Senin, 17 Oktober 2011

Materi Bina Bgn II PEMBERITAAN FIRMAN (Renungan) untuk disampaikan dalam PEMBINAAN di GPIB Jemaat MARANATHA - Balikpapan


Sahabat-sahabatku, khususnya Majelis Jemaat GPIB MARANATHA di Balikpapan, saya memposting BAHAGIAN II dari MATERI BINA terkait PEMBERITAAN FIRMAN (Renungan). Mohon diperbanyak dan dibagikan kepada para peserta bina, sebelum kita masuk ke dalam pembinaan, agar mereka telah mempersiapkan diri sebelumnya, sehingga pembinaan hanyalah kesempatan untuk memperkaya wawasan.

KESAKSIAN GEREJA
PEMBERITAAN FIRMAN ALLAH

Pergilah ke seluruh dunia,
beritakanlah Injil kepada segala makhluk

MARKUS 16 : 15

A.     PENDAHULUAN

So pasti, FIRMAN YANG DIUCAPKAN ALLAH SECARA LANGSUNG bisa disampaikan setiap saat dalam setiap situasi. Akan tetapi kita perlu membaca konteks pemberitaan yang sedang dihadapi, supaya firman itu sungguh-sungguh dihayati oleh pendengarnya. Acapkali konteks ibadah inilah yang kurang diperhatikan oleh pemberita firman. Katakanlah contoh, dalam sebuah KEBAKTIAN RUMAHTANGGA, ketika si pemberita telah menyiapkan renungan sesuai daftar bacaan (lectio continuabacaan bersambung atau lectio selectabacaan pilihan) yang telah ditentukan Gereja, tiba-tiba tuan rumah menjelaskan sifat kebaktian itu sebagai UCAPAN SYUKUR KARENA ULANG TAHUN. Sekejap saja si pemberita kelabakan, karena materi pemberitaan jauh berbeda dari harapan yang dikemukakan tuan rumah. Lantas, apakah yang dapat dilakukan oleh pemberita ? Mengubah atau tetap mempertahankan materi pemberitaan, jika ia tidak memiliki pengetahuan teologi yang cukup ? Firman adalah ucapan yang langsung dikeluarkan dari mulut Allah. Renungan merupakan uraian tafsiran terhadap firman yang diucapkan Allah. Ia dapat diberitakan kapanpun dan dimanapun. Akan tetapi tuan rumah mengharapkan pemberitaan itu memberi makna ke dalam kehidupan pribadi dan keluarga. Sekurang-kurangnya ia merasa kecewa, jikalau isi pemberitaan tak dapat menjawab pergumulannya, sekalipun pemberitaan itu bersifat umum. Bagaimanakah kita menghadapi masalah ini ?

B.     OTORITAS PEMBERITAAN FIRMAN

Banyak orang berpendapat, bahwa tugas pemberitaan firman / Injil diberikan oleh Yesus Kristus kepada semua orang kristen. Itu benar, sah-sah saja. Akan tetapi pemahaman seperti itu menimbulkan kesulitan besar pula, jika tidak ada institusi yang mengawasi isi berita. Bisa-bisa timbul perselisihan dalam mempertahankan ajaran yang diberitakannya. Hal ini pernah terjadi setelah Paulus selesai menginjil kemudian meninggalkan Jemaat-Jemaat Kristen (band. 1 Kor. psl. 1 – 3; Gal. 1 : 6 – 10; Eps. 4 : 14; Plp. 1 : 15 – 18, dll).

·     OTORITAS GEREJA/JEMAAT berdasarkan kesaksian Injil Sinoptis. Oleh karena itu, para penulis Alkitab Perjanjian Baru dalam Jemaat Kristen Abad I mengembangkan pemahaman tentang otoritas pemberitaan firman, supaya tidak terjadi penyimpangan ajaran yang diberitakan. Menurut penulis Matius, Yesus diutus Allah untuk menyelamatkan umat-Nya (Mat. 1:21). Karya Yesus itu bertujuan menyatakan pekerjaan Allah (Yoh. 5:17). Dalam sebuah percakapan tertutup bersama para murid, Petrus mewakili semua orang kristen mengakui ke-Mesiah-an Yesus (Kelilahian, ke-Allah-an). Yesus mengatakan : “Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Mat. 16:18) dan lagi kata-Nya : “Kepadamu akan Kuberikan anak kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di di dunia ini akan terikat di sorga, dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Mat.16:19). Ucapan Yesus ditafsirkan terkait tugas Jemaat (institusional) sebagai persekutuan orang-percaya-yang-setia untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah, yang diakhiri dalam kesimpulan : “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi,. Karena itu pergilah kamu, jadikanlah sekalian bangsa murid-Ku…” (Mat. 28:18-20; Mrk. 16:15; Kis. 1:8). Dengan demikian para penulis Injil Sinoptis membenarkan, bahwa Yesus menugaskan Gereja / Jemaat selaku institusi (persekutuan, komunitas) orang-percaya-yang-setia untuk memberitakan Injil-Nya.

·     OTORITAS GEREJA/JEMAAT, berdasarkan kesaksian Yohanes. Yohanes, Sang Rasul dan Penatua, menceritakan bahwa pekerjaan Allah sama dengan pekerjaan Yesus (Yoh. 5:17 -> “Bapa-Ku masih bekerja sampai hari ini dan Akupun bekerja juga”). Hal itu bergema dalam doa Yesus selaku Imam Besar Agung (Yoh. 17). Dalam pasal itu Yesus mendoakan tugas pengutusan rasul-rasul selaku prototipe Gereja/Jemaat yang mewakili kehadiran-Nya  dalam dunia : “Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka” (17:14, rumusan kalimat Matius : “ajarkan mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” -> Mat. 28:19). Firman (dalam peng-arti-an yang dimaksudkan Gereja/Jemaat sama dengan Injil Kristus, ucapan/perkataan Yesus) yang diberikan Yesus kepada murid-murid itulah yang harus diberitakan. Menurut kesaksian Yohanes, hal itu adalah salah satu tugas (Yoh. 9:4 -> “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang telah mengutus Aku…”) yang terkandung dalam pengutusan para rasul dan orang kristen sebagai persekutuan yang diutus Yesus-Kristus -> “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia” (Yoh. 17 : 18).

Selanjutnya Rasul Yohanes menuliskan : “Dan bukan untuk mereka ini saja (bc. murid-murid) Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka, supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yoh. 17:20-21). Pelanjutan pekerjaan Allah yang dilakukan oleh Yesus-Kristus diserahi-Nya kepada para rasul, dan dari tugas itu diwariskan para rasul kepada persekutuan orang-percaya-yang-setia kepada Yesus.

·     OTORITAS GEREJA / JEMAAT, penjelasan berdasarkan kesaksian Paulus. Dalam suratnya kepada Jemaat Kristen di Kota Roma, Paulus menuliskan : Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus ? Seperti ada tertulis : "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik !" (Rom. 10 :15). Pernyataan Paulus (Roma 10:10-15) mengandung makna tersurat maupun tersirat.  Secara tersirat Paulus menghubungkan orang percaya (kata ganti orang ketiga jamak : “mereka”) selaku persekutuan-orang-percaya-yang-setia kepada Yesus. “Mereka” adalah Gereja / Jemaat yang disuruh Yesus untuk memberitakan Injil-Nya.  

Keberadaan dan kehadiran “mereka” karena pemberitan para rasul (simak Yoh. 17:20; Jemaat adalah “… kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.” -> 2:20). Para rasullah yang pertama-tama menerima otoritas Kristus. Dan, melalui penumpangan tangan para rasul, “mereka” menerima warisan orotitas (kewibawaan) Kristus untuk melakukan pekerjaan Dia.

·     OTORITAS GEREJA / JEMAAT, penjelasan berdasarkan kesaksian Petrus. Rasul ini juga menyatakan bahwa tugas Gereja/Jemaat itu dilaksanakan berlatarbelakang panggilan dan pengutusan Allah kepada persekutuan-orang-percaya-yang-setia kepada Allah yang berkarya dalam Yesus-Kristus. Petrus menuliskan : “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Pet. 2:9 – Yun. genos ekleton, baileion hierateuma, ethnos hagion, laos eis pepoinesin). Menurut pendapat saya, rasul Petrus memakai gambaran “bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah” dalam konsep teologi terkait eksistensi persekutuan orang-percaya-yang-setia berhubungan erat pada institusi Jemaat. Bisa juga orang berpendapat lain, bahwa Rasul Petrus menyoroti penugasan itu dilakukan oleh orang per orang. Itu sah-sah saja. Akan tetapi tanggungjawab pelaksanaan tugas pemberitaan Injil Yesus tidak dapat dilepaskan dari otoritas Gereja/Jemaat (simak secara cermat wibawa rasuli -> 1 Pet. 5:1-3).

Tujuan dari penjelasan di atas. Penjelasan bertujuan mengingatkan warga gereja tentang banyaknya penyimpangan yang terjadi, karena perbedaan tafsiran atas kesaksian Alkitab. Dengan demikian pengawasan ajaran dapat dilaksanakan secara baik dan benar oleh Gereja selaku institusi pengajaran sesuai otoritas yang diberikan oleh Yesus Kristus. Itulah alasan yang melatarbelakangi pernyataan Rasul Petrus : “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2 Pet. 1:20-21).

Apakah yang dimaksudkan Rasul Petrus tentang KITAB SUCI ? Apakah KITAB SUCI itu sama dengan Alkitab Perjanjian Baru ? Ketika Petrus menuliskan ayat ini, ia tidak bermaksud sedikitpun untuk menghubungkannya dengan ALKITAB PERJANJIAN BARU. Di dalam benaknya, hanya ada kumpulan kitab-kitab dalam ALKITAB PERJANJIAN LAMA. Memang sepanjang tahun 40 – 324 ses. Masehi (pengkanonan ALKITAB PERJANJIAN BARU baru ditetapkan dalam Sinode Ekumenis tahun 325 di Nicea), Gereja belum menetapkan kanon kitab-kitab yang dijadikan dasar pemberitaan Injil Kristus, meskipun sudah ada tulisan-tulisan suci yang dipakai oleh Jemaat-Jemaat Kristen pada waktu itu, seperti : Surat I – II Tesalonika dan surat-surat Paulus lainnya, Injil Markus, Injil Matius, Injil Lukas, dll. Namun beberapa Jemaat masih menggunakan ALKITAB PERJANJIAN LAMA sebagai landasan pemberitaan dalam setiap ibadahnya. Oleh karena itu, muncul berbagai tafsiran yang mengacaukan “ajaran yang sehat”, seperti pandangan mengenai status-fungsi Hukum Taurat dan Sunat contra Anugerah keselamatan dalam Kristus, dan sebagainya. Malahan muncul pula berbagai ajaran tentang KRISTOLOGI (pengenalan akan hakekat dan eksistensi Yesus dalam kesatuan Trinitas Allah). Untuk menjaga kemurnian ajaran gereja, maka Rasul Petrus (mewakili Gereja) memberikan peringatan tersebut.

BERSAMBUNG -->

C.     MEMPERSIAPKAN PEMBERITAAN FIRMAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar