerdaskan akalbudi, supaya aku dapat menyelesaikan kuliahku. Berikan juga cinta-kacih dan kesetiaan, supaya aku setia mengasihi Dikau serta taat menjalankan seluruh perintah-Mu, sebab ketika melakukannya aku pasti diberkati oleh-Mu. Sembuhkan hatiku yang luka oleh Roh-Mu. Dan, jika Engkau berkenan, berikanlah kepadaku seorang gadis yang setia mencintaiku.” Waktu itu Pendeta Rumondor memimpin ibadah. Vocal Goup muda-mudipun  berpartisipasi di dalamnya. Mereka duduk di sayap kanan lantai bawah. Persis berhadapan dengan tempat di mana Arie duduk.

Saat ia sedang melihat-lihat ke lantai bawah, tanpa disadari Connie sedang menatapnya. Cukup lama kedua insan itu bertatapan. Arie cool. Connie memberikan sinyal. Ia tersenyum kea rah pemuda itu. Akhirnya Arie mengalah dan membalas senyuman gadis itu. Terasa kehangatan mengalir dalam hatinya. Hal itu berlangsung beberapa kali sepanjang ibadah berlangsung. Audy, Franky Herry dan Jeanne melihat peristiwa itu. Ariepun mengetahuinya. Tetapi ia bersikap acuh saja. Ia merenung : “Mungkinkah ini jawaban atas doaku yang dipanjatkan beberapa menit lalu ? Andaikan pacaran, apakah aku akan mengalami kegagalan kembali ?” Hatinya yang masih luka. Bathinnya nyeri, karena takut mengalami peristiwa yang sama berulang-ulang. Ditinggalkan orang yang dicintai.

MESTIKAH AKU JATUH CINTA LAGI ?.  Pukul 10.35 Ibadah Gereja selesai. Kali ini Arie memberi sinyal, Connie tersenyum. Setelah salaman dengan Pdt. Rumondor, Conny berdiri berlindung di bawah pohon depan pintu Gereja. Beberapa menit berlalu, Arie menyusul lalu bertanya kepada Connie : “Di mana yang lain ?
“Mereka udah duluan, Nok…, katanya loe ngantarin gue pulang.”
“Hmmmm…. iya dech…. Manja banget sih…. hehehehhehe…” Connie mencubit tangan Arie. Tiba-tiba Zus Emmy Manuputy mendekati Arie : “Noke…, Bung Bram dan Usi Lies bilang, loe harus makan siang di rumah.” ujarnya sepupunya itu. Connie melirik. “Iya Zus Emmy…, gue ngantar Conny dulu dech…” kata Arie. “Hehehehehe….” tawa Zus Emmy lalu nyeletuk, … “kalian pacaran, ya ?
“B’lomlah… baru pendekatan kale….” Arie dan Connie tersipu-sipu.
“Oke… ntar ke rumah, ya ! Bung Bram mau bicara dikit…” Zus Emmy meninggalkan mereka.

Sepasang muda-mudi itu berjalan di sepanjang trotoar menuju Matraman 111. Cuaca siang itu agak mendung. Mereka saling bercanda. “Kapan selesai skripsi, Nok ?!” tanya Connie
“Oktober lah… baru mulai menulis bab satu…” jawab Arie singkat.
“Judulnya ?”
“Anak-Ku, Anak-Ku yang sulung, Israel…”
“Mentang mentang loe anak sulung t’rus judulnyapun gituan… hehehehe…”
“Nggalah, gue cumin tertarik ama kata ANAK dalam Perjanjian Lama. Masalahnya kalo dibandingkan Perjanjian Baru, kata itu ditujukan pada Tuhan Yesus…. “
“… asyik juga tuh…!!” Connie menyela.
“Maklumlah, Con…”
“Iya dah… Gue kan masih sekolah…, mana tau tentang hal itu !?”

Mendekati Gereja Katolik Matraman, pasangan muda-mudi itu berhenti sejenak dan duduk di warung, sambil menikmati coca cola. Connie bertanya,
“Loe ngga pacaran lagi, Nok ?!”  Mata Arie terbelalak. Ia tidak menduga pertanyaan itu begitu cepat meluncur dari bibir mungil si gadis di sampingnya.
“Mana ada yang mau ama gue Con !?” Arie mengelak.
“Gue suka ama loe, Nok…” Sekali lagi Arie terkejut, …tapi kali ini jantungnya berdebar keras. Arie melirik… Connie tak kalah pula. Kedua bertatapan mesra.
“Emang mau… ?” Arie mengungkapkan rasa herannya.
“T’rus menurut loe, gue salah menyatakan perasaan ini ?”
“Ngga juga sih...”
“Loe b’lom siap, Nok ?”
“Ngga juga sih…”
“Lalu… ?”
“Terlalu cepat aja, Con…”
“Salah… ?” Connie mendesak. Ia ingin mengetahui pendapat Arie.
“Ngga ada yang salah…, makasih Con…, cumin loe kan dah tau gimana pandangan temen-temen ke gue. Apalagi usia kita berbeda tiga tahun. T’rus hubungan gue dan Shanty masih terkatung-katung. Apa kata orang nanti…. ?!!”
“Emang gue pikirin pendapat orang ? Yang penting jawaban loe, Nok !”
“Gini Con…, gimana kalo kita biarkan hubungan ini berproses sampai suatu waktu nanti…”
“Ah… nanti jug ague ditinggalin, keq gue kagak tau siapa loe ?” tukas Connie
“Hah… maksud Loe, Con !” tanya Arie terheran-heran.
“ya… gitulah…, tiba-tiba loe menghilang…, t’rus gimana ?”
“Ouwww…. loe ngga beda ama yang lain, Con… masakan loe nganggepin gue playboy…”,
“ya iyalah… sapa ngga kenal Noke …”
“playboy cap tikus kale…. kkkkkkk…” Mereka berdua terkakak kakak….
“loe orangnya cakep,… dah gitu cool abis…” Connie mulai menjerat…
“Biasa aja kale…, loe juga cantik…, pasti ada banyak yang maulah Con”.
“… tapi … gue ngga suka…, gue senang aja ama calon pendeta…” ujar Connie menusuk… “dah dari dulu gue pengen pacarku seorang calon pendeta,…”
“Ya… mintalah ama TUHAN, so pasti Dia memberi jalan…” tangkis Arie.
“Ini kan jawaban doaku…”
“Maksudnya ?”
“… gue udah berdoa di Gereja…, feeling gue dah diceritain ama TUHAN. Hati gue penasaran, kar’na loe b’lom muncul. E e e e … tiba tiba abis berdoa, gue ngeliat ke balkon… tau-taunya loe juga sedang menatap gue… Menurut loe, gimana ?” Pertanyaan Connie membuat Arie tersenyum berdehem. Tak dinyana doa mereka sama isinya.
”Hehehehe….”
“Napa tertawa, No ?”
“Aneh aja… hehehe…”
“Napa sih…. hehehe mulu ?” tukas gadis itu kesel. Wajah cemberut, alisnya mengerut.
“Gue juga berdoa seperti itu. Dalam do ague minta TUHAN mengantarkan seorang gadis pengganti Shanty…, ia punya CINTA, selalu SETIA, dan rela BERKORBAN”.
“Gimana, andaikan TUHAN bisikan ke hati loe, nama gue.…. hihihihihih….!”
“Moso sih, loe tau pikiran TUHAN ?”
“kan andaian… hehehehe  !”
Arie terdiam, sambil berkata dalam hatinya : “Benarkah TUHAN mengatur perjumpaan ini ? Benarkan Connie itu cewe yang TUHAN kehendaki ?” Lamunan Arie buyar, saat Connie menepuk pundaknya.
“Napa, Con ?”
“M’lamunkah ?”
“Ngga lah, gue cumin mikir,… seandainya TUHAN membisikkan nama loe, apa yang gue jawab, ya ….?”
“Aku suka kamu…. hehehhee…” ujar Connie… “bilang dunk Nok…”
“iya… ya… ya… gue mikir juga. Benarkah  kita sedang memulai sesuatu, Connie…?”

Tak ada banyak kata cinta di sana. Yang ada hanyalah tatapan mata dalam yang bercerita tentang “rasa.” Arie masih terpana memandang cewe itu. Dia tak bisa berbuat apapun, kecuali tersenyum. Mata Connie semakin sahdu. Ia menyandarkan kepala ke pundak, lalu berbisik lembut : “Aku mencintaimu, Noke. Aku tak sanggup menahan kerinduan  di hatiku. Hanya TUHAN yang mengerti, aku mencintaimu, sayang !” Arie mengusap rambut berbau Shampo Dove. Diciumnya rambut itu lembut dan manis. Ada “sesuatu” yang indah. Ia bertanya dalam hati : “Mestikah aku jatuh cinta lagi ?.”

JODOH DI TANGAN TUHAN ?   Benarkah jodoh diberikan oleh TUHAN ? Tak disengaja Connie dan Arie berdoa pada tempat duduk terpisah di Gereja. Ketika sepanjang perjalanan pulang mereka berbagi bersama, keduanya menemukan sebuah kenyataan tak masuk akal. Doa menyatukan dua hati yang berbeda. Benarkah TUHAN menjadi ‘sutradara’ di balik lakon Arie dan Connie ?  Bukan…, bukan itu maksudnya. Doa hanyalah ungkapan kerinduan dan harapan, agar TUHAN membuka jalan hingga cinta yang sedang mengalir menemukan sungai menuju segara luas. Connie tak lagi risih menggandeng tangan Arie.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar