Rabu, 05 Oktober 2011

ANTARA CINTA DAN HARGA DIRI.... Surat Cintaku kepada Sientje, 24 September 1983


MENYALIN ULANG  SURAT CINTA KITA
24 SEPTEMBER 1983

ANTARA CINTA DAN HARGA DIRI

Ditulis oleh :
ARIE ARNOLD REMALS IHALAUW
( NOKE )

Surat Sientje kuterima tanggal 24 September 1983 diantarkan Pak Pos. Hatiku senang. Wajahku seria. Kuambil surat Sientje, lalu masuk ke kamar. Berjam-jam kubaringkan tubuhku, sambil membacanya. Terkadang ada rasa malu, karena pertanyaan tajam yang dituliskan Sientje. Ingin kusobek surat itu. Pikiranku menjadi tegang. Kuletakkan di atas meja kerja di kamar, lalu aku melangkah keluar. “Mengapa wajah loe tegang ! Ada masalah, Nok ?” tanya Broery Asah. Dia tersenyum. Sementara aku menggaruk-garuk kepalaku. “Ya iyalah…, gimana ngga tegang…, kan Noke baru terima surat pacarnya. So pasti ada masalahlah…. hehehehehe…” Jeffry Leander menimpali. Aku berjalan menuju ruang Gereja di depan Pastori, lalu duduk sambil memainkan orgen untuk menghibur hatiku yang resah. 

Selang beberapa lama Broery menghampiriku. “Maaf, Nok ! Barusan kita so baca surat Francien. Ngana nda marah, kan ?” Broery membuka percakapan dengan dialek Minahasa. Aku tersenyum kecil. “… dah tahukan masalahnya ?” suaraku hampir hampir tak kedengaran.Broery mengajakku duduk di teras gereja. Ia mengeluarkan sebungkus rokok  kretek gudang garam merah. Kami menikmatinya bersama. “Noke… ngana so musti carita jujur vor Francien. Kalo kita pe pendapat, Francien ngga nolak ngana, Nok. Tapi dia ingin ngana mangaku jujur, nda bole carita dusta kwa…. So, ngana pe nama terkenal di STT Cipanas tukang pacaran, Nok…” Broery mengawali percakapan. Ia selalu menyebut Sientje dengan nama lengkapnya : Francien, karena Sientje adalah adik kelasnya di STT Cipanas.  “Hmmmmm…. Ngga ngertilah… bingung, Broer” tuturku lembut. Kutatap hamparan rerumputan di halaman Gereja. “Emangnya ada apa ?” tanya Broery. “Kita bingung, kawan…. Koq bisa, ya… Rufy ngga mendukung malah menganjurkan Francien ngga boleh pacaran deng kita ? Kita salah apa pa dia !?”  --- “Ngana yang lebe tau no ! tukas Broery menyela, kemudian melanjutkan : “Kalo kita baca Fransien pe surat, Rufi nda sanang, karna tu ibu datang ke kantor bacarita tentang keadaan anaknya yang ngana pacari…. Jadi ngana nda usah kase salah Fransien…, nda bole kase salah pa Rufi…, samua itu ngana pe dosa… hahahaha e e e e e…” Broery tertawa lepas. Akupun terbahak-bahak. Broery memberikan kunci Yamaha RX Sepcial, lalu menyuruhku ke rumah Pak Harefa, Ketua Panitia HUT GPIB, 31 Oktober 1983. Akupun berangkat pergi…..

MALAM : 24 SEPTEMBER 1983. Malam itu langit di atas Tanjung Selor sangat cerah. Bulan purnama penuh dikelilingi sinar bintang kerlap-kerlip. Aku duduk di dalam kamar sambil tersenum. Tak kusangka surat kirimanku berbalik menjadi senjata makan tuan. Kejujuranku telah membuahkan hasil. Aku tidak membaca surat Sientje dengan maksud negatif. Kupahami maksud baik dalam tiap kalimat yang dituliskan Sientje. Ternyata ia ingin mengenal kepribadianku. Aku tersenyum lagi…. Mataku belum lelah. Jiwaku bersemangat. Kuingin menuliskan semua kisah, agar Sientje memahami perjalanan hidupku.

SURAT UNTUK SIENTJE HUKOM

Nona manis, Sientjeku sayang,

Surat nona telah kubaca. Aku sangat senang, karena sambutan nona menggairahkan kembali asa cinta ini. Nona katakana : “Berilah aku waktu, supaya Sien dapat memikirkan dan memutuskan yang terbaik bagi kita berdua.”  Aku tidak memaksakan Sientje segera mengambil keputusan untuk menjawab keinginanku. Tidak, sekali-kali tidak ! Aku menyerahkan semua keputusan itu dalam doa kepada TUHAN, agar Dia bekerja untuk membuktikan kesalahan dan kebaikanku, kebenaran hati dan kemunafikanku. Aku hanyalah seorang pendosa, yang mungkin saja, tidak dapat diampuni TUHAN. Tetapi aku selalu berdoa, kiranya TUHAN memberikan seorang cewe yang sungguh-sungguh mencintaiku apa adanya, dan bukan ada apanya. Aku tahu persis bagaimana terkejutnya Nona membaca isi hati ini. Bagaimana Nona menerima kenyataan dicintai oleh seorang “bajingan”. Maaf, sayang. Kupakai kata “bajingan” yang Nona ucapkan, bukan untuk menyindir, tetapi sebagai kebanggaan, karena belum seorang cewepun berani mengatakannya padaku. Aku suka kata itu ! Tapi, ingatlah, sayang…. Jika nona memiliki kelembutan hati dan kepekaan seorang perempuan pertimbangkanlah keinginanku. Itu bukan nafsu, sayang ! Semuanya lahir dari kesadaran dan hati nuraniku : AKU MEMBUTUHKAN DIRIMU, sayang !

Kalau nona bertanya : “Bukankah Iin itu seorang dokter yang dapat menjamin kehidupan sosial-ekonomi yang baik di masa depan ?” Aku tidak munafik. Manusia membutuhkan standar hidup yang layak secara ekonomis. Aku juga membutuhkannya. Tapi hal itu bukan tujuan hidupku, sayang. Aku akan menjadi seorang pelayan TUHAN. Aku harus belajar menaruh harapanku pada-Nya. TUHAN sajalah yang akan memenuhi segala kebutuhanku menurut kerelaan hari-Nya. Aku tidak membutuhkan sepotong materipun, sebab TUHAN pasti menyediakannya bagiku. AKU MEMBUTUHKAN CINTA TUHAN yang hadir melalui CINTA dan PERHATIAN yang nona berikan. Sulit kumengerti cinta TUHAN, jikalau Dia tidak memakai seseorang untuk mencintaiku; dan orang itu adalah Nona Sientje, sayang !

Bayangkanlah, jika akhirnya aku menikahi Iin. Adaikan pada Hari Minggu aku jatuh sakit. Siapakah yang akan mengisi lowongan pelayanan itu ? Iin dapat mengisi hal-hal lain dalam keluargaku nanti. Tetapi yang terutama : aku membutuhkan seorang pendamping yang sepadan dalam pelayanan. Dan kuartikan, pendamping yang sepadan itu adalah seorang pendeta. Itulah Nona… vicaris GPIB yang akan menjadi Pendeta. Materi memang kubutuhkan, tetapi apakah artinya aku menghidupi hidupku tanpa kasih Allah dan tanpa cintamu, sayang…. Mengertilah nona…. ! Aku berjanji akan menyelesaikan masalahku di depan nona. Sungguh…, sayang….

Nona manis, nona sayang… !
Informasi yang disampaikan Christin Kainama benar. Aku tak mengelak. Namun hubungan kita telah kandas. Ia telah berpacaran dengan adikmu sendiri : vicaris di Lampung. Sementara masalah dengan cewe di Eben-Haezer Soerabaya akan kuselesaikan di depan matamu, sayang. Nona, di dalam kamus cintaku tak tertulis kata takut mati. Aku akan mempertaruhkan hidupku demi cintaku. Apapun yang terbaik dalam hidup ini akan kukorbankan demi cintaku padamu, sayang…. Percayalah…. Aku tidak akan mengecewakanmu, Sientje.

Nona manis, nona sayang !

Dalam perjalanan hidup ini tidak akan mungkin semua orang menyetujui sikap kita. So pasti ada pro dan kontra. Kalau Rufi Waney bersikap demikian, bukan karena ia tidak menyukaiku. Aku melihat alasan lain yang lebih positif dari sikapnya. Rufi ingin melindungi nona sebagai adiknya. Bukankah Nona vicarisnya ? Jadi sama seperti aku akan meyakinkan keluarga Hukom tentang cintaku, maka hal itu akan kulakukan agar Rufi mengerti diriku. Janganlah mempertentangkan sikap Rufi padaku. Aku selalu menghormatinya sebagai senior, sebab bagaimanapun Rufi pernah membimbingku selama Bung Cor bertugas di Jakarta.

Sientje sayang….

Kemaren Broery bersamaku ke Pos Pelkes PIMPING, kira kira dua jam pelayaran kea rah hulu sungai. Kami berjumpa dengan Penginjil Laing, cucunya bernama Marlene. Gedung Gerejanya indah. Terletak bersis di bibir sungai. Aku masuk ke dalamnya. Perlengkapan pelayanan : mimbar, bangku sangat sederhana. Aku memimpin Ibadah Minggu pagi, sayang. Bayangkan saja, nona…. Warga jemaatnya sangat sederhana. Telinga warga perempuannya panjang dan bergelantungan anting-anting. Mereka memakain anyaman rotan di kepalanya. Beberapa di antara mereka masih bertato di tangan dan betis. Ada pula beberapa yang memiliki buah dada yang panjang…., entahlah bagaimana caranya mereka berbuat demikian. Tetapi hal itu menunjukkan status sosialnya dalam masyarakat. Maaf, sayang…. Aku menceritakan ini bukan bertujuan porno, melainkan untuk nona mengerti tingkat peradaban masyarakat APAU KAYAN.

Mungkin pada Minggu II bulan Oktober 1983, aku akan masuk ke dalam wilayah pelayanan suku terasing di Mara I. Jaraknya empat jam perjalanan dengan memakai perahu ketinting, sejenis motor tempel. Tempatnya terletak di sisi Sungai Kayan, ke arah hulu. Doakanlah aku, sayang…

Aku selalu mengharapkan cintamu, Nona
meskipun Nona mengatakan aku sebagai pengemis,
tak apa, asalkan aku selalu mendapat perhatian dan cintamu

Cinta dan ciumanku pada kedua bibirmu, Sientje
Ingatlah aku sepanjang hidupmu, sayang.

NOKE.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar